Semua tim Mayaka Weding Agency (MWA) menyebar di berbagai tempat untuk menemukan mangsa secepa mungkin. Mulai dari tempat nongkrong cewek-cewek sosialita, salon kecantikan, kampus elit, tempat nge-gym sampai pusat perbelanjaan paling populer di kota.
Tapi sampai hampir pukul delapan malampun, tak banyak yang bisa mereka kumpulkan.
Maya mulai menyeleksi foto dan data yang sudah berhasil masuk tapi semuanya belum mendekati kriteria. Ada yang berat dan tingginya sudah sesuai tapi wajahnya ketus dan pipinya chubby. Ada yang suka olahraga dan bela diri, tapi usianya masih delapan belas tahun dan rambutnya pendek. Ada juga yang berat dan tingginya ideal, rambut panjang, tapi jarang tersenyum, lebih banyak manyun dan merengek layaknya anak mami.
“Aaaaaaargh! Susah banget sih yang diminta. Mana ada coba cewek yang kaya gitu? Dia pasti kebanyakan ngayal atau cuma denger cerita tentang artis.” Maya mengobrak-abrik berkas yang menumpuk di mejanya karena kesal.
“Mana artis yang mandiri dan ngga suka ngeluh, suka olahraga dan pandai bela diri?” balas Lana
“Bener juga! Jadi kesimpulannya cuma ada satu, dia halu.”
Lana menggeleng, “Ada satu lagi, dia sengaja menguji kita dengan hal yang mustahil.”
“Oh my God! Kita mesti gimana sekarang? Kredibilitas kita sebagai biro jodoh bakal dipertanyakan kalau Virsa sampai lolos. Tapi mustahil juga memenuhi permintaan dia dalam waktu sesingkat ini.” keluh Maya.
“Harusnya dari awal Kak Mai ngga ngambil resiko dengan menerima klien kelas hiu kaya dia.”
“Jadi gimana?” tanya Maya putus asa
“Kita harus mencoba sampai akhir kan?” tanya Lana memastikan.
Maya mengangguk. “Harus!”
“Kalau gitu, kita harus coba temui Dini. Meskipun ngga sempurna, tapi dia adalah satu-satunya kandidat yang paling mendekati kriteria yang kita punya saat ini.”
“That’s right! Kita harus coba segala macam cara. Lets go!”
*****************
Mereka sudah tiba di sebuah rumah di kawasan perumahan yang mayoritas dihuni karyawan salah satu perusahaan BUMN ternama. Rumah itu memiliki halaman yang ditumbuhi rerumputan yang menghijau dan terawat dan dibiarkan terbuka tanpa pagar. Tidak seperti rumah-rumah lain yang dipagari kokoh dan tinggi demi alasan keamanan.
Mereka memarkir mobil lalu membunyikan bel rumah bernomor tujuh puluh itu.
Seorang wanita akhirnya keluar dengen mengenakan setelah kaos dan celana hotpant berwarna putih setelah mereka bel berdering dua kali berturut-turut.
“Maaf, apa benar ini rumahnya Dini Dinata?” tanya Lana
“Iya, saya. anda siapa?”
“Perkenalkan, saya Maya dari MWA, dan ini Lana, staff saya.” jawab Maya sambil mengulurkan tangan kepada Lana.
Mereka akhirnya masuk dan bicara panjang lebar tentang maksud dan tujuan kedatangannya malam itu.
“Hah?! Anda mau menjodohkan saya dengan pria buta?” cibir Dini sinis. “Jadi karena itu anda sampai jauh-jauh mendatangi saya seperti ini?”
“Bukan begitu maksud kami, Mbak. Mbak Dini tahu kan siapa Pak Virsa?”
“Sehebat apapun dia, saya ngga sudi menikahi pria buta. Saya yakin semua klien wanita anda juga begitu. Sampai anda kelabakan seperti ini. iya kan?”
Maya menghirup nafas dalam-dalam demi menjaga kewarasan dan kesabarannya. “Jadi anda tidak ingin memikirkannya lagi?”
“Nggak. Anda boleh pergi sekarang. Dan saya akan langsung memblacklist agensi anda dari daftar saya karena kinerja anda yang mengecewakan seperti ini. harusnya anda tidak menerima klien yang cacat karena akan merugikan klien lainnya.” Dini sudah membanting pintu sebelum sempat menjelaskan lebih detail.
“Sabar....” bujuk Lana sambil membawa Maya kembali ke dalam mobilnya.
“Karir gue bakalan hancur gara-gara hiu ini, Lana! Lo dan Dini bener, gue mestinya ngga nerima klien cacat sejak awal. Tadinya gue pikir gue bakal berhasil dan MWA bakalan naik daun. Gue pengen Lila bisa nikahin tungangannya, Anton bisa membelikan ranjang bayi buat calon anaknya, dan Tantri membeli rumah baru dan pindah dari rumah mertuanya yang galak dan cerewet.”
“Tapi lo bukan sinterklas, Kak. Jadi jangan muluk-muluk ngayalnya!” ledek Lana sambil tersenyum.
Dan entah kenapa senyum itu mengganggu pikiran Maya.
Mereka akhirnya berpisah setelah Maya menurunkan Lana di depan gang menuju kontrakannya.
“Ati-ati pulangnya. Lepasin aja yang sulit digenggam. Teri yang kecil tapi banyak juga layak ditangkap kok..”
Dan lagi-lagi tatapan dan senyuman Lana mengganggu Maya.
“Ada apa dengan tu anak?” gumam Maya sambil bergidik ngeri.
******************
Keesokan paginya, Maya datang lebih pagi dengan membawa sekantong belanjaan yang langsung ia serahkan kepada Lana.
“Apa ini?”
“Hadiah. Buruan pake! Kita harus segera menemui hiu kita.”
Lana tidak menyangka bahwa Maya akan bisa merelakan Virsa dengan begitu mudahnya. Semalam ia tampak kusut seperti rambut Anton, tapi pagi ini ia sudah sumringah seakan semua baik-baik saja.
Lana bergegas kembali ke ruangan Maya setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang Maya belikan. Lana mondar-mandir di depan cermin yang ada di ruangan Maya. Ia merasa tidak percaya diri mengenakan dress berwarna pink itu untuk bekerja.
“Perfect!” puji Maya.
Mereka kemudian berangkat untuk menemui Virsa di salah satu resto yang sudah mereka sepakati.
“Kak, lo yakin ngga papa? Bukannya semalem lo sedih banget karena kehilangan klien VVVVIP lo?”
“Kan lo sendiri yang bilang teri yang kecil dan banyak juga layak untuk ditangkap.” Maya tersenyum setelah mengulang nasihat Lana semalam. “Btw, setiran lo makin alus, Lan.”
“Makasih, Kak. Kalau bukan karena lo yang ajarin, mungkin sampe sekarang gue ngga bakalan bisa nyalain mobil.”
******************
Ketika Lana dan Maya tiba, Virsa sudah menunggu mereka di sebuah kursi di sudut ruangan dengan Rizal yang selalu setia berdiri di sampingnya.
Tiba-tiba saja jantung Lana berdegup kencang ketika semakin mendekati Virsa. Meskipun hanya duduk sambil menatap kosong, pria itu terlihat sangat tampan dan mempesona. Wajahnya tegas, alisnya tebal, matanya kecil tapi tajam, bibir tebal dan rambut jabrik pendek yang meskipun terkesan berantakan tapi sangat berperan dalam menambah kadar ketampanan seorang Virsa. Kalau saja mata keabuannya bisa melihat, maka Lana akan menobatkannya sebagai makhluk tuhan paling sempurna.
“Anda sudah datang?” tanya Virsa ketika Maya dan Lana mendekat.
“Anda tahu kami datang, Pak?” tanya Maya ramah.
“Annick Goutal Eau d’Hadrien.” Tebak Virsa tentang aroma parfum yang Maya kenakan.
“Wow! Bagaimana mungkin anda tahu jenis parfum yang saya pakai?” puji Maya kagum dengan ketepatan tebakan pria buta di hadapannya itu.
“Apa anda bersama orang lain?” tanya Virsa ragu.
“Maaf, ini Lana. Kalian sempat bertemu kemarin.” Jelas Maya.
“Benarkah?” Virsa tampak meragukan Maya.
“Benar, Tuan.” Tukas Rizal.
“Nona Lana datang mengenakan dres A line cut selutut berwarna merah dengan hiasan ikat pinggang berwarna hitam. Sepertinya masih baru dan ia juga mungkin lupa mengenakan parfum.” Bisik Rizal lagi.
“Selamat pagi, Pak. Saya Lana.”
“Selamat pagi, silakan duduk!” Virsa membiarkan kedua tamunya menyamankan diri, lalu kemudian kembali bertanya. “Jadi bagaimana? Apa anda bisa menemukan orang yang saya cari?”
“Maaf –“ ujar Lana
“Sudah.” Jawab Maya hampir bersamaan dengan Lana.
“Sudah?” ulang Lana dan Virsa bersamaan.
“Hemm, saya sudah menemukan orang yang anda cari, Pak.”
Lana menatap Maya tidak mengerti. “Siapa? Dimana?” tanyanya setengah berbisik dengan gerakan tangan dan mata kepada Maya.
“Ini orangnya. Ilana Larasati. Mahasiswa semester empat jurusan bisnis manajemen yang sedang mengambil cuti dan bekerja di kantor kami, usia dua puluh tahun, tinggi 168 cm dan berat 50 kg, rambur panjang, tulang wajah menonjol, senyum menawan dan mata teduh, mandiri dan tidak suka mengeluh, pekerja keras, suka zumba dan pandai taekwondo. Satu lagi, pandai mengemudi. Paket komplit bukan?” Maya menyerahkan resume dan foto Lana yang sudah ia susun secara rapi di dalam map.
“Kak, lo gila yah?!”
Maya mengedip-ngedipkan matanya sambil memasang wajah memelas, memohon pengertian Lana agar tidak mengacaukan rencananya.
“Hanya ada satu?”
“Hah? Oh iya, maaf, Pak. Tapi waktu yang anda berikan sangat mepet dan kriteria yang anda inginkan sangat detail dan sulit ditemukan dalam satu orang yang sama. Kalau anda berkenan memberi kelonggaran waktu, mungkin kami bisa menyodorkan lebih banyak nama.”
“Tidak ada kelonggaran dalam kamus hidup saya. jadi silakan anda kembali. Kami akan mengabari anda setelah mempertimbangkannya baik-baik.”
“Baik, Pak. Kami permisi.” Maya menarik Lana yang masih saja ngambek kepadanya.
**********
Setelah kepergian Lana dan Maya, seorang wanita datang menghampiri Virsa.
"Gue ngga nyangka lo bakal seputus asa itu, Vir. Sampai-sampai lo make jasa biro jodoh buat nyari pengganti gue." Jenny datang untuk bertemu Mark di tempat yang sama.
Virsa memilih tetap bergeming, ia tidak ingin terpancing.
"Bukannya bakal lebih mudah kalo bayar cewek buat pura-pura jadi istri lo daripada jadi pecundang memprihatinkan kaya gini."
"Thanks buat perhatian lo. Gue ngga tahu apa alasan lo mau repot-repot ikut campur urusan cowok yang ngga bisa muji penampilan lo. Anyway, gue ngga punya waktu buat nemenin lo ngobrol. bye!"
"Tunggu Vir!"
tapi Virsa tetap pergi tanpa menggubris Jenny.
"Siapa sih tu cewek?! Ngga mungkin Virsa mau nikahin sembarang orang hanya karena putus asa." gumam Jenny. "Siapapun elo pasti bakal gue buat nyesel karena udah berani ngambil tempat gue di hati Virsa!"
***************
...(visual : ILANA LARASATI / LANA)...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments