04. Kancing Baju

...Recognize You by VizcaVida...

...Happy reading...

...🌼🌼🌼...

Lagu lama untuk pasangan suami istri ini setelah berdebat atau berseteru, ranjang adalah jalan ninja untuk berbaikan.

Semalam, Erika dihajar habis diatas ranjang oleh Ade—tidak dalam artian sebenarnya. Erika justru menikmati setiap sentuhan yang diberikan Ade. Pria itu selalu pandai membuatnya takhluk diatas ranjang, begitupun sebaliknya. Ade tidak pernah merasa tidak puas setelah bergumul dengan istrinya karena Erika, pandai memainkan peran. Ya, tidak dapat dipungkiri atau disembunyikan lebih jauh oleh satu sama lain. Lima tahun menikah, membuat keduanya hafal karakter masing-masing saat diatas ranjang.

Pagi hari ini, suasana sudah kembali seperti semula. Erika sudah bicara seperti biasa, dan Ade juga tetap dengan sifat manisnya yang menggoda.

“Aku berangkat.” pamit Ade pada Erika setelah sarapan selesai. Wanita itu terlihat masih mengenakan handuk yang dililitkan di kepala. Rambutnya masih basah, dan dia juga bangun kesiangan, tidak sempat memasak untuk sarapan Ade sebelum berangkat ke kantor. Dia bahkan maklum akan hal ini, karena ia ingat sedahsyat apa permainan mereka semalam. Akhirnya, dia membiarkan Erika beristirahat lebih lama, dan bangun lebih awal untuk membuat spaghetti sebagai menu sarapan untuk porsi dua orang.

“Eumm, hati-hati.” jawab Erika bersamaan menerima kecupan di keningnya. “Nanti aku masak buat makan malam.

Ade tersenyum dan menepuk pelan puncak kepala Erika yang tertutup handuk. “Iya. Nanti aku makan dirumah kok.”

Erika bangkit dan mengikuti langkah suaminya menuju pintu depan, lalu melambaikan tangan sebagai perpisahan. Pria itu masuk kedalam mobil gagahnya, dan meluncur pergi meninggalkan rumah untuk mencari nafkah.

***

Perjalanan sedikit macet pagi ini. Dari radio yang dinyalakan didalam mobil, pembawa berita mengatakan jika penyebab macetnya jalanan adalah sebuah kontainer yang mengalami pecah ban dan terguling di bahu hingga tengah jalan. Butuh waktu untuk melakukan evakuasi, dan dampaknya ... antrian panjang kendaraan tak terhindarkan. Macet total.

Takut tidak sampai kantor tepat waktu, Ade menghubungi sekretarisnya dan memberitahu jika dia sedang terjebak macet yang cukup parah. Sekretaris yang ternyata sudah sampai itu mengiyakan dan mengatakan jika tidak ada meeting pagi hari ini saat Ade bertanya tentang jadwal. Ia juga berpesan kepada sekretarisnya untuk memberitahukan kepada Yuni, agar memulai sesi training kepada pegawai magang, tanpa menunggu dirinya.

Ade menghela nafas lega karena schedule hari ini sudah menyelamatkannya. Namun, saat kemacetan belum juga bergerak sedikitpun, dia melihat seseorang yang tidak asing sedang menyebrang jalan dan berhenti tepat di trotoar jalan, tepat disisi mobilnya.

“Oh, bukankah itu anak magang? Refa ya?”

Tapi, benar. Itu adalah Refa. Sepertinya gadis itu sedang menunggu angkutan umum yang akan membawanya untuk sampai ke kantor.

Perlahan, kaca jendela mobil Ade turun. Secara tidak sengaja tatapan mereka bertemu.

“Refa kan?” tanya Ade sedikit berteriak. Dia menyebut nama gadis itu hanya untuk memastikan jika dirinya tidak salah orang.

Gadis itu tertegun beberapa detik, lantas mengangguk sopan kepada Ade.

“Kamu sedang menunggu bus?” tanya Ade berlanjut.

“Eh, iya pak Ade. Saya menunggu angkutan umum.” jawab Refa dengan suara madunya yang lembut.

Ade tersenyum lantas melepas seatbelt nya untuk menarik pengait pintu disisi lain, yang tidak jauh dari tempat Refa berdiri. “Yuk, bareng saya. Macet parah, kamu nggak bakal dapet angkutan umum dalam situasi kayak gini.”

“Ah, tidak, pak. Terima kasih.” tolak Refa karena merasa sungkan dan tidak enak pada atasannya. Banyak yang bilang kalau Ade itu sosok dingin dan tegas saat di kantor. Tapi mengapa malah menawarinya tumpangan?Lagi pula tidak enak juga jika sampai dilihat yang lain saat di kantor nanti. Bisa jadi bahan gosip yang tidak-tidak. “Saya nunggu angkut langganan saya saja.”

Ade tersenyum manis yang entah mengapa, membuat telapak tangan Refa menjadi dingin karena jantungnya mendadak berdebar. Memang, tidak bisa dipungkiri, pesona laki-laki yang satu ini tidak bisa dihindari. Terlalu berbahaya.

“Lho, nggak apa-apa kok. Daripada nanti kamu terlambat datang dan di larang satpam masuk? Kalau bareng saya, setidaknya masih lolos dari Pak Jono.” kata Ade sedikit memaksa. Dia kasihan jika sampai nanti anak magang seperti Refa ini terkena teguran atau bahkan dilarang masuk oleh kepala satpam yang terkenal bengis dan disiplin itu.

Refa memperhatikan wajah tampan Ade yang sekarang sedang mengangguk padanya. Tidak masalah bukan? Cuma sekali saja kok? Lagi pula benar apa yang dibilang atasannya itu, dia akan selamat dari satpam bernama Jono yang memang terlihat menakutkan itu.

Refa melangkah ragu untuk mendekat. Pantofelnya berhenti tepat ketika mobil Ade bergerak maju beberapa senti menjauhinya yang sontak membuat Refa tertegun menahan malu.

“Ref, cepetan. Kayaknya mobil mau gerak lagi.” teriak Ade, menurunkan kaca pintu belakang mobilnya.

Tanpa berfikir panjang, Refa pun melompat naik ke mobil sang atasan dan menutup pintu. Kaca kembali naik, dan dingin menerpa kulit kakinya yang mulus. Kabin mobil Ade sangat dingin. Ia bergerak tidak nyaman untuk memperbaiki posisi duduk dan juga rok selutut yang ia kenakan agar tidak memperlihatkan kakinya. Takut dianggap tidak sopan nanti.

“Ma-maaf merepotkan, pak.” katanya terbata tanpa berani menyorot mata Ade.

“Iya, nggak apa-apa.”

Aroma baru memenuhi kabin mobil Ade. Jika Erika menyukai lavender yang aromanya terkadang cukup kuat saat terhirup, Refa lebih cenderung suka aroma yang soft dan nyaman ketika terhirup oleh indera penghidu, yakni Vanilla. Vanilla yang lembut dan ... manis.

Beberapa kali Ade melirik jam tangan hitam yang melingkari pergelangan tangannya. Jari telunjuknya yang panjang itu juga terkadang mengetuk-ngetuk kemudi mobil, yang justru terlihat seksih saat tidak sengaja Refa melirik ke arah pria itu berada.

“Kamu nyaman kerja di sana?” kata Ade memecah keheningan yang terjadi sejak perempuan ini duduk disampingnya.

“Eu ... nyaman, pak. Orangnya juga ramah-ramah sama pegawai magang seperti saya.”

Ade memanyunkan bibirnya. Ia juga menganggukkan kepalanya sebagai bentuk paham akan ucapan Refa, si pegawai magang.

“Eumm, bisa tolong pakai sabuk pengamannya, Ref? Didepan sepertinya banyak polisi.”

Maklum, Ade ini selain tegas, dia ini tipikal orang yang taat pada peraturan.

“Ya? Ahahah, iya.” jawab Refa dengan tawa canggung yang memalukan—menurut Refa sendiri.

“Bagaimana caranya?” Refa menggumam dalam hati. Seumur hidup, ini adalah pertama kalinya dia naik kendaraan pribadi yang levelnya seperti milik Ade ini. Pernah sih, cuma paling mentok ya mobilnya tidak sebagus ini, pun dia juga tidak pernah diminta memakai sabuk pengaman.

Refa pun berusaha terlihat biasa di depan Ade. Dia meraih seatbelt disisi tangan kirinya, lantas kebingungan harus memasangnya seperti apa dan bagaimana. Disaat Refa merasa kebingungan, Ade memperhatikan. Pria itu tersenyum hangat, lantas menarik sudut seatbelt dan membantu Refa memakainya.

“Nah, sudah.” katanya setelah berhasil memasang seatbelt pada tubuh ramping Refa. Gadis itu tertunduk dengan wajah memerah karena malu, lantas mengucap terima kasih atas pertolongan berharga yang di berikan oleh Ade.

Aroma maskulin saat tubuh Ade tak berjarak dengannya tadi, sempat membuat Refa menahan nafas. Aroma maskulin yang segar dan menawan, memacu debaran jantung Refana semakin menjadi. Ini gila, tapi dia tidak bisa berbohong jika presensi Ade memang semenarik itu didepan mata seorang perempuan seperti dirinya.

Pembicaraan kembali berlanjut, saat mobil Ade telah berhasil melewati penyebab pusat kemacetan.

“Rumah kamu di daerah situ tadi?” tanya Ade mulai menginjak pedal gas hingga mobil melesat cepat.

“Saya kos disitu, pak.” jawab Refa bernada sopan dan santun.

“Ah, iya. Kamu bukan asli sini ya?” tebak Ade saat mengingat apa yang ia lihat pada CV milik Refa dua hari yang lalu.

Refa mengangguk.

“Ada sanak saudara disini?”

“Iya, pak. Cuma saya tidak mau merepotkan. Bapak sama ibu juga berpesan agar saya tidak terlalu merepotkan bude saya.”

“Ya memang enaknya begitu, sih.” celetuk Ade yang membuat Refana menganga. Perempuan itu tidak menduga jika atasannya di kantor, sehumble ini. Berbanding terbalik dengan gosip yang beredar jika pria ini dingin, jarang bicara, dan mahal senyuman.

“Iya, pak. Saya juga sedang belajar hidup mandiri.”

Ade mengangguk. Tidak salah memang, belajar hidup mandiri agar bisa merasakan seperti apa berjuang mencari rupiah. “Tapi ya jangan terlalu menekan hidup kamu sendiri, Ref. Kalau ada masalah atau hal yang perlu di bicarakan, ya kamu ajak bude kamu diskusi, bicara dan meminta solusinya, karena cuma beliau yang ada sama kamu untuk saat ini.”

Refa setuju. Ia mengangguk paham.

Mobil sudah tidak jauh lagi dengan kantor. Gedung tiga lantai itu terlihat di kejauhan. Mendadak, Refa merasa tidak nyaman. Ia teringat jika orang yang memberikan tumpangan ini, adalah atasannya.

“Bapak tidak apa-apa memberi saya tumpangan seperti ini? Saya takut nanti—”

“Nggak apa-apa. Nggak usah didengar kalau ada gosip yang macam-macam. Fokus kerja aja.”

Refana jadi punya rasa percaya diri setelah mendengar kalimat Ade. Pria ini benar-benar pandai membuat orang lain merasa nyaman.

“Kalau begitu, terima kasih untuk tumpangannya, pak. Maaf merepotkan.”

“Tidak apa-apa, Ref. Santai saja.”

Bagaimana bisa santai, kalau sekarang Ade justru menurunkan kaca mobil untuk menyapa satpam bengis bernama Jono, lantas tatapan para pegawai yang juga baru sampai itu menyorotnya dengan telisik tajam dan bisik-bisik mencurigakan.

Fix, dia akan menjadi bahan gosip pagi ini.

Mobil besar Ade telah terparkir dengan rapih di basement.

Tada ...

Refa ingin memaki kebodohannya sendiri. Tadi, dia tidak bisa memakai seatbelt. Dan sekarang, melepas pun dia ribet sendiri mencari ujungnya. Tubuhnya sampai melengkung ke depan pun, tidak juga berhasil menemukan pengait sialan itu.

Tiba-tiba,

Ctik!!

Seatbelt yang mengekang tubuhnya terlepas atas bantuan Ade sekali lagi. Dadanya yang tadi sempat terbelenggu kini kembali bebas. Ia bergegas menarik pengait pintu, meraih tas selempang dan menautkan di bahu, lalu berpamitan sambil membungkuk hingga tidak sadar jika salah satu kancing bajunya terlepas.

Ade tidak sengaja melihat belahan dada putih yang menyembul menampakkan diri, milik Refa. Gerakannya berubah canggung karena gugup. Salivanya meluncur begitu saja. Matanya segera merotasi ke lain arah agar tidak terpaku pada dua gundukan seputih salju milik gadis magang yang ia tolong ini. Ade pria normal, dan melihat apa yang bukan miliknya, menjadikan isi kepalanya bingung.

Lalu, dengan ragu dan terbata, Ade menegur Refana sebelum gadis itu benar-benar keluar dari mobilnya.

“I-itu. Maaf, kancing baju kamu terbuka.” []

Bersambung

🌼🌼🌼

###

🌚🌚🌚🌝🌝🌝

The power of ... ? (*jawaban silahkan diisi sendiri. wkwkwk

Terpopuler

Comments

Maple🍁

Maple🍁

Muatanx Mas Ade udh mulai oleng deh kyax🤭🤫😂

2023-10-30

0

yumin kwan

yumin kwan

sudah mulai oleng nih....

2023-06-09

2

Sasliati Lia

Sasliati Lia

sepertinya akan ada aroma perselingkuhan nantinya

2023-06-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!