Tak Ingin Usai

Di rumah Rere saat ini. Rere yang baru saja sampai, tak lupa mengucapkan salam. Setelah mendapat jawaban dari ibunya. Ia lalu teringat dengan ucapan Bagus dan Bagja.

"Em... bentar bu, Rere jadi ingat ucapan Bagus sama Bagja."

"Ucapan apa?"

"Tadi mereka bilang gini bu 'titip salam buat camer' nah yang aku bingungin, camer itu apa?"

Sebelum menjawab ucapan Rere, ibu sempat tersenyum karena kepolosan Rere, lalu mengusap kepala bagian belakang Rere dengan lembut.

"Kamu yakin gak tau, kata camer itu apa?"

"Iya bu, Rere beneran nggak tau."

"Yang bilang titip salam buat camernya. Bagus atau Bagja."

"Dua - dua nya."

"Kalau di suruh pilih, kamu mau sampaikan salam siapa diantara mereka berdua."

"Jangan buat Rere pusing bu. Kalau di suruh pilih dadakan, Rere jadi kebingungan sendiri."

"Ya udah kalau gitu kamu mandi dulu sana. Belum mandi kan."

"Hehehe... ibu bisa aja."

"Udah keliatan soalnya."

"Hehehe, ya udah deh bu. Rere pamit mandi dulu ya."

"Iya, nanti abis mandi temenin ibu ya."

"Iya bu, siap."

Bergegaslah Rere pun pergi ke kamar nya. Bukannya ia segera mengambil pakaian atau handuk. Melainkan saat ini ia sedang merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

"Lelahnya tubuh ini. Coba aja bisa langsung tidur. Pasti akan hilang rasa lelahnya."

Kemudian ia pun langsung menutup matanya, ntah ia sedang bermimpi atau ini adalah sebuah kenyataan.

Tiba - tiba ia mendengar sebuah lagu.

"Jujur ku tak ingin engkau pergi

Tinggalkan semua usai di sini

Tak tertahan air mata ini

Mengingat semua yang t'lah terjadi

Ku tahu kau pun sama s'perti aku

Tak ingin cinta usai di sini

Tapi mungkin inilah jalannya

Harus berpisah ho oh ho."

Itulah sebagian potongan lagu yang di dengar oleh Rere. Kemudian Rere pun membuka matanya.

"Huh... lagu nya menyentuh banget sih. Apalagi ko gue langsung ke inget ya sama ucapan Bagus sama Bagja tadi. Mengenai Bagus yang udah punya cewek yang dia sukai."

"Bedanya lagu itu terjadi saat seseorang saling mencintai lalu tiba - tiba salah satu diantara mereka pergi tanpa ada sepatah kata perpisahan terucap dan tanpa tau penyebabnya."

"Kalau kisah gue sama Bagus kan hanya temenan ya. Kenapa bisa sama coba. Aneh nih pikiran gue, darimana bisa di anggap sama. Bukannya jelas - jelas ya, si Bagus ntar pergi karena udah punya orang spesial. Itu kan ada sebabnya."

"Tapi, kenapa gue jadi melow maksudnya sedih. Mungkin karena nanti gue sama dia nggak akan sedekat ini lagi. Terus dia pasti akan lebih sibuk sama pacarnya. Argh... ada apa sih sama diri gue. Nggak biasanya kaya gini. Bahkan saat si Bagus pergi beberapa tahun lalu juga gue biasa aja. Tapi kenapa sekarang malah kaya gini."

"Pikiran gue sepertinya harus di jernihin lagi deh biar nggak kaya gini. Lebih baik gue mandi dulu. Siapa tau setelah mandi pikiran gue jadi jernih."

Setelah itu Rere pun memutuskan untuk mandi. Namun, kenyataannya setelah ia selesai mandi jauh dari harapan.

Rasanya sungguh berbagai macam rasa. Namun, yang lebih dominan adalah rasa penyesalan.

Ya, saat ini yang di rasakan Bagus adalah penyesalan yang amat mendalam.

Seandainya waktu itu, ia tak pernah bilang kata bercanda. Mungkin saat ini Rere tak akan pernah meninggalkannya.

Namun, kenyataannya begitu membuat ia tersiksa. Rasa yang tak pernah dia ungkapkan dengan sungguh - sungguh. Harus sirna begitu saja saat undangan itu ia terima bahkan ada dalam genggamannya.

Jika saja setelah ia merobek undangan itu, ia bisa memperbaiki semuanya. Ia akan lakukan hal itu saat ini juga.

Tapi kenyataannya itu tak akan mengubah semuanya.

"Argh... kenapa Re, kenapa lo harus nikah sama orang lain sih. Argh... gue kembali lagi ke sini buat lo. Tapi apa yang gue dapat dari lo. Lo berikan kartu ini buat gue. Gue harus ketawa, tersenyum ikut bahagia dengan pernikahan lo. Lo salah besar Re, gue hancur bahkan sangat hancur. Kenapa lo setega ini, hah... gue benci keadaan ini. Argh..." Kata Bagus bahkan berteriak sangat kencang.

Jika ia mau, ia akan nagis detik itu juga. Tapi ternyata air matanya seolah tak ingin keluar. Ntahlah ia tak tahu kenapa hal itu bisa terjadi.

"Bahkan lo tau Re, air mata gue tak ada sedikit pun yang keluar. Walau kenyataanya gue ingin sekali mengeluarkan air mata. Gue benci sama diri gue sendiri. Karena sudah melakukan kesalahan yang begitu fatal. Sampai lo pergi ninggalin gue dan memilih orang lain. Jika gue bisa memutar waktu, gue ingin saat ini lo ada bersama gue."

Tiba - tiba sebuah ide yang cukup ekstrim pun muncul dalam benak Bagus.

"Apa gue gagalkan saja ya pernikahannya. Masih ada waktu juga kan."

"Sepertinya gue harus lakuin itu. Gue nggak mau kehilangan dia. Apapun yang terjadi Rere harus jadi milik gue."

"Ya, gue harus cari cara buat gagalin pernikahan itu."

"Gue gak mau kehilangan lo Re, sorry gue akan merusak pernikahan lo."

"Karena lo udah ambil hati gue tanpa lo sadari. Jadi lo harus mempertanggung jawabkan itu semua. Hehehe.."

Senyum yang di keluarkan Bagus merupakan senyum yang sulit untuk diartikan. Entah itu senyum kebahagian, kekecewaan, atau mungkin senyum licik yang menandakan bahwa ia akan menerima konsekuensi nya nanti.

Kemudian setelah itu, ia pun mulai membuang kartu undangan itu.

"Udangan ini hanya akan menjadi sebuah undangan dan tak boleh ada kelanjutannya. Bahkan acara itu harus berakhir sebelum di mulai." Kata Bagus yang entah kenapa menjadi berubah. Dengan kencangnya, ia pun melempar undangan itu ke sembarang tempat.

Lalu ia mulai melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam rumah dan bergegas memasuki kamarnya.

Tanpa menghiraukan ucapan dari ibunya sendiri yang terus memanggil dirinya.

"Gus... Bagus..." Kata ibunya Bagus berulang kali memanggil Bagus. Namun, tak ada satu pun yang di jawab oleh Bagus.

"Ada apa sih sama anak itu. Pulang - pulang dari tempat jauh selama tiga bulan. Sikapnya jadi aneh, tapi barusan kaya denger suara Rere. Harusnya kan tuh anak seneng ketemu sama Rere. Tapi, kenapa malah kaya gini ya." Kata ibu nya Bagus yang terheran - heran dengan reaksi Bagus.

Ya, selama ini ibunya Bagus mengetahui kalau anaknya itu menyukai Rere sejak pertama kali anak itu bertemu dengan Rere. Ia sudah merasa bahwa anaknya menaruh hati pada Rere.

Sampai pada akhirnya beberapa hari sebelum Bagus pamit untuk pergi selama tiga bulan. Anaknya itu memberitahu dirinya bahwa ia menyukai Rere.

Ada rasa senang saat tahu bahwa anaknya itu bisa se terbuka ini mengenai perempuan. Karena biasanya Bagus akan menutupi semua itu darinya.

Walau sebenarnya ia sudah mengetahui semua itu dari tatapan mata anak nya saat melihat Rere. Tapi rasanya memang berbeda jika mendengar langsung dari orangnya.

Kembali lagi pada Bagus yang kini sudah berada di kamarnya. Ia rebahkan tubuh lemas dan lelahnya itu ke tempat tidur.

Sekitar lima menit, ia kemudian duduk dan mengambil gitar miliknya.

Dengan asal ia pun mulai memainkan gitar tersebut sampai pada akhirnya ia menyanyikan lagu yang begitu sesuai dengan yang ia rasakan saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!