Siang harinya, puluhan kantong belanjaan berisi barang-barang mewah dan bermerk mulai dari pakaian, sepatu, tas, perhiasan dan aksesoris mulai berdatangan ke kantor Lana.
Seisi kantor dibuat heboh dengan barang-barang branded yang membanjiri kantor mereka itu.
“Lo habis ngapain sih, Lan? Sampai dapet jackpot sebanyak ini?” tanya Anton penasaran.
“Ini sepatu Nine West keluaran terbaru yang katanya cuman ada lima pasang di dunia. Kemarin gue lihat dipakai juga sama Paris Hilton di sosmednya.” Ujar Lisa sambil mengelus-elus sepatu yang baru saja ia keluarkan dari kardusnya itu.
“Iya nih, mana bagus-bagus dan mahal-mahal lagi. kalau ada yang ngga lo suka, gue mau kok jadi tong sampah lo.” Goda Tantri.
Maya menyenggol bahu Lana supaya ia berbesar hati menerima pujian teman-temannya dan merasa bangga karena menjadi wanita yang dipillih oleh seorang Virsa.
Bukannya senang, Lana malah semakin kesal. Ia memesan taksi online dan membawa semua barang belanjaannya ke salah satu hotel yang ditinggali Virsa saat ini.
“Eh, Lan, lo mau kemana sih? Udah dong, jangan cari masalah. Terima aja yah?” bujuk Maya ketika Lana mulali mengangkuti barang-barang pemberian Virsa satu per satu.
“Lo udah lakuin tugas lo sebagai bos MWA dengan baik, Kak. Sekarang giliran gue ngurusin hidup gue sendiri.”
Brak! Lana membanting pintu taksi onlinnya tepat di hadapan Maya. Meskipun kesal diperlakukan tidak sopan oleh stafnya, tapi kali ini Maya tidak punya pilihan selain membiarkan gadis itu berbuat sesukanya. Bagaimanapun juga, ialah yang menyebabkan semua kekacauan ini.
******************
Maya tiba di lobi dan meminta bantuan seorang bell boy untuk membantunya membawa barang-barangnya ke kamar Virsa.
Mereka menaiki tiga puluh lantai untuk sampai di presidential suite pribadi milik Virsa. Lana meminta bell boy untuk meninggalkan semua barangnya di depan pintu agar ia bisa leluasa bicara secara pribadi dengan Virsa.
Lana membunyikan bel dan tak selang lama, Virsa membukakan pintu dengan mengenakan kemeja yang masih belum dikancingkan karena buru-buru. Lana bisa melihat dengan jelas deretan roti sobek yang berjajar di perut Virsa. Dan juga dadanya yang bidang dan kekar, dada pria idaman yang selalu Lana impikan.
“Mau ngapain lo kesini?”
Tidak seperti sebelumnya, kali ini Virsa menggunakan bahasa santai terhadap Lana. Tapi Lana sedang tidak berniat meladeninya, jadi ia tetap bersikap sopan layaknya seorang klien yang harus ia layani dengan baik.
“Maaf, Pak. Saya datang untuk mengembalikan barang-barang anda, karena sepertinya anda salah kirim.”
Virsa menghembuskan nafas kasar, lalu membukakan jalan untuk Lana.
“Masuk!” perintahnya.
Lana memberanikan diri masuk, lalu duduk di salah satu sudut sofa yang ada di kamar mewah Virsa.
“Lo yang datang buat nyerahin diri dan sekarang lo juga yang datang buat melarikan diri. Sebenernya mau lo apa sih?”
“Maksud Bapak apa? Resume yang Kak Mai itu adalah murni kemauan Kak Mai sendiri.”
“Jadi lo dateng buat nunjukin kalau kalian Cuma agen gadungan yang banyak menipu klien?”
“Bukan begitu. Tapi –“
“Atau lo mau ngejelasin kalau lo bisa bertanggung jawab atas kesalahan bokap lo dengan cara lain? Sini biar gue denger!”
Deg! Lana terperanjat mendengar penuturan Virsa. Ia tidak menyangka bahwa Virsa sudah tahu siapa dia sebenarnya.
“Jadi Anda sudah tahu kalau saya -?”
“Anak pemabuk yang ngebuat gue cacat kaya gini.” Potong Virsa
Lana yang awalnya berniat protes habis-habisan atas keputusan Virsa, sekarang malah terdiam seribu bahasa. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa dan bagaimana harus keluar dari situasi mencekam ini.
“Jadi lo dateng kesini dengan berfikir kalau gue bener-bener mau nikahin elo karena cinta? Hahaha...” Virsa menertawakan keluguan Lana. “Jangan mimpi!”
Sekarang giliran Lana yang panik dan merasa sesak nafas mendengar pernyataan Virsa.
“Gue sedang ngeberi elo kesempatan buat menebus dengan cara lain selain penjara. Ato lo bisa pilih jalan lain, kembaliin penglihatan gue seperti semula. Karena kalau lo bisa ngelakuin itu, gue bakalan lupain semua kesalahan bokap lo ke gue.”
Lana meremas dadanya yang kian terasa panas dan sesak. Ia tersudut di ujung jurang sekarang. Ia berharap seseorang akan datang dan menyelamatkannya seperti di film-film. Tapi detik demi detik berlalu dan harapannya tak kunjung menjadi nyata.
“Sori, gue ngga punya banyak waktu buat ngeladenin elo. Sekarang terserah lo mau gimana. Waktu lo cuman tinggal dua hari.”
Virsa menelepon Rizal dengan bantuan aplikasi pintarnya dan tak lama kemudian, Rizal datang untuk membantu Virsa merapikan diri dan pergi meninggalkan Lana yang masih mematung di dalam kamar hotelnya begitu saja. Mereka bahkan membiarkan pintu hotel itu dalam keadaan terbuka seakan mempercayakan seluruh isinya kepada Lana.
Ketika sadar dari lamunannya, Lana jadi bingung sendiri bagaimana harus memperlakukan barang-barangnya dan dimana ia harus menyimpan kunci kamar Virsa. Lana akhirnya berjongkok di lantai sambil menangis di dalam dekapan tangannya yang masih memegang kunci kamar Virsa. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana menghadapi Virsa.
“Maaf, Mbak. Apa Mbak masih mau tinggal disini?” tanya salah seorang petugas hotel kepadanya.
Lana menggeleng. “Ngga kok. Saya sudah mau pergi.”
“Kalau begitu biar bell boy kami akan membantu anda membawa barang-barang anda kembali.” Ujar petugas hotel wanita itu dengan ramah.
Bak kerbau dicocok hidung, Lana hanya menurut saja apa yang petugas hotel itu katakan kepadanya. Lana kemudian menitipkan kunci kamar Virsa ke resepsionis dan ternyata sebuah mobil sudah menunggunya di depan lobi. Pengemudi itu bahkan membantu Lana memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi, lalu mengantarnya dengan sangat hati-hati kembali ke rumah.
Ketika sampai di depan gang rumahnya, pengemudi itu membantu Lana membawa barang-barangnya masuk hingga ke dalam rumah yang sedikit masuk ke dalam gang tanpa diperintah. Ketika Lana hendak memberinya uang, pengemudi itu menolak.
“Loh, kok ngga mau dibayar, Pak? Ini ongkos taksinya.”
“Maaf, Non. Tapi saya bukan sopir taksi.”
Lana kembali mengingat-ingat dan ternyata benar. Ia ingat betul bahwa ia bahkan belum sempat memesan layanan taksi online tadi.
“Lalu Bapak ini siapa? Dan darimana tahu alamat saya?”
“Saya sopir kantornya Den Virsa, Non. Den Virsa yang meminta saya menjemput Non Lana di lobi lalu mengantar sampai ke dalam rumah.”
“Oh, makasih ya pak?”
Sekarang Lana tidak tahu harus marah atau berterima kasih kepada pria menakutkan itu.
********************
“Lana, darimana kamu dapat barang-barang bagus seperti ini, Nak?” Bu Rida membuka isi kantong belanjaan Lana satu per satu.
“Ada orang kaya yang suka dan ngelamar Lana dengan ini, Bu. Dia ingin segera menikahi Lana. Lalu Lana harus gimana?”
“Siapa pria itu?”
“Namanya Virsa, Bu. Dia buta dan dia bilang dia butuh bantuan Lana. Apa yang harus Lana lakuin, Bu? orang itu mengingatkan Lana pada orang yang ditabrak sama Bapak, Bu dan Lana ngga tega ngelihatnya. Lana kasihan sama dia, Bu.” Lana mulai menangis
Bu Rida mendekati lalu memeluk tubuh putri kecilnya itu. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia memiliki firasata buruk tentang ini. tapi sebagai seorang ibu yang tulus mencintai putrinya, Bu Rida ingin memberikan Lana kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Ia hanya harus mendoakan yang terbaik bagi Lana.
“Apa kamu mencintai orang itu, Lana? Jika itu hanya sebatas rasa iba, ibu mohon jangan lakukan!”
*****************************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments