...Aku memang tidak baik, tapi aku juga tidak buruk. Cukup orang yang menyayangiku yang mengerti bagaimana aku, dan kamu bukan bagian dari mereka....
...🌺🌺🌺...
Hingga selesai aku mencuci mangkuk, terdengar suara motor paman datang, sebenarnya ini sudah sore, aku sudah ingin berpamitan tapi rasanya tidak sopan kalau masih ada tamu.
Akhirnya aku memutuskan untuk bermain dengan duo bocil sambil menunggu tamunya pulang.
Meskipun bersekat dinding dari triplek, tetap saja aku bisa mendengarkan percakapan mereka.
Paman terdengar begitu akrab dengan tamunya itu, jelas bukan pelanggan karena paman tidak menyuguhnya dengan bakso.
"Bagaimana kabar papa kamu, sehat kan?"
"Alhamdulillah sehat, paman. Papa juga titip salam buat paman dan bibi."
"Sudah lama kamu pindah ke sini?" tanya paman.
"Baru satu Minggu, paman!"
"Trus tinggal di mana?"
"Rencananya mau tinggal di dekat-dekat sini saja sih paman."
"Sudah dapat tempatnya?'
"Masih proses cari, untuk sementara ini tinggal di kontrakan teman."
"Kenapa nggak di sini saja? Bibi kamu pasti juga senang kalau ada kamu."
"Rencananya kemarin sih gitu paman, tapi ternyata teman ada yang nawari kebetulan kontrakannya kosong. Sekalian suruh jagain selama di tinggal study tour."
Akhirnya rasa penasaran menarikku untuk melihat siapa sebenarnya tamu paman Hari itu, sepertinya bukan tamu biasa yang kebetulan mampir.
"Maaf ya Di, bibi tangannya masih kotor!" teriak bibi dari dalam sambil melongokkan kepalanya hingga terlihat dari depan.
Entah sejak kapan bibi kembali lagi ke belakang, mungkin setelah paman datang tadi.
"Iya nggak pa pa, bi! Lagian Ardi tadi kan memang cuma kebetulan lewat, sudah lama nggak ketemu sama paman!"
Suara itu ......
Lagi-lagi suara itu membuatku semakin penasaran saja, aku pun berdiri dan pura-pura menemui bibi.
Entah kenapa aku merasa kenal dengan suara pria itu, seperti pria itu adalah pria yang beberapa waktu lalu menghabiskan begitu banyak waktu dengan ku.
Itu beneran pak Ardi, jadi pak Ardi kenal sama paman dan bibi?
Aku terpaku membuat pak Ardi menoleh ke arahku dan dengan cepat aku duduk berjongkok menghadap bibi.
"Ada apa Na?" tanya bibi Nur.
"Ahhh nggak pa pa bi, cuma mau bantu aja." aku segera beralasan.
"Kebetulan sekali, tangan bibi kotor, tolong kamu buatkan semangkuk bakso untuk keponakan paman ya!"
Yang benar saja, aku sudah susah payah menghindar dan bibi malah menyuruhku. Ini benar-benar senjata makan tuan namanya.
"Iya bi!"
Dan itu jawaban yang bisa aku berikan. Mana mungkin aku menolaknya dengan alasan dia guru BK di sekolahku.
Aku terpaksa meletakkan kembali centong adonan yang hendak aku gunakan untuk membantu pekerjaan bibi, dan dengan semangat empat lima aku harus bisa mengalahkan keraguanku.
Aku sudah terlatih meracik bakso, mulai dari porsi kecil hingga porsi besar lebih tepatnya paman dan bibi sudah pernah mengajariku, ya pasti bisa lah aku.
Empat bakso kecil dengan satu bakso besar ditambah sayuran, tahu putih, siomay dan siomay goreng, dua centong kuah dan bakso sudah bisa di nikmati.
Langkahku melambat saat harus bersitatap dengan pria yang bersama dengan paman Hari, bukan wajahnya yang aku ingat, tapi seragam yang dia kenakan masih sama.
"Silahkan baksonya, pak." ucapku berusaha bersikap biasa saja.
"Loh kamu bukannya_?"
"Iya pak," jawabku dengan cepat. Hahh ..., sebentar lagi pasti paman Hari juga akan tahu kalau aku suka nunggap SPP di sekolah.
Ngomong-ngomong soal SPP, aku hampir lupa. Satu Minggu lagi dan sampai sekarang aku belum mengatakannya pada ibu.
"Nah dia namanya Zanna, dia rumahnya tidak jauh dari sini, dia sering datang ke sini buat bantu paman sama bibi!" ucap paman Hari memperkenalkan aku dengan pak Ardi.
Aku hanya bisa tersenyum dan meletakkan semangkuk bakso di depan pak Ardi, aku tahu pak Ardi saat ini sedang menatapku dengan tatapan yang sulit untuk aku artikan, mungkin sebuah kesialan bertemu dengan ku untuk kedua kalinya. Seorang anak murid yang banyak sekali melakukan pelanggaran, pasti sudah sangat menggangu.
"Mari pak! Saya permisi dulu!" aku sudah tidak sabar untuk pergi, menurutku pembicaraan mereka bukan urusanku. Dan tidak baik kan menguping pembicaraan mereka. Lagi pula kami sudah tidak punya urusan lagi.
"Tunggu," ucap pak Ardi membuat langkahku terhenti, aku pun kembali berbalik dan teranyar dia masih menatapku, dia sepertinya sedang memperhatikan aku.
Heeee, GeEr kali ya aku, tapi entahlah aku rasa seperti itu, entah apa yang membuatnya tertarik untuk memperhatikan aku.
"Jangan dulu, duduklah dulu kita ngobrol, bukankah kalian satu sekolah?" ucap paman Hari,
Jadi paman Hari tahu ....
Paman Hari pun menujuk bangku kosong yang ada di antara mereka, di antara meja panjang itu ada beberapa bangku, sekitar lima bangku di sisi kanan dan lima bangku di sisi kiri. Di kedai itu hanya ada dua meja panjang dengan masing-masing meja di kelilingi sepuluh kursi plastik berwarna biru kombinasi hitam yang bagian atasnya bisa di putar tanpa sandara punggung.
"Tidak paman, saya harus segera pulang, pasti ibu sudah menunggu. Rara dan Riri juga waktunya mandi!"
Rasanya akan sangat aneh bila duduk bertiga dengan aku yang menjadi pusat perhatian mereka. Aku tidak tahu apa yang sudah mereka bicarakan sebelumnya, tapi aku juga tidak ingin tahu kelanjutannya. Masa bodoh mereka akan bicara apa.
"Ayo duduklah sebentar, nanti biar paman yang bicara sama ibumu!" perintah paman yang terdengar memaksa, paman Hari sampai menggeser bangku yang tidak jauh dari dudunya berhadapan dengan pak Ardi. Aku pun terpaksa ikut duduk, tidak mungkin aku menolaknya lagi.
Aku pun terpaksa duduk, meskipun sangat tidak nyaman.
"Kenalkan ini keponakan paman, mananya Ardi, dia sebelumnya tinggal di Surabaya!" paman memperkenalkan pak Ardi padaku. Mana aku peduli, nanti juga lupa.
"Dan ini Zanna ini anak yang sangat baik, dia sudah kami anggap seperti putri kami sendiri, empat bersaudara, satu kakak laki-laki dan dua adik perempuannya kembar yang di luar itu!" ucap paman Hari memperkenalkan aku pada pak Ardi yang mungkin juga tidak peduli.
Hehhhh ....., rasanya aku ingin segera kabur saja.
"Kami sudah bertemu kok paman di sekolah, Zanna ini anak yang baik, rajin juga!" puji pak Ardi sambil tersenyum padaku.
Aku cukup terkejut, aku kira dia akan pura-pura tidak mengenaliku tapi ternyata ....
Tapi aku juga muak mendengar pujian itu, jelas itu berbanding terbalik dengan kenyataannya.
Teringat bagaimana pertemuan kita tadi pagi. Aku bukan anak yang baik pasti di matanya, hingga ia menyindirku begitu.
"Oh jadi kalian sudah saling kenal, baguslah kalau begitu,"
"Ya begitulah paman. Zanna ini salah satu siswi yang mungkin akan sering Ardi temui di sekolah!" pak Ardi masih sambil tersenyum yang aku tahu apa arti senyuman itu.
"Wahhh, kebetulan yang sangat kebetulan ya! Karena Zanna pasti sangat pintar ya di sekolah."
Ihhhh, paman percaya-percaya aja sih sama ucapan pak Ardi. Bikin malu saja.
Aku pun memilih berdiri untuk berpamitan.
"Maaf paman, saya harus pulang, ibu pasti sudah mencari kami. Saya permisi!" ucapku dan dengan cepat berbalik meninggalkan mereka.
Aku segera menghampiri Rara dan Riri untuk mengajak mereka pulang. Aku sampai lupa tidak berpamitan dengan bibi karenanya.
Bersambung
Jangan lupa untuk kasih dukungan untuk author dengan memberikan like dan komentarnya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar tambah semangat nulisnya
follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Peni Mardianti
itu namanya pujian bermakna sindiran 😅😅😅
2023-07-11
0
Pujiastuti
jadi malu ya Zanna kalau sampai paman tahu apa yang dikatakan pak Ardi kebalikannya 😁😁🤭🤭🤭
lanjut kak semangat 💪💪💪
2023-06-07
0
sitimusthoharoh
pujianmu itu lo pak buat zanna .......... wkkwkwkwkwkkwkwk
lanjut
2023-06-07
0