Shanum baru saja selesai membuat nasi goreng spesial nya. Nasi goreng yang diatasnya ditambahkan udang goreng. Kemudian dia mengantarkan sendiri makanan itu ke meja Tuan Devan.
" Makanannya sudah siap, Tuan ! silahkan dinikmati !" ujar Shanum. Pria tampan itu menghentikan kegiatannya dan segera menutup laptop didepannya.
"Wah, dari aromanya, kelihatannya enak nih !" puji pria itu
"Saya permisi, Tuan!" Shanum hendak berbalik, namun Pria itu mencegahnya.
"Temani saya makan, duduklah!"
"Tapi, saya harus kerja Tuan!" tolak Shanum dengan ramah.
"Melayani pembeli juga termasuk kerja, bukan!" sela Devan.
"Saya sedang banyak kerjaan,Tuan !"
"Ayolah...sebentar saja, "! pria itu memaksa. dengan berat hati Shanum duduk di hadapan pria itu.
"Siapa namamu ?" tanyanya lagi.
"Aku...Shanum...!" sahut Shanum dengan tubuh sedikit gemetar.
"Nama yang bagus, ... panggil aku Devan, nggak usah pakai 'Tuan'," katanya sambil menyantap makanan dihadapinya.
"Oh, nggak enak panggil nama doang, saya panggil kakak aja ya !" ujar Shanum malu-malu.
"Memangnya usiamu berapa ?" tanya Devan
"Minggu depan, sudah 22 tahun"jawab Shanum.
"Berarti kita seumuran, dong !"seloroh Devan.
"Oh ya !?...masa sih !"
"Nggak percaya ? ya udah ...!" katanya sambil mulai menyantap nasi goreng buatan Shanum.
"Mmh...ini enak, aku suka !" lanjutnya lagi. Shanum tersenyum manis.
Pertemuan pertama yang begitu mengesankan bagi Shanum. Shanum merasakan desiran halus setiap kali bertemu pandang dengan Devan.
"Aku senang anda menyukainya !" ujar Shanum malu-malu.
"Apalagi yang membuatnya gadis cantik sepertimu !" gombal pria itu. Shanum tampak salah tingkah, wajahnya mungkin sekarang sudah seperti kepiting rebus.
"Maaf, Kak Devan,...saya kebelakang sebentar," Shanum segera berdiri dan meninggalkan Devan tanpa menunggu jawaban pria itu. Dia berdiri menyandar dibelakang pintu dapur. Jantungnya terasa berpacu dengan cepat.
Pria dari Jakarta itu memang sangat mempesona, wanita mana yang tidak tergila-gila melihat ketampanannya. Apalagi Devan adalah seorang pemilik hotel ternama dan juga kaya.
"Kak Shanum, ngapain disini ?" Sarah tiba-tiba sudah berada didepan Shanum, membuat gadis itu kaget.
"Eh, Sarah .. aku lagi...mmmh...aku lagi nyari ...." Shanum tampak gugup.
"Kak, Tuan Devan nyariin kakak tuh ....dia sudah selesai makan," celetuk Sarah.
"Ya ..aku akan kesana !" Shanum mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Setelah sedikit tenang, Shanum kembali menghampiri tamu istimewanya.
"Ada apa kak, ...Kakak sudah selesai makan ?"
"Iya.... aku akan kembali ke Kantor...berapa semuanya?"
"Dua puluh lima ribu, Kak...!"
"Sekalian makan para pekerja proyek, kalau kelamaan nggak dibayar, cafe ini bisa tutup, ya kan ?"
"Sebentar kak, aku ambil catatannya !, semuanya total 1 juta lima ratus ribu rupiah."
Devan mengeluarkan uang tunai dari dalam dompetnya.
"Ini, ada lima juta, ambil saja dulu, sisanya buat bayar makan pekerja selama 2 hari kedepan !" katanya menyerahkan uangnya pada Shanum.
"Terima kasih, kak!"
"Sama-sama, Shanum!" katanya tersenyum lebar, kemudian Devan keluar dari cafe diiringi tatapan kagum Shanum yang baru merasakan jatuh cinta pada usianya yang sudah menginjak 22 tahun.
"Cie...cie, keliatannya ada yang jatuh cinta nih!" suara Bibi Raya mengagetkanku.
"Bi Raya ! aku jadi kaget !" Shanum memeluk pinggang ramping wanita itu dengan manja.
"Kau menyukai Tuan Devan, Shanum!"
"Menurut bibi !?"
"Sepertinya Iya !" katanya tertawa kecil.
"Apa aku pantas bersamanya, Bi !"
"Tentu saja sayang, kau itu cantik...hanya saja kurang percaya diri. Jika kau dandan, wajahmu tak kalah cantik dari artis-artis ibu kota," ungkap bibi Raya.
"Aku menyukainya sejak pandangan pertama bi, apakah ini yang dinamakan jatuh cinta ?"tanyaku pada bibi Raya. Wanita itu tersenyum penuh makna.
"Ya ... akhirnya putriku yang cantik ini, bisa jatuh cinta juga!" goda bibi Raya.
"Itu tandanya, aku masih normal kan, bi!" seru Shanum tertawa.
"Bibi mendukungmu, Shanum... mudah-mudahan dia adalah jodoh yang didatangkan Tuhan untukmu !"
"Amiiin ...!"
Jam dinding di cafe sudah menunjukkan pukul 10 .00 malam. Shanum bersiap-siap untuk pulang. Sarah dan Doni sudah membersihkan semua ruangan. dan menaikan bangku-bangkunya diatas meja Bibi Raya pun sibuk menghitung penghasilan Cafe.
"Nona Shanum, maaf ! Saya menganggu istirahat anda ..!" pria sang asisten bernama Daniel.
"Ada apa, Tuan..! " Shanum tampak heran.
"Tuan Devan sekarang berada dirumah sakit,"ucap Daniel.
"Ada apa, dengan kak Devan, Tuan Daniel...?" Shanum tampak cemas.
"Sepertinya Tuan Devan keracunan makanan setelah makan disini tadi siang, sebaiknya anda ikut, Nona! dari pada anda harus berurusan dengan polisi !" ancam Daniel, membuat Shanum menjadi takut.
"Keracunan....!? saya bisa menjamin, bahan makanan yang kami olah bersih dan sehat, tuan Daniel!" Shanum membela diri.
"Tuan Devan meminta anda datang kerumah sakit, ayolah ikut aku!" katanya lagi.
Shanum menoleh pada bibi Raya, wanita paruh baya itu mengangguk.
"Pergilah Num ! barangkali Tuan Devan hanya alergi makanan laut !" ujar bibi Raya.
"Tapi, tadi aku udah nanya bi, kalau dia punya alergi atau tidak...tapi katanya tidak !" Shanum merasa sedikit cemas dan gugup. Namun akhirnya, Shanum mengikuti asisten Daniel yang membawanya kerumah sakit.
Sesampainya dirumah sakit, Shanum langsung dibawa Daniel keruangan Devan.
"Selamat malam, kak ,!" sapa Shanum
pria itu menoleh. Shanum kaget melihat penampakan yang ada didepannya. Dia hampir tidak mengenali Devan, karena wajahnya dipenuhi bintik-bintik merah dan membengkak. begitupun dengan tangannya.
"Kak, ...aku tidak tahu kalau kakak alergi makanan laut,tapi maaf bukankan saya sudah menanyakan sebelumnya ?"sesal Shanum.
"Aku juga tidak tahu, aku alergi makanan laut, karena sebelumnya aku tidak pernah makan seafood,"ungkap Devan.
"Tapi, kakak tidak akan memperkarakan cafe kami,bukan ?" ujar Shanum dengan suara bergetar.
"Tergantung!" jawab pria itu santai.
"Tergantung apa kak ?"
"Kalau kau mau menemaniku disini, sampai sembuh aku tidak akan menuntut mu, tapi kalau tidak mau ya, terpaksa ...aku akan memperkarakan cafe tempatmu bekerja!"ujar Devan menakut-nakuti Shanum.
"Jangan kak! aku akan menemanimu disini !" ujar Shanum karena takut.
"Jangan tegang gitu dong !" kekeh Devan
Shanum duduk disamping ranjang tempat Devan dirawat.
"Maafkan aku kak, aku tidak sengaja membuatmu seperti ini !" sesal Shanum.
"Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat !"
"Syaratnya apa, kak ?"jawab Shanum bingung.
"Kau harus mau menjadi istriku !"ucap Devan tersenyum tipis.
Shanum terpaku ditempat duduknya. Dia tidak percaya apa yang dia dengar, Shanum memang menyukai pria itu, tapi untuk menjadi istri orang yang baru dikenalnya itu, belum terbersit dalam pikirannya.
"Maaf kak, kalau itu...aku ...aku belum bisa menjawabnya, karena kakak baru mengenalku, aku juga belum mengenal kakak sepenuhnya," ungkap Shanum sambil menundukkan wajahnya.
"Bukankah kita bisa saling mengenal setelah menikah ?" timpal Devan.
"Tapi kak ! ini terlalu cepat bagiku ...beri saya waktu untuk berpikir !"
"Baiklah, ...aku tunggu sampai besok pagi!"
"Hah...!" Shanum melongo, apa dia tidak salah dengar, pria itu memberinya waktu, hanya sampai besok pagi, padahal sekarang sudah hampir pukul 12 malam. Bagaimana bisa, Shanum menerima lamaran dalam waktu singkat, sementara dia belum membicarakannya dengan bibi Raya.
Shanum menarik nafasnya perlahan, dia diam seribu bahasa. Pikirannya berkecamuk, dia gelisah.
Devan menangkap ada rasa cemas dihati Shanum.
"Apakah kau sudah punya calon suami, Shanum ?" tanya Devan.
"Tidak kak, ... kekasih pun aku tidak punya !" sanggah Shanum.
"Kalau begitu, ...tidak ada masalah bukan, tinggal jawab ya atau tidak !" desak pria itu.
Shanum bimbang, tapi dia tidak punya pilihan lain, karena jika menolak, cafe tempat dia bekerja akan diperkarakan oleh Devan. Siapa yang mampu melawan kekuasaan pria itu.
"Baiklah...!" jawab Shanum pada akhirnya. Pria itu tersenyum lebar.
"Tapi...kakak harus bicara dulu pada bibi Raya!" lanjut Shanum kemudian.
"Tidak masalah," ucap Devan santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments