Seperti hari biasa dimana waktu sore adalah momen yang paling di tunggu oleh Raka ketika ia pulang bekerja. Wajah lelah dan sedihnya yang biasa ia bawa pulang kini tampak tiada. Bibirnya melengkung tersenyum, kedua tangannya menenteng beberapa belanjaan. Pria itu mengetuk pintu beberapa kali sampai akhirnya wajah seorang wanita terlihat di balik daun pintu.
Lili membuka pintu dengan tatapan tak seperti biasa. Sembab di bagian kelopak mata terlihat jelas jika ia baru saja menghabiskan waktu dengan menangis. Sontak hal itu membuat Raka masuk ke dalam rumah dengan wajah bingung. Buru-buru ia meletakkan semua belanjaan dan menarik tangan sang istri ke sofa.
“Lili, ada apa? Apa yang terjadi? Siapa yang membuatmu menangis? Aku ada kabar baik hari ini.” ujar Raka dengan wajah yang terlihat bingung harus senang atau ikut sedih melihat keadaan sang istri.
Tatapan nanar manik mata Lillia jelas menahan air mata. “Aku ingin kita cerai, Raka.”
Kedua bola mata Raka membulat penuh mendengar penuturan sang istri. Ia menggeleng terkekeh. Tentu saja bagi Raka ini adalah sebuah lelucon yang Lili utarakan padanya.
“Sayang, kamu minta cerai karena apa? Hari ini bengkel kita sudah mulai operasi dan hasilnya sangat lumayan. Kamu ragukah dengan kemampuan suamimu ini? Aku mampu Lili membangun usaha dari kecil. Beberapa tahun ke depan aku akan membuka bengkel besar dan perusahaan otomotif yang terkenal. Bersabarlah…” Raka bergerak berdiri hendak memeluk Lili.
Namun, wanita itu justru menahan tangan sang suami yang ingin melingkar di tubuhnya. Lili menggeleng menolak.
Dan detik itu juga ponsel milik Raka sudah berdering. Pria itu enggan untuk mengangkat. Di rumah ini ia sedang menghadapi masalah yang tidak main-main. Baginya Lili adalah hal yang paling utama dari yang lain.
“Angkatlah. Aku pikir itu adalah jawabannya, Raka.” ujar Lili memerintah. Barulah setelah itu Raka mengangkat panggilan telepon.
“Siapa ini?” tanya Raka ketika sambungan telepon terhubung.
“Pilih istrimu dan anakmu atau bengkel ini, Raka?” Suara di telepon itu terdengar jelas jika sang penelpon adalah Ayah mertua.
Lili yang sudah tahu hal itu tentu ingin memberi Raka kesempatan. Ini adalah negosiasinya dengan sang Ayah. Dimana Raka akan memilih bengkel dan bercerai darinya.
Raka menoleh menatap Lili yang menggeleng. Seolah mengatakan jika Raka tak boleh memilih dirinya. Raka harus memilih bengkel itu. Agar bengkel itu tetap utuh dan Lili yang akan pergi dari Raka.
“Apa pun yang terjadi dan sampai kapan pun itu saya akan tetap memilih keluarga saya. Istri dan anak saya adalah harta yang paling berharga dan tak ternilai.” Jatuh air mata Lili mendengar penuturan sang suami.
Pria di depannya benar-benar pria sempurna namun entah apa alasan sang Ayah begitu menolak pernikahan mereka. Rasanya Lili tak percaya jika alasannya hanya karena keadaan Raka yang tak begitu mampu.
“Tidak! Kita akan bercerai, Raka.” sentak Lili pertama kalinya ia meninggikan suara pada sang suami.
Sampai akhirnya Raka menolak. Ia teguh dalam pendiriannya. Dari pilihan sang ayah mertua barusan rasanya Raka sudah tahu apa yang akan terjadi.
“Hiduplah seribu tahun lagi bersamaku, Lili. Aku berjanji akan menghidupimu dengan semua kebahagiaan yang aku usahakan.” Lili menggeleng dan di saat yang bersamaan akhirnya suara pembakaran di seberang telepon terdengar.
Raka tetap tak gentar. Ia menatap sang istri tanpa perduli dengan panggilan video di seberang sana yang menunjukkan bengkel miliknya di bakar. Jika bengkel sebelumnya tutup dengan cara yang di gusur dan lainnya, kini Raka kembali harus memulai dari awal lagi.
Semua keamanan tak berarti ia lakukan ketika Raka menyetujui untuk usahanya di hancurkan. Ingin melapor pihak polisi pun ia tak ingin membuat sang istri sedih dengan ayahnya yang tua di masukkan jeruji besi. Terlebih ayah dari Lili merupakan pria berpengaruh di kota itu.
“Apa pun yang kau kerjakan tak akan bisa berhasil. Kau pria tidak berguna, Raka. Tidak sadarkah kau telah membuat putriku hidup susah? Ceraikan Lili putriku! Kau pria tidak berguna!” Teriakan amarah dari seberang telepon membuat Raka terpejam.
Keputusannya tetap teguh akan mempertahankan Lili. Sementara di depannya Lili sudah menangis sesenggukan. Harta peninggalan sang ayah mertua telah Raka habiskan untuk membuka usaha. Entah sampai kapan sang suami terus berjuang tanpa hasil.
“Aku mohon biarkan aku lepas darimu, Raka. Aku ingin kita hidup tenang. Restu yang tidak kita dapatkan selamanya akan menyiksa hidup kita.” ujar Lili mendekati sang suami.
Sakit rasanya Lili melihat perjuangan Raka yang sia-sia selama ini. Lili ingin kehidupan mereka seperti pasangan suami istri pada umumnya yang hidup tenang tanpa bertentangan dengan orangtua.
“Apa benar kamu ingin perceraian, Lili? Bagaimana dengan Vindi anak kita?” tanya Raka menatap hampa sang istri.
Lili menunduk tak sanggup mengatakan apa pun. Hatinya benar-benar ngilu membayangkan jika pernikahan mereka yang baru seumur jagung sudah harus berakhir.
“Kita bisa memilih. Pernikahan kita berhak untuk kita perjuangkan, Lili.” tambah Raka kemudian.
Lili menggeleng. “Aku ingin kita cerai, aku mohon Raka.” tuturnya lagi.
Raka memejamkan mata. Lelah hati dan pikiran menghadapi semua ini. Entah apa yang harus Raka lakukan kedepannya. Ia tak punya pikiran lagi. Di tambah permintaan Lili yang menurutnya benar-benar mematahkan semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments