Lagu Galau

"Bua... hahahaha... Bua... hahahaha..." Suara tawa Bagus itu sungguh membuat Rere ingin sekali membungkam mulutnya detik itu juga.

Namun, Rere urungkan niat tersebut dengan bertanya pada Bagus.

"Lo kenape ketawa, hah. Ade yang lucu emangnye."

Awalnya Bagus menggelengkan kepalanya pada Rere. Sontak hal itu membuat wajah Rere terheran - heran sampai mengerutkan alisnya.

"Lo nggak..." Baru saja dua kata itu terucap dari bibir Rere.

Bagus malah langsung menganggukan kepalanya. Sambil berucap.

"Tentu saja gue ketawa seperti barusan pasti ada penyebabnya kali. Mana mungkin gue ketawa tanpa sebab."

"Syukurlah, gue kira lo sedikit miring."

"Mane ade kaya gitu. Em... ngomong - ngomong lo nggak mau tanya nih. Gue ketawa karena apa?"

"Sebenarnya gue penasaran sih, tapi gue takut lo nggak mau jelasin. Jadi lebih baik gue nggak tau aja."

"Sesimpel itu kah."

"Hem... mau gimana lagi."

"Nggak ada paksaan."

"Nggak."

"Padahal gue lebih suka di paksa apalagi di paksa sama lo."

"Maksud lo, gue harus tanya gitu. Lo ketawa karena apa?"

"Sepertinya tak perlu lo ulang kembali ko. Berhubung lo udah tanya barusan ke gue. Gue dengan senang hati menjawab ucapan lo."

"Sejak kapan sih, lagu barusan lirik nya berubah jadi jurig setau gue, lirik kata itu bukan jurig deh tapi setan." Kata Bagus melanjutkan ucapannya bahkan sampai menekan satu kata terakhir yang ia ucapkan.

"Ye... biasa aje kali bilang setannya. Apalagi mata lo sampai liat gue. Lo kira gue setan."

Baru saja Bagus akan menjawab ucapan Rere. Tiba - tiba terdengar suara.

Gue jadi pengen nyanyi deh. Spesial buat babang Bagus. Boleh kan gue nyanyi.

"Lo mau nyanyi lagu ape?"

"Lagu Galau."

"Gue nggak lagi galau. Spesial darimane?"

"Dengerin dulu napa, baru setelah itu lo boleh protes."

"Hem... ya sudah, lo nyanyi deh."

"Oke."

Seseorang itu pun kini mulai bernyanyi.

"Mau bilang cinta tapi takut salah

Bilang tidak ya (ya)

Mau bilang sayang tapi bukan pacar Tembak tidak ya (ya)."

Deg...

Bagai di hantam habis - habisan, Bagas hanya bisa terdiam saat seseorang itu menyelesaikan bernyanyinya.

"Hem... biasa aja kali responnya. Gue tau suara gue itu Bagus sampai kalian diam tak berkutik."

"Bener kan bro lagu yang gue bawakan itu pas banget momennya sama lo." Kata seseorang itu menepuk bahu Bagus sampai akhirnya dengan refleks Bagus langsung menjawab ucapannya.

"Iya lagu itu memang tak salah lagi. Sesuai banget sama yang gue rasain." Kata Bagus sambil melihat Rere dengan intens berharap Rere bisa langsung peka akan hal itu.

"Bentar, bentar jadi maksud lo Bagja, Bagus ini mau nembak seseorang." Kata Rere akhirnya bersuara. Dan ya, seseorang yang membawakan lagu Galau itu adalah Bagja teman mereka berdua lebih tepatnya teman dekat Bagas. Namun karena seringnya bertemu akhirnya Bagja pun menjadi teman Rere juga.

"Lo memangnya gak tau?" Bukannya menjawab ucapan Rere, Bagja malah bertanya balik pada Rere.

"Hem... gue memang gak tau. Tapi gue jadi inget kata - kata lo deh Gus yang tadi. Yang lo itu seolah - olah nembak gue. Sekarang gue simpulin, ternyata lo jadiin gue objek percobaan. Parah banget lo, kenapa nggak ngomong dari awal sih. Kalau mau nembak seseorang dan butuh gue yang gantiin seseorang itu." Kata Rere menjawab ucapan Bagja lalu berbicara pada Bagus.

"Gue kira lo bisa peka Re, tapi apa yang gue dengar. Lo malah simpulin kaya gitu. Gue nyesel banget bilang bercanda tadi." Kata Bagus berbicara di dalam hatinya.

"Ya begitulah, sorry udah buat lo tegang tadi." Kata Bagus yang tak punya pilihan lain selain ucapan itu yang bisa ia berikan pada Rere.

"Hem... gak perlu merasa bersalah. Jujur gue memang kesel sih karena lo nggak bilang dari awal. Hampir aja gue baper untung nggak jadi. Hehehe..."

"Oh iya, gue mau ingetin lo, kalau nanti lo udah jadian sama tuh cewek jangan sampai alami hal ini."

"Hal apa?"

"Gue nyanyiin lagu deh. Lo bisa di simpulin sendiri nanti."

"Baiklah."

Rere lalu menarik napas dan mengeluarkan nafas sebanyak tiga kali. Setelah itu ia mulai menyanyikan sebuah lagu.

Tanpa di minta, setelah Rere bernyanyi satu bait lagu. Bagus mulai memainkan gitarnya.

"Aku sedang bertanya-tanya

Tentang perasaan kita

Benarkah kita saling mencinta

Atau hanya pernah saling cinta

Bukankah kamu juga merasa

Dingin mulai menjalari percakapan kita

Pertanyaan kamu sedang apa

Terkesan hanya sebuah formalitas saja

Coba tanyakan lagi pada hatimu

Apakah sebaiknya kita putus atau terus

Kita sedang mempertahankan hubungan

Atau hanya sekedar menunda perpisahan."

"Udah, udah capek gue jadinya kalau terus nyanyi."

"Yey... baru juga bentar Re. Lanjut napa?"

"Gue rasa udah cukup, Ntar nih kalo lo udah jadian sama dia. Jangan sampai ngalami hal itu."

"Ya, semoga seperti itu."

"Em... gue langsung pulang ya. Udah sore juga, ntar nyokap nayariin gue. Dah..."

Tanpa menunggu jawaban dari Bagus atau Bagja Rere pun pergi meninggalkan mereka berdua.

Belum sampai tiga langkah Rere berjalan. Tiba - tiba Bagus langsung mengeluarkan suaranya.

"Re... tunggu."

"Ape sih?"

"Titip salam sama camer?"

"Camer?"

"Hem... udah bilangin aja. Jangan terlihat bingung kaya gitu."

"Gue harus bilang ke siapa? lagian apa itu camer. Sejenis makanan kah atau apa?"

Entahlah, Rere tiba - tiba jadi telat memahami maksud dari yang Bagus sebutkan itu. Bahkan saat ini ekspresi wajah nya sangat mendominasi ketidaktahuannya.

"Hadeh... kalau..." Baru saja Bagus akan menjelaskan ucapannya itu pada Rere.

Namun, tak jadi ia ucapkan karena tiba - tiba Bagja memotong ucapan nya itu.

"Udah Re, lo nggak perlu pusing. Sekarang nih, lebih baik lo pulang, terus bilangin ke nyokap lo ada salam dari camat eh maksud gue caman. Caman kan Gus, gue lupa soalnya." Kata Bagja.

"Hem... iya Re, lo bilang gitu aja. Atau mau gue anterin pulang, biar sekalian caman sama camer bisa lebih akrab karena sering ketemu."

"Gue kalau lama - lama di sini, bisa - bisa ngalami depresi mendadak. Apa coba camer sama caman itu? bikin gue puyeng. Udahlah gue mau pulang. Dah..."

"Tapi Re, lo jangan lupa salamin ya. Awas kalau sampai nggak, ntar apa kata camer kalau sampai liat caman nya tidak sopan. Iya kan Bag."

"Hem... iya Gus, itu benar sekali."

"Terserah lah, gue puyeng. Camer sama caman itu apaan lagi. Udahlah gue nggak mau ambil pusing. Nikmatin saja ke bersamaan kalian. Tapi, ingat ya jangan sampai orang kira kalian berdua gay. Apalagi sampai tak mau di lepas pegangan tangannya. Hahahaha..."

Bagus dan Bagja kemudian saling pandang. Setelah itu, Bagja langsung bertingkah genit pada Bagus. Membuat Bagus bergidik ngeri bahkan ia hampir mau kabur dengan lari terbirit-birit.

Selian itu Bagus pun baru menyadari bahwa tangan nya sedang di genggam oleh Bagja. Dan kini genggaman tangan itu semakin erat. Sungguh buat shock bukan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!