Chapter 4

"Ada apa?" tanya pria itu, sepertinya ia mendengarku mengumpat.

Spontan aku tutup mulutku, kemudian aku menggeleng.

Krining … Krining …

Suara ponsel pria itu berdering, aish… Aku harus memanggilnya dengan sebutan apa bahkan kami pun belum sempat berkenalan sejak sedari tadi. Tomi bilang kalau nama samarannya adalah Tuan Y, sementara nama aslinya aku sama sekali belum tahu.

Ah, sejak kapan aku menjadi wanita pendiam seperti ini, biasanya aku sering berlaga agresif, centil dan juga banyak bicara. Itu semua aku lakukan untuk memikat lawan jenis terutama klienku. Hari ini, aku benar-benar sedikit berbeda.

"Halo, Jo?" pria itu mengangkat telpon dan aku hanya bisa menghela nafas pendek.

Aku langsung melirik ke arahnya saat mendengar ia mendesah setelah mendengar seseorang berbicara di seberang telepon.

"Oke, oke sorry-sorry. Iya, aku paham. Wait, aku kesana sekarang juga."

Keningku mengernyit setelah aku malah ikut-ikutan menyimak pria itu yang sedang berbincang di telepon. Sampai akhirnya pria itu pun menoleh ke arahku dan spontan membuatku langsung kikuk seketika.

"Huh, aku sedikit kecewa karena hari ini kita tidak akan jadi pergi ke hotel dan untuk gantinya kau harus menemaniku untuk pergi ke kantor,"

"Kantor?" ulangku membeo dengan tatapan bingung.

"Iya, kau harus ikut." jelasnya hingga membuatku langsung tersenyum kikuk.

Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal, aku berpikir mengapa ia malah mengajakku ke kantor dengan tiba-tiba seperti ini.

"Tapi–" Aku berusaha menolak, tapi secepat itu pula ia langsung memotong ucapanku.

"Kau harus ikut, Lana. By the way namamu Lana, right?" tanyanya memastikan dan aku pun langsung mengangguk. "Oke baiklah Lana, jujur aku sama sekali tak bisa menerima penolakan."

"Um, tapi sepertinya aku tidak bisa ikut." tolakku sesopan mungkin.

"Tenang saja, aku akan membayar harga yang jauh lebih mahal, asal kau akan ikut denganku ke kantor. Hanya sebentar saja, tidak akan lama dan aku janji." pintanya lagi dan terdengar memaksa.

Aku menggigit bibir bawahku pelan seraya berlaga berpikir, sebelum akhirnya aku langsung mengangguk pasrah. "Oh, ya sudah." jawabku akhirnya.

"Thank you," ucapnya seraya tersenyum lebar.

Tap .. Tap .. Tap ..

Suara sepatu kami terdengar saat untuk pertama kalinya aku menginjak ubin di sebuah kantor yang sangat begitu megah dan mewah, hingga membuatku berdecak kagum seraya melihat sekeliling.

"Selamat siang Pak? Bapak ditunggu Pak Jonas di ruangannya," sapaan seorang resepsionis cantik menyambut kedatangan kami hingga membuatku langsung mengalihkan fokus.

"Oke, thank you." sahut Tuan Y seraya mengangguk.

Wanita resepsionis itu seketika saja memandangku lalu turun ke arah tanganku yang tiba-tiba saja langsung di genggam oleh Tuan Y, dan sepertinya Tuan Y merupakan seorang bos di perusahaan ini.

"Selamat siang, Bu?" sapanya padaku dengan sopan yang disertai dengan binar matanya yang berkilat penasaran.

Aku hanya mengangguk sopan seraya tersenyum kikuk, terus terang aku tak tahu bagaimana caranya bersikap. Apalagi posisi tanganku yang tiba-tiba saja di gandeng oleh Tuan Y.

Tanganku ditarik pelan seraya menaiki anak tangga menuju lantai dua, sementara aku sama sekali tak bisa berkata-kata. Tuan Y membuka salah satu ruangan lalu mempersilahkanku masuk lebih dulu.

Cklek!

"Hai, Yugo! Akhirnya kau datang juga," sambut seorang pria yang sepantaran dengan Tuan Y.

Wait, pria itu memanggil Tuan Y dengan sebutan Yugo? Ah, apakah itu nama aslinya?

"Oow, kau datang kemari bukan seorang diri lalu kau bersama dengan?" tanya pria itu menatapku penasaran dengan sepasang matanya yang menyipit, tapi tatapannya seperti terlihat begitu liar.

Aku melirik ke arah Yugo sebelum akhirnya pria itu berjalan mendekat ke arahku. Posturnya tinggi dan sepasang matanya berbinar nakal yang membuatku bisa menebak bahwa ia adalah pria yang sering bermain dengan banyak wanita.

"Halo, aku Jonas and you?" pria bernama Jonas itu mengulurkan tangan ke arahku dengan smirk yang terpatri.

"Lana," Aku menyambut uluran tangannya, namun saat aku hendak menarik kembali tanganku Jonas malah mengeratkan tangannya hingga aku kesulitan untuk melepaskan jabatan tangan itu.

"Lana pacarku, excuse me."

Aku bernafas lega karena pada akhirnya Yugo membantuku untuk melepaskan tangan Jonas dari tanganku. Namun aku tersadar dan sedikit kikuk adalah saat Yugo mengatakan kalau aku adalah pacarnya. Aku terperangah kecil, wait apakah aku sama sekali tak salah dengar?

"Oh, sorry. Aku pikir Lana—" Jonas menggantungkan ucapannya seraya terlihat salah tingkah.

"Lana pacarku, by the way." sambung Yugo sekali lagi lalu ia pun menarik tanganku untuk duduk di sofa begitupun dengan dirinya yang ikut duduk disampingku.

"Kapan kalian pacaran?" tanya Jonas penasaran kemudian ia pun duduk di sofa seberang.

Yugo terkekeh sementara aku langsung mendelik ke arahnya. "Baru saja," jawabnya asal.

"Hah?" kejut Jonas menatap kami satu persatu dengan tatapan tak percayanya.

"Aku–" Aku berusaha untuk menjelaskan agar Jonas tak salah paham, namun belum sempat menjelaskan Yugo malah langsung memotong pembicaraanku.

"Ah, jadi apa yang ingin kau katakan padaku?" tanya Yugo pada Jonas seakan ia juga tak ingin memperpanjang hal ini.

"Michelle tadi ke sini dan dia mencarimu." jawab Jonas lalu ucapannya pun terjeda sesaat. "Kalau Michelle tahu kau sudah punya Lana, apa Micelle bisa menerima itu?" Jonas bertanya dengan nada memastikan.

Yugo mengedikan bahunya acuh. "Aku tak peduli dengan perasaan Michelle,"

Jujur, aku disini malah terlihat seperti wanita dungu yang sama sekali tak tahu apa-apa dan tak mengerti apa-apa. Maksud mereka apa sih?

"Jangan bilang kalau Lana jadi pelampiasanmu," celetuk Jonas seraya terkekeh.

"No, untuk apa aku mencari pelampiasan wanita lain." kilahnya dan aku malah semakin tak mengerti, atau mungkin aku yang terlalu bodoh?

"Oke, oke." Jonas manggut-manggut.

Tok .. Tok .. Tok

"Masuk!" sahut Jonas agak lantang.

Cklek!

Seketika itu pula aku melihat Yugo dan Jonas langsung terperangah kaget setelah mereka melihat siapa yang datang, sementara aku sendiri hanya bisa mengernyit bingung karena aku sama sekali tak mengenali sosoknya.

"Yugo?" sebutnya yang terlihat kaget saat Yugo duduk bersamaku seperti ini.

Namun yang tak kalah kaget lagi tiba-tiba saja Yugo langsung merangkul pundakku dan merapatkan duduknya di sampingku, hingga membuatku spontan langsung menatapnya sinis dan aku berusaha untuk meminta penjelasan darinya lewat kontak mata. Namun tatapan Yugo seakan memberikan isyarat bahwa aku harus patuh terhadapnya.

"Kau diam saja, ikuti alur yang sudah kubuat." bisiknya lalu ia pun kembali menatap sosok wanita itu seraya tersenyum tipis.

Sedikit demi sedikit aku bisa paham akan situasi yang sedang kuhadapi ini. sepertinya Yugo sedang berusaha menghindari wanita itu. Bahkan tanpa persetujuanku lebih dulu Yugo malah mengaku-ngaku bahwa aku pacarnya, padahal mendiskusikannya denganku saja tidak, apalagi menembakku.

Namun yang membuatku agak depresi adalah wanita yang sedang Yugo hindari ini terlihat sangat begitu cantik sekali, aku saja terpesona melihatnya. Wanita itu masih muda, modis, rapi, langsing, putih bak wanita karir yang cemerlang.

Jonas terlihat mengulum senyum saat melihat ekspresiku dan entah apa yang ada dipikirannya saat ini, aku pun sama sekali tak mengerti.

"Duduk dulu, Michelle." kata Jonas mempersilahkan.

Wanita yang bernama Michelle itu akhirnya duduk di sofa satunya lagi, sedari tadi aku perhatikan entah mengapa Michelle terus saja memandangku. Entah apa arti dari pandangannya karena aku pun tak bisa mengartikannya.

Namun Michelle tiba-tiba saja mengulurkan tangan ke arahku untuk mengajakku berkenalan tak lupa ia pun menyunggingkan senyum ke arahku. "Michelle,"

Tanpa ragu aku pun langsung menyambut uluran tangan itu seraya membalas senyumannya. "Lana,"

"Kau siapanya Yugo?" tanya Michelle tanpa basa-basi sedikitpun.

Mendengar pertanyaannya yang seperti itu jelas membuatku langsung kikuk setengah mati, aku sama sekali tak bisa menjawab pertanyaannya. Namun beruntung karena Yugo langsung mengambil alih untuk menjawab pertanyaan dari Michelle.

"Lana pacarku," jawab Yugo dengan mantap.

Michelle tampak terkejut, sementara denganku entah mengapa mendadak merasa bersalah pada MIchelle. Merasa bersalah karena aku malah harus ikut-ikutan dalam sandiwara ini. Ku tatap Michelle yang terlihat sedih dan hal itu membuatku sangat tidak tega.

Wait, untuk apa aku harus merasa tidak tega? Pastinya aku juga akan dibayar untuk melakukan sandiwara ini. Dan akhirnya kuputuskan untuk menyunggingkan senyum ke arah Michelle dan aku yakin Michelle dapat mengertikan bahwa senyumanku mengisyaratkan senyuman ledekan.

"Sejak kapan kalian pacaran? Bahkan Mama, Papamu juga tak pernah mengatakan bahwa kau sudah punya pacar." suara Michelle terdengar rendah seakan ia masih tak percaya dengan pengakuan yang Yugo buat.

"Kami baru saja resmi pacaran, tapi sebelum itu kami memang sudah sangat dekat." jelas Yugo yang malah semakin menempel denganku.

Michelle mengangguk kecil seakan ia mengerti dengan apa yang baru saja di katakan Yugo, namun entah mengapa saat Michelle menatapku ia terlihat seperti tak suka. Tapi aku mana peduli dan akan ku pastikan setelah aku pulang dari sini aku takkan pernah terlibat lagi dengan drama konyol ini. Jadi kuputuskan untuk menikmati sandiwara ini karena yang terpenting adalah aku dibayar mahal dan tak perlu menghabiskan tenagaku untuk bermain di atas ranjang. Hm, rasanya lebih menyenangkan menjadi pacar sewaan dibandingkan aku harus menjadi seorang pelacur setiap harinya.

"Ah, aku mengerti." ucap Michelle pelan dengan senyuman tak niatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!