Di sisi lain, Nyonya Waltons dan Ayna pun langsung pergi dari restoran dan berpisah begitu tiba di depan hotel.
Awalnya, Ayna ingin langsung pergi dari hotel itu, tetapi dia tiba-tiba teringat akan pesan yang masuk ke ponselnya dari pengirim anonym.
Untuk beberapa saat, Ayna masih berdiri di depan hotel dengan penuh keraguan, antara ingin tetap menunggu atau pergi saja tanpa membuktikan apa pun tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh pacarnya.
Ayna menarik nafas dalam-dalam, lalu bergumam pada dirinya sendiri. “Entah lelucon atau bukan, aku pun sudah terlanjur ada di sini. Jadi, tidak ada salahnya menunggu sebentar lagi.”
Sesaat setelah meyakinkan dirinya, netra Ayna menangkap sosok Darren Nillson keluar dari sebuah mobil, lalu membukakan pintu mobil tersebut.
Detik berikutnya, Darren dengan sikap gentle layaknya pangeran dari negeri dongeng menyambut tangan seorang wanita yang keluar dari mobil pribadinya.
Kemudian, Darren pun menggandeng mesra wanita berambut pendek yang mengenakan pakaian kekurangan bahan.
Ayna menggertakkan giginya, menahan geram dan mencoba mengendalikan emosinya agar tidak meledak saat itu juga.
Lebih tepatnya, dia mencoba menahan diri agar tidak langsung membunuh kedua pasangan haram itu di tempat.
“Darren!” Ayna memanggil sang kekasih dengan suara pelan, tetapi siapa pun tahu ada amarah yang tersirat di sana.
Mendengar namanya disebutkan oleh suara yang tak asing baginya, Darren langsung tercegat sehingga wanita yang dia gandeng dengan mesra juga turut berhenti melangkah.
Darren langsung menoleh ke sumber suara dan dia benar-benar membeku ketika mendapati Ayna sudah berdiri di hadapannya dengan ekspresi dingin.
Dalam sekejap, Darren seolah-olah bisa melihat kematiannya di dalam netra Ayna.
Segera tersadar, Darren berusaha bersikap tenang. Bahkan, dia seperti tidak memperdulikan bagaimana Ayna menatapnya saat berbisik di dekat daun telinga wanita yang menempel di sisinya seperti prangko. “Masuklah dulu, aku akan segera menyusulmu.”
Kemudian, dia menjauhkan tangannya dari pinggang mungil wanita itu.
“Siapa dia? Kenapa kita tidak masuk bersama?” Seolah-olah tidak menyadari bahaya yang akan datang dari Ayna, wanita itu malah semakin bergelayut manja di lengan Darren.
“Masuk dan persiapkan saja dirimu untuk dipersembahkan padaku ” Darren kembali berbisik dengan lebih sensual hingga membuat Ayna semakin jengah.
Jika tidaj mengingat mereka saat ini sedang berada di tempat umum, Ayna pasti sudah menguliti kedua makhluk tercela yang tidak punya urat malu itu.
Tidak ingin membantah, wanita yang berpakaian kekurangan bahan itu pun berlalu pergi dari hadapan Darren.
Bahkan, dia dengan sengaja berlenggak-lenggok ketika berjalan, membuat Ayna hampir kehilangan kesabarannya ingin sekali menendang tubuh wanita itu sampai bengkok.
Setelah wanita simpanannya menghilang dari pandangannya, Darren pun berjalan menghampiri Ayna dengan tampang dosa.
“Ayo, kita bicara di dalam.” Darren dengan lembut membujuk Ayna karena khawatir sang kekasih akan mengamuk dan membuatnya malu di sana.
Meski sudah terbakar api amarah dan hampir meledak, Ayna masih bisa berpikir dengan jernih untuk tidak mengamuk hingga membuat dirinya malu dengan menjadi tontonan bagi semua orang.
“Ikut aku,” kata Ayna sembari berjalan lebih dulu memasuki lobi hotel.
Darren hanya bisa menghela nafas pasrah, sebelum akhirnya dengan patuh mengikuti Ayna.
“Jelaskan apa yang terjadi!” Ayna langsung menuntut penjelasan pada Darren begitu duduk di café yang sebelumnya dia masuki bersama Nyonya Waltons.
***
Setelah kepergian Ayna dan Nyonya Waltons, Adam langsung mengambil tempat duduk di sudut ruangan, tempat biasa dirinya dan sang paman duduk setiap kali mereka bertemu di sana.
“Kau mencoba menjodohkan aku lagi, Paman?” Dengan raut wajah tak senang, Adam langsung bertanya begitu dirinya duduk di depan Austin—sang paman yang begitu mengkhawatirkan perihal pendamping hidupnya.
Padahal, dia sendiri hidup tanpa pendamping pada usia yang sudah melewati setengah abad.
“Tidak dan iya,” sahut Austin, lalu dia menambahkan dengan acuh tak acuh. “Sama sepertimu, aku juga tidak dibiarkan lewat saat berada di depan Nyonya Waltons.”
Memang benar, Austin tidak berniat menjodohkan Adam karena tahu bagaimana keras kepalanya sang keponakan.
Hanya saja, saat mendengar Nyonya Waltons menyebut perihal Adam mungkin saja berjodoh dengan putri sulung wanita tua sosialita itu, Austin menjadi sedikit tertarik.
Tidak ada salahnya mencoba, bukan?
Mendengar penjelasan pamannya, Adam hanya memutar bola matanya dengan jengah tanpa mengatakan apa pun lagi.
“Kau terlihat tidak peduli ketika Nyonya Waltons menunjukkan foto putrinya,” kata Austin sambil mengangkat gelas kopinya dan menipu uap yang mengepul di atas gelas, tatapannya tertuju pada sang keponakan saat kembali berkata, “Tapi tatapanmu tampak berbeda saat menatap Nona Maurice, mungkinkah kau menyukainya?”
Uhuk … uhuk … uhuk ….
Kata-kata yang Austin ucapkan dengan tampang tanpa dosa membuat Adam tersedak kopi yang baru saja ditenggaknya, dia pun memelotot tak senang pada sang paman.
“Aku menyukainya?” Ekspresi Adam semakin tak sedap dipandang, dia meletakkan gelas kopinya dengan kasar ke atas meja seolah-olah sedang melampiaskan amarah yang membuncah di dalam dada. “Daripada menyukainya, aku lebih ingin mencekiknya sampai mati.”
Austin tentu saja terkejut melihat perubahan emosi pada diri Adam, terlebih saat mendengar penuturan sang keponakan.
Dia pun meletakkan gelas kopinya ke meja dan menatap sang keponakan dengan alis berkerut dalam. “Kenapa?”
“Dia itu wanita gila!” gerutu Adam.
Mengingat bagaimana dia dituduh sebagai orang mesum oleh Ayna, Adam benar-benar kesal hingga rasanya dia ingin menelan wanita itu bulat-bulat.
“Gila?” Alis Austin semakin berkerut dalam, dia benar-benar heran dengan kekesalan sang keponakan yang entah datang dari mana.
Austin juga merasa heran karena selama ini Adam sangat jarang menunjukkan emosi atau perasaan pada siapa pun, termasuk pada dirinya sebagai paman yang membesarkan pria itu sejak balita.
“Ya, dia benar-benar gila,” gerutu Adam, “Aku jadi terlihat seperti orang mesum karena wanita itu,” imbuhnya dengan tampang kesal.
“Orang mesum? Siapa?” Austin menunjukkan raut wajahnya yang terlihat semakin keheranan.
“Aku,” dengus Adam.
“Hah?” Austin melongo tak percaya.
Detik berikutnya, Austin berusaha menahan tawa saat kembali berkata, “Aku tidak menduga kau menyukai hal seperti itu.”
“Bukan aku menyukai hal menjijikkan seperti itu, tapi aku dituduh mesum karena wanita gila itu,” sahut Adam masih dengan tampang kesal di wajahnya.
Austin terlihat menahan tawanya saat bertanya dengan rasa ingin tahu. “Bagaimana kejadiannya?”
Adam mendelik kesal. “Aku tidak tahu, tapi dia bilang bisa mengenali orang mesum.”
“Bisa mengenali mereka?” tanya Adam dengan alis yang terangkat sebelah.
Adam tidak menjawab atas pertanyaan pamannya, dia justru berbalik bertanya. “Kenapa dia melakukan itu padaku?”
“Entahlah.” Austin mengedikkan kedua bahunya. “Minum dulu,” imbuhnya sembari mengangkat gelas kopi Adam dan memberikannya kepada sang keponakan.
Adam tidak menolak pemberian Austin dan langsung menenggak minumannya dengan sekali tegukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Erly Hafidz
sama pamannya aja mateng
2023-09-30
1