03. Rumah

...Recognize You by VizcaVida...

...Happy reading...

...🌼🌼🌼...

Erika pikir, dengan pergi berbelanja sebentar akan mengurangi rasa tidak nyaman yang ada pada hatinya saat ini. Bertemu dengan Ade, adalah hal yang ingin dia hindari untuk saat ini. Dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya semalam.

Ucapan yang mana? Ucapan yang mengatakan jika Ade boleh memilih wanita lain yang bisa memberinya keturunan, bukan lagi dirinya yang hanya bisa menghabiskan tabungan hanya untuk berusaha tanpa sebuah hasil nyata.

Sudah hampir setahun ini, Erika mengikuti sebuah program di klinik mandiri seorang dokter spesialis kandungan yang dulu juga sempat membantu teman pejuang dua garis seperti dirinya. Setelah waktu berjalan sedikit lama, temannya itu berhasil dan sekarang sudah memiliki dua buah hati yang lucu dan menggemaskan. Erika tidak iri, dia hanya ingin, tidak lebih dari menginginkan karena dokter sudah mengatakan jika kemungkinan hamil untuknya, tidak lebih dari sepuluh persen.

Erika berjalan di rak susu. Ia ingat jika susu almond dirumahnya hampir habis. Dia membutuhkan itu untuk mengkamuflase hatinya yang ragu dan tidak yakin, untuk terus berusaha memenuhi program hamil yang sedang ia jalani bersama sang suami.

Ah, kalau dipikir-pikir lagi, ini juga salahnya. Mengapa tidak berfikir positif yang mungkin bisa membuatnya benar-benar dipercaya Tuhan untuk menimang anak, alih-alih ragu dan bimbang. Karena menurut beberapa teman yang pernah menasehatinya, rasa percaya diri adalah kunci untuk mensugesti diri sendiri agar cepat di karuniai seorang anak. Erika merasa masalah ini benar-benar datang dari dirinya seorang.

Ia meraih dua kardus berukuran sedang, lalu memasukkan kedalam keranjang. Ia juga membeli jus siap seduh, deterjen, dan kebutuhan dapur lainnya yang harus ia penuhi. Termasuk beras, telur, gula, minyak, dan aneka kebutuhan pokok lain. Dan selanjutnya, Erika menuju kasir untuk membayar semua barang belanjaan yang ia bawa. Setelah itu pulang berencana langsung ke rumah.

Mendorong troly belanja menuju mobil, Erika tidak berhenti memikirkan pembahasan apa yang akan dilakukannya bersama Ade nanti. Pasti sangat canggung karena suasana hatinya yang sedang buruk akibat pertanyaan suaminya itu, pagi kemarin.

Helaan nafas menjadi tanda bahwa Erika sebenarnya sudah lelah. Ya, lelah. Ia terlalu malu kepada keluarga sang suami karena belum mampu memberikan cucu, sebab Ade adalah anak tunggal di keluarganya.

“Haruskah aku berhenti melakukan semua usaha ini, dan benar-benar memberikan Ade izin untuk memperistri wanita lain?” gumamnya dalam hati dengan mata menatap kosong pada mobil HR-V putih miliknya.

Erika merogoh saku tas selempangnya, ia mencari kunci mobil dan memindahkan barang belanjaan ke dalam kabin belakang mobil, setelah itu kembali berjalan ke pelataran supermarket untuk mengembalikan troly belanjaan.

Meskipun hatinya begitu gamang untuk kembali, namun tidak dapat dihindari jika Erika harus kembali ke peraduan, tempat yang akan menjadi tujuannya kembali pulang, rumah.

***

Ade tersenyum lega saat melihat mobil sang istri telah terparkir di garasi rumah mereka. Rasa cemas yang sedari tadi hinggap dihatinya, kini telah terbang bersama angin. Ia bergegas masuk kedalam dan tidak sabar menyapa wanitanya yang sudah ia rindukan. Ia sampai dirumah saat langit sudah hampir gelap. Hari ini sangat sibuk, hingga tadi juga tidak sempat makan siang.

Rumah sudah terlihat bersih. Aroma sedap masakan kembali terhirup, Ade suka sekali suasana seperti ini. Rumahnya seperti hidup kembali dengan adanya Erika.

Dilepasnya dasi yang mengekang leher, lantas ia berjalan menuju dapur setelah meletakkan tas kerja dan jas di atas sofa ruang tengah. Ia tidak sabar untuk segera bertemu sang istri tercinta.

Ketika punggung sempit itu terlihat, dua sudut bibir Ade tertarik memperlihatkan simpul senyum manis yang hanya ia tunjukkan kepada orang yang ia sayangi. Namun ia masih ingin berlama-lama memperhatikan presensi Erika yang sibuk memasak.

Ia sandarkan sisi kanan tubuhnya pada pintu pembatas antara ruang tengah dan dapur. Ia lipat kedua lengannya di depan dada. Rasa kagum menyeruak dalam benak. Dalam hati Ade membatin, betapa beruntungnya dia memiliki Erika.

Setelah puas memandang, Ade menjatuhkan tatapannya pada sandal rumah yang ia kenakan, tersenyum sendiri atas keberuntungan yang Tuhan berikan padanya ini terlalu indah hingga rasa syukur sepertinya tidak cukup digunakan sebagai bentuk rasa terima kasih.

Ia lalu memutuskan untuk berjalan mendekat, lantas memeluk pinggang Erika dari belakang. Wanita itu terjingkat, lantas terkekeh dan mencicipi rasa kuah kare yang ia buat.

“Coba rasanya gimana? Kok aku kayaknya dari tadi hambar terus, ya?”

Ade memajukan wajah, dan bibirnya menyesap kuah kare dari sendok yang disodorkan Erika. “Enak kok. Sudah pas.” bisiknya tepat di telinga Erika bersama satu kecupan yang mendarat.

Merinding, Erika memutuskan untuk melayangkan protes kepada sang suami. “Geli ih. Udah, mandi dulu sana. Setelah itu makan malam. Udah hampir selesai kok, tinggal goreng ayam doang.”

Ade menyarangkan sekali lagi kecupan di pipi mulus Erika. “Kenapa nomornya tadi nggak aktif?” katanya masih betah memeluk pinggang dan menghirup aroma lavender dari tubuh Erika. “Aku sampai telepon mas Pras buat nyari kamu.”

Terkadang, Ade ini memang kurang peka dengan apa yang harus dilakukannya pada diri sendiri. Mungkin karena dibutakan oleh cintanya yang begitu besar kepada Erika sampai tidak peduli jika seharusnya ia memberikan waktu dan ruang untuk wanita itu sendirian.

“Ngapain? Kan aku udah bilang balik jam sepuluh?”

“Tapi aku telepon kamu jam delapan pagi. Kata mas Pras kamu udah pamit sejam yang lalu.”

Erika diam karena tertangkap basah melarikan diri.

“Jadi, kamu kemana?” lanjut Ade bertanya. Ia lagi-lagi mengecup pipi istrinya yang sekarang sudah tidak lagi tersenyum.

Perjalanan dari rumah orang tua Erika untuk sampai kerumah, memakan waktu sekitar dua jam dengan catatan tidak terjebak macet.

“Belanja ke super market.”

Nyatanya, hal itu justru membuat Ade tersulut. Pasalnya, mereka selalu belanja berdua diakhir pekan. Ade sendiri juga tidak mengizinkan Erika belanja seorang diri lantaran dokter yang mencoba memberikan terapi memberitahu, jika Erika jangan melakukan banyak pekerjaan terlebih dahulu. Dia harus sering beristirahat agar kondisi tubuhnya relax dan lebih santai. Tidak dianjurkan tertekan beban fisik dan psikis.

“Ngapain kamu belanja sendiri? Kan biasanya berdua sama aku?” celetuk Ade membuat Erika sekarang diam tak memiliki jawaban. Alasan yang seharusnya berguna, ternyata sia-sia.

“Ya sekalian, De. Searah.” jawab Erika mulai risih dengan pelukan Ade dan meronta minta dilepas. Ia bahkan mencoba menghindari tatapan Ade yang terpaku pada pupil matanya. “Lagian, aku nggak apa-apa kok. Buktinya, aku bisa—”

“Apa kamu lupa kata dokter?” sahut Ade cepat tak ingin memberi kesempatan untuk Erika memberikan alasan. “Tolong jangan membangkang dan ikuti—”

“Ck! Aku capek, De!”

Ade tercengang. Baru kali ini dia mendengar Erika mengeluh. Keningnya berkerut saat melihat mata Erika mulai berkaca-kaca. Semenyakitkan itukah ucapannya hingga Erika berkata capek, atau mungkin ... ingin menyerah?

“Lihat aku!” pinta Ade, memegang kedua bahu Erika agar menatap matanya. “Kenapa kamu berkata begitu, Er?”

“Kamu nggak tau rasanya jadi aku—”

“Aku tau. Untuk itu aku selalu berusaha untuk melengkapi kamu, Er. Mencoba melakukan dan menjadi yang terbaik buat kamu, agar kamu nggak merasa sendirian!” sela Ade sedikit kecewa. Ia kira, selama ini Erika tenang dan bisa menerima keadaan, berjuang bersama untuk melewati semua yang di berikan Tuhan kepadanya. Tapi ternyata? Dugaannya salah. Erika memendam rasa putus asa sendirian. “Kalau kamu memang pingin marah, lelah, kamu bisa bilang dan lampiasin apapun kekesalan kamu ke aku! Tolong, jangan seperti ini, Er.”

Erika mengusap airmatanya yang jatuh, lalu memutar tubuh dan mematikan kompor.

“Aku nggak keberatan, kalau kamu pingin punya anak dari—”

“STOP! Cukup!”

Emosi Ade mulai membara membakar kepalanya. Pekerjaan dikantor yang sudah memeras seluruh kesabarannya, kini harus berakhir dengan emosi yang meledak saat melihat rasa putus asa yang ditunjukkan Erika didepan matanya.

“Kamu minta aku buat punya anak sama wanita lain. Apa kamu udah nggak cinta lagi sama aku, Er?!”

Mendengar itu, Erika terpojok. Siapa yang tidak mencintai pria sebaik Ade? Wanita manapun akan tergoda pada pria ini jika sedikit saja Erika melepas perhatian dan kekangannya. Tapi, Erika tidak ingin menjadi wanita jahat. Ade berhak bahagia. Ade berhak mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan, yang tidak bisa ia berikan.

Lutut Erika gemetar, kakinya terasa layu seperti tak memiliki tulang. Pertanyaan Ade membuatnya sakit hati.

“Aku cinta sama kamu.” bisiknya pelan disela airmata yang jatuh semakin deras.

“Ya. Seharusnya kamu tetap seperti itu! Menjagaku, memintaku agar tetap bersama dan cinta sama kamu, bukan malah meminta aku—”

“Tapi kami berhak bahagia. Kamu berhak memiliki anak yang justru ... tidak bisa kamu dapatkan dariku, De. Orang tua kamu juga berhak memiliki cucu dari putra semata wayangnya.”

Ade ikut berkaca-kaca. Dia bahkan bisa merasakan bagaimana rasa sakit yang mungkin sedang dirasakan Erika saat ini. “Aku tetap cinta sama kamu! Aku nggak akan pernah bikin kamu merasa sendirian.” kata Ade yang sudah kembali memeluk pinggang Erika. “Kamu adalah tujuanku, Er. Rumah untukku kembali. Bukan yang lain.” []

Bersambung

🌼🌼🌼

###

Nah, yang begini ini biasanya ya *eh

Yang manis-manis begini apa terus tetep bakalan manis?

Pantau terus kemanisan Ade pada Erika ya ...

Jangan lupa dukung author dengan cara berikan Like, komentar, dan subscribe. Jika berkenan, berika juga jadian dan vote kalian untuk Recognize You ya ...

Terima kasih

❣️❣️❣️

Terpopuler

Comments

Maple🍁

Maple🍁

Meleleh🤤 tkutx Ade mlai glap mta trus trtarik ama pegawai magang😞

2023-10-30

1

yumin kwan

yumin kwan

tapi Ade mulai tertarik ma daun muda di kantor.. bagaimana ini???

2023-06-09

2

Putu Suciptawati

Putu Suciptawati

nama tokoh prianya sama.seperti nama suamiku.. 🤣

2023-06-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!