Dia tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar.
"Tok tok tok..." pintu diketuk dengan berirama.
"Masuk," jawab Rayyan.
"Selamat siang, tuan," sapanya sambil memasuki ruangan.
"Ya, siang... Ada apa?" tanya Rayyan dengan suara datarnya
"Saya hanya ingin memberitahu bahwa hari ini ada pertemuan dengan perusahaan yang ingin bekerja sama dengan kita, mereka ingin bertemu dengan mu langsung, tidak mau diwakili oleh saya, tuan" kata orang itu.
"Azka, atur jadwal pertemuannya kembali hari ini. Aku mau pulang awal hari ini, entah mengapa aku pun tak tahu," kata Rayyan.
Azka Ranggata, seorang sekretaris pribadi di kantor Rayyan, juga merupakan sahabat bagi Rayyan. Azka merupakan orang kepercayaan Rayyan, jika Rayyan tidak ada maka rapat atau pertemuan bisa diambil alih olehnya. Dia sama halnya dengan Rayyan, bekerja dalam pekerjaan yang termasuk berbahaya, dan dia menjadi kaki tangan Rayyan, baik di kantor maupun di luar kantor, atau dalam pekerjaan lainnya.
Dengan perasaan aneh dan sedikit terkejut, Azka hanya mengganggu dan mengundurkan diri untuk keluar dari ruangan Rayyan.
"Baik, tuan. Akan saya atur kembali. Saya permisi," pamit Azka.
"Tunggu" kata Rayyan yang menghentikan langkah kaki Azka yang ingin keluar
"Iya tuan, ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Azka yang sengaja berbicara formal jika dikantor
"Aku akan pulang dulu. Jika ada sesuatu yang penting, atau memerlukan tanda tangan ku, silakan datang saja ke rumahku," kata Rayyan yang sudah berdiri dari kursi kebesarannya, memakai kembali jasnya.
"Baik, tuan," jawab Azka.
Di kediaman rumah Rayyan, bibi dan seorang pembantu lain terkejut mendengar suara deru mobil tuan mereka. Tuan muda ini belum pernah pulang secepat ini sebelumnya. Sorang pembantu yang bersama Bibi Ina tidak berani berbicara dan bertanya, hanya sang bibi yang berani berbicara dan bertanya.
"Assalamualaikum," sapa Rayyan saat memasuki rumah.
"Waalaikumsalam, tuan," jawab bibi dan pembantu yang bersama Bibi Ina
"Tidak pernah tuan pulang secepat ini, ada hal penting apa?" tanya Bibi
"Tidak ada apa-apa, Bi. Semuanya baik-baik saja, hanya saja aku lelah dan ingin istirahat selama beberapa hari, bibi jangan khawatir gitu, tidak apa apa bi" jawab Rayyan.
"Jadi, kantor siapa yang mengurusnya, tuan?" tanya bibi kepadanya.
"Kalau urusan kantor, ada Azka yang menanganinya," jawab Rayyan sambil tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu. Bibi akan menyiapkan air hangat untuk mandi," kata bibi.
"Baik, Bi. Terima kasih," jawab Rayyan.
Mereka menuju ke arah tangga untuk naik ke lantai 2, tempat kamar Rayyan berada. Ketika mereka hendak menaiki anak tangga untuk mencapai kamar Rayyan, mereka melihat Laras keluar, mungkin ingin turun ke bawah untuk mengambil sesuatu yang dia butuhkan.
"Laras," tegur bibi.
Laras tidak menjawab, dia hanya memandang bibi dan Rayyan dengan tatapan terkejut.
"Bibi, jangan... jangan izinkan dia membawaku lagi, bi. Aku mohon, bi," Laras langsung kembali masuk ke kamarnya.
Bibi mengejar Laras ke kamarnya.
"Laras, ada apa, Nak? Bibi mohon, ceritakan apa sebenarnya apa yang terjadi padamu sampai kamu begitu ketakutan?" tanya bibi kepada Laras.
Laras tidak menjawab. Dia hanya memeluk kedua lututnya sambil menangis dan menggelengkan kepala.
Bibi mendekati Laras dengan penuh kasih sayang, lalu memeluknya erat-erat untuk menenangkannya.
"Sekarang, cobalah ceritakan pada Bibi, mengapa setiap kali kamu melihat seorang pria, baik itu tuan muda atau siapa pun, sikapmu selalu dipenuhi oleh rasa takut seperti ini?" kata bibi dengan lembut, mencoba membujuk Laras
Dengan air mata yang terus mengalir, Laras menatap wajah bibi dengan penuh kepercayaan dan mulai menceritakan apa penyebab dirinya seperti ini
"Dulu, sebelum ibu kandungku meninggal, kami hidup dalam kebahagiaan. Namun setelah ibu meninggal, ayah menikah kembali dengan seorang wanita yang sudah memiliki seorang anak perempuan yang lebih tua dariku. Saat itu, aku berusia 15 tahun.
Mereka memperlakukan aku seolah-olah aku hanyalah seorang pembantu. Ditambah lagi, ada seorang pria yang datang ke rumah untuk menyampaikan pesan dari almarhum ibuku. Aku tidak tahu apa isi pesan tersebut, tetapi aku melihat ayah begitu murka. Sejak saat itu, ayah sama sekali tidak lagi memperlakukan aku sebagai anak kandungnya.
Hingga aku berusia 21 tahun, aku disiksa di rumahku sendiri. Suatu hari, setelah pulang dari pasar, aku secara tak sengaja mendengar rencana jahat mereka yang ingin membuang ku ke tempat yang jauh. Aku tidak bisa mempercayainya, aku terkejut, dan tanpa sadar, aku menjatuhkan vas bunga kesayangan ibu tiriku. Mereka mengetahui bahwa aku menguping pembicaraan mereka, lalu mereka menangkap ku dan memanggil dua orang laki-laki yang asalnya tidak aku ketahui.
Mereka membawaku ke suatu tempat yang tidak aku kenal, hanya hutan dengan pohon-pohon besar. Setelah sebulan berlalu, aku berhasil kabur dari sana dan aku beruntung bertemu dengan seorang pria yang mengenal ayahku. Dia mau mengantarku pulang. Setelah sampai di rumah, aku langsung dikejutkan dengan kata-kata ayahku yang menolak mengakui ku sebagai anaknya dan mengusirku.
Malam itu hujan deras, petir menyambar, dan angin kencang seolah-olah turut merasakan kesedihan. Aku merasa bingung dan tidak tahu harus pergi ke mana. Tiba-tiba, dua orang laki-laki menangkap ku dan membawaku ke suatu tempat yang tak kutahu di mana. Di sana, aku dipaksa untuk melayani seorang laki-laki yang mereka sebut sebagai bos. Namun, aku menolak tanpa ragu. Laki-laki itu terus mendekatiku dengan agresif, membuatku takut dan panik. Dengan cepat, aku meraih vas bunga yang berada di dekatku dan memukulkannya ke arah kepalanya sekuat tenaga. Pukulan itu membuatnya pingsan dan darah mengalir dari kepalanya. Aku berhasil kabur dari sana, aku berlari sekuat tenaga
aku bertemu dengan seorang laki-laki yang bibi sebut sebagai tuan muda, "Laras bercerita kepada bibinya.
"Lalu, apa yang membuatmu takut terhadap laki-laki?" tanya Bibi dengan penuh perhatian.
"Aku hanya mengalami trauma, Bibi. Sebelumnya, aku tidak pernah memiliki pengalaman dekat dengan laki-laki. Namun, malam itu segalanya berubah saat aku hampir menjadi korban pemerkosaan oleh seorang pria yang tidak aku kenal. Rasa takut itu masih menghantuiku, terutama jika aku melihat seseorang berpakaian hitam yang menatapku. Aku merasa sangat takut" kata Laras
Laras melanjutkan dengan suara terisak
"Ditambah lagi, ayah kandungku sendiri tidak pernah menganggap ku sebagai anaknya. Seperti aku tidak ada artinya baginya, seakan-akan aku diabaikan dan ditinggalkan, Bibi." kata Laras lagi
Air matanya terus mengalir, menggambarkan kepedihan yang ia rasakan. Bibi terus menggenggam tangan Laras dengan lembut, memberikan dukungan dan kehangatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments