...Recognize You by VizcaVida...
...Happy reading...
...[•]...
Menjadi petinggi sebuah instansi keuangan itu, cukup menguras emosi, tenaga, dan juga otak. Bagaimana tidak? Semua kegiatan keuangan baik internal instansi maupun personal, adalah tanggung jawab yang harus ia emban. Belum lagi godaan dan tawaran-tawaran menggiurkan dari orang-orang yang ingin semua masalah cepat beres. Ade kadang tidak habis pikir, mengapa mereka melakukan itu dan apa tujuan mereka melakukannya. Padahal, jauh lebih baik jika bekerja jujur.
Selama ini, Ade tidak pernah menanggapi hal seperti itu. Dia memilih bekerja bersih dan memegang sumpah yang pernah ia ucapkan saat jabatan ini diberikan kepadanya. Well, tidak mudah memang, tapi Ade tetap memilih jalan lurus. Tidak akan pernah menerima suap dalam bentuk apapun. Dia memegang teguh prinsip tersebut.
Disaat lelah mulai menyapa, secara tiba-tiba pupil matanya tertuju pada cincin yang terpasang di jari manis kanannya. Cincin pernikahannya dengan Erika, wanita yang selalu memenuhi dan sangat ia cintai sampai sekarang. Tatapannya lurus menerawang, hingga ia teringat ucapannya tadi pagi yang justru membuat Erika seperti tersudut. Ucapan yang selama ini selalu membuat istrinya berubah pemurung saat orang lain yang menanyakan tentang kehamilan dan anak.
“Ck!!” decaknya sebal pada diri sendiri. Ia lantas mengambil ponselnya dan berniat menghubungi sang istri. Namun terhenti karena pintu ruangannya diketuk seseorang. Ponsel kembali ia letakkan begitu saja dan memberi titah kepada seseorang yang sedang menunggunya diluar agar segera menghadap. “Masuk.”
Tak menunggu lama, salah satu staff HRD memasuki ruangannya membawa tumpukan lamaran pekerjaan dari beberapa orang yang sudah berhasil di rekrut dan akan mulai bekerja Minggu depan sebagai karyawan magang.
“Permisi, pak. Ini saya bawa berkas pegawai baru yang akan mulai bekerja Minggu depan.” kata Yuni, staff yang sudah lama menjabat sebagai ketua HRD di kantor ini.
Ade memperhatikan tumpukan itu sejenak, lantas menerimanya. Membolak-balik untuk membaca dan melihat profil si pekerja baru.
“Ada yang mutasi dari kantor lain tidak?” tanya Ade memastikan agar tidak ada kesalahan untuk kedepannya nanti.
“Untuk saat ini belum ada, pak. Sepuluh orang ini, fresh graduate dari universitas ternama yang berbeda-beda.”
Ade membalik lembar CV milik seorang laki-laki berusia sekitar dua puluh satu tahun yang memiliki IPK hampir sempurna yakni 3,8. Kepalanya mengangguk paham.
“Hasil test nya, boleh saya minta?” lanjut Ade yang langsung disanggupi oleh Yuni. Wanita itu menyerahkan selembar kertas yang berisi print out hasil test sepuluh orang yang telah di rekrut tersebut. Adapun test yang tercantum disana ada beberapa macam, diantaranya test akademik dan kesehatan yang tentu selalu menjadi prioritas utama bagi Ade.
“Untuk hasilnya, calon pegawai yang bernama Refana yang paling unggul. Dari pengamatan saya, dia memang anak yang cerdas dan kemampuan komunikasinya sangat baik.”
Ade dapat melihat nilai perempuan bernama Refana itu memang unggul dari yang lainnya.
“Selain itu, dia sangat cantik pak. Dia cocok di tempatkan di bagian depan. Bukankah kita juga sedang membutuhkan bagian resepsionis?”
Mendengar penjelasan dari Yuni, Ade menjadi penasaran dan mencari profil calon pegawai bernama Refana. Dan benar tentang apa yang dikatakan Yuni. Refana memang cantik, dan pas jika di tempatkan di bagian depan untuk menerima tamu-tamu atau nasabah. Karena biasanya, orang-orang cenderung suka dan urusan menjadi mudah.
Kepala Ade mengangguk lagi. Dia baca profil lengkap Refana mulai dari nama lengkap, alamat lengkap, usia, nama orang tua, dan jejak pendidikan yang dia tempuh.
“Cukup mengagumkan.” batinnya karena ternyata, selain cantik, Refana yang disebut-sebut dan digadang oleh Yuni sebagai resepsionis itu, sangat mengagumkan.
Yuni masih berdiri ditempatnya, memperhatikan Ade yang serius membaca-baca CV para pegawai baru. Dulu, Yuni sempat mengagumi sosok Ade, sosok seperjuangan dengannya di kantor mulai dari menjadi trainee, hingga sekarang pria di hadapannya itu telah mendapatkan jabatan penting.
“Jadi, kapan mereka datang untuk pengenalan menjalani training?”
***
Ade turun dari mobil Pajero hitamnya dengan kancing atas kemeja yang terbuka dan dasi yang sudah posisi mengendur. Hari ini cukup melelahkan karena pekerjaan benar-benar datang beruntun tanpa ampun. Apalagi akan ada pegawai baru yang masuk dalam bulan ini, menjadikan aktifitas kantor sedikit sibuk mengurus ini dan itu, melakukan pengangkatan jabatan pegawai lama ke jabatan baru, dan beberapa administrasi kantor yang perlu di cek lagi mengingat sudah waktunya melakukan pembukuan baru.
Di rogohnya saku tas kerja untuk mengambil kunci rumah. Keadaan rumah masih gelap, dan ia sadar sekarang, tanpa Erika pasti semuanya tidak akan tertata.
Ade terkekeh kecil mengingat istrinya itu. Sudah hampir sepuluh tahun mereka bersama, namun rasa cinta itu masih tetap sama. Ade begitu mencintai istrinya itu tanpa memandang kekurangan sang istri. Terutama tidak bisanya Erika memberinya keturunan hingga hari ini.
Tapi, tidak masalah. Suatu saat pasti di beri kok.
Ade tersenyum, menarik keluar ponselnya keluar dari saku celana bahannya, lalu mengetuk layarnya sebanyak dua kali. Kali ini, dia bisa memandangi wajah cantik sang istri yang tersenyum kepadanya. Ade kangen. Dia merindukan Erika.
Buru-buru dia mengetik pesan kepada wanitanya itu karena tau jika Erika pasti tidak pulang kerumah. Dia juga sudah memberi izin, tadi pagi.
Malem, sayang. Lagi ngapain?
Simpel, tapi selalu berhasil membuat percakapan di ponsel mereka berjalan sesuai yang diinginkan.
Ade melanjutkan langkahnya untuk masuk kerumah, menyalakan lampu, dan mandi selagi Erika belum membalas pesannya. Dilanjutkan dengan makan malam seadanya, yakni sisa sup daging tadi pagi yang dibuatkan Erika. Yeah, Ade tidak keberatan makan makanan tersebut.
Ting!
Sebuah pesan masuk kedalam ponselnya, dari Erika kah? Jika bukan, Ade memilih meneruskan makan saja.
Ia melirik ponselnya yang masih menyala, mencaritahu siapa yang mencoba mengontak ponselnya dengan sebuah pesan. Lalu, senyuman menghias bibir seksi nya kala tau nama ‘Wife’ muncul disana.
Sorry baru bales. Baru aja sampai rumah
Tak lama, ponselnya kembali berdenting.
Kamu udah pulang? Udah makan?
Ade mengunyah nasi didalam mulutnya. Ia meletakkan sendok di piring guna mengetik balasan untuk Erika.
Udah. Lagi makan malam sama sisa sup kamu tadi pagi
Setelah itu, Ade kembali meraih sendoknya, kemudian menyuapkan nasi ke dalam mulut.
Maaf ya nggak bisa masak makan malem buat kamu. Besok pagi aku baru bisa pulang.
Ade meraih lagi ponselnya.
Iya, ga apa. Tapi aku kangen sama kamu
Balasan terkirim, dan tak lama berselang panggilan Video membuat ponsel Ade kembali bergetar.
Digesernya tombol yang melompat. Wajah cantik Erika muncul memenuhi layar ponsel.
“Ya udah nih aku telepon, katanya kangen.” celetuknya menggoda membuat Ade lagi-lagi terkekeh geli.
“Emang lagi kangen. Serius.”
Erika tertawa diseberang. Tawa yang selalu menghibur dan menjadi mood booster bagi Ade.
“Iya, besok aku pulang kok.” jawab Erika masih santai, lalu menatap Ade seksama. “De,” panggil Erika penuh sayang. Jika sudah memanggil nama Ade seperti ini, Ade tau kemana arah pembicaraan yang akan mereka tuju.
“Eumm, kenapa? Ngga perlu ngomong aneh-aneh deh.” celetuk Ade mengingatkan. Tadi pagi dia memang salah bicara. Erika tidak mungkin melupakan jadwal periksa mereka ke dokter. “Kalau ngajak ngomong aneh-aneh, aku matiin aja teleponnya.” lanjutnya mengancam yang justru mengundang tawa Erika di seberang.
“Apa sih. Orang aku mau bilang kalau kamu ganteng banget kok.”
Ade tidak terkecoh. “Iya, awalnya kamu muji aku, terus nanti ujungnya—”
“Kamu capek ngga hidup kayak gini sama aku?”
Diam. Ade benar-benar diam tak memberikan jawaban selain melahap makanannya yang sudah hampir masuk angin. Dia acuh dan tidak ingin berdebat lebih jauh masalah rumah tangga mereka.
“Serius nanya aku, De.”
Kesal dengan sikap Erika yang tidak mau mendengarnya, Ade kembali memberikan ultimatum. “Udah. Aku matiin aja teleponnya. Aku mau lanjut makan terus istirahat—”
“Kalau kamu capek, kamu boleh cari perempuan lain yang bisa kasih kamu anak. Kita stop pengobatan dan terapi ke aku. Udah banyak yang kita keluarin buat biaya ngobatin aku yang nggak ada hasil—”
“Udah aku bilang, kan? Jangan bahas yang aneh-aneh.” sela Ade dengan ekspresi wajah yang sudah berubah datar. Ingin sekali marah, tapi dia tetap menahannya mati-matian. Apalagi saat mendengar Erika memberinya kesempatan untuk dekat dengan wanita lain, membuat darah Ade mendidih seketika. “Aku ngga masalah keluar biaya banyak, serius aku ngga keberatan. Kalau kamu tersinggung dengan ucapanku tadi pagi, maaf. Aku cuma pingin nggak terlambat pulang dan buat kamu nunggu aku.”
Erika diam. Ade terlalu mudah menebak rasa tidak nyamannya. Ia memutuskan untuk mengangguk paham dan kembali tersenyum. “Aku juga serius, cuma muji kamu, sayang.”
Menghela nafas besar, Ade menatap intens pada gambar Erika di layar ponselnya. “Ya sudah. Kamu istirahat aja kalau begitu.”
Tidak ada jawaban lain selain menganggukkan kepala, Erika mencoba kembali menampakkan senyuman dibibirnya agar suasana kembali natural. “Ya sudah. Kamu juga tidur, jangan begadang. Besok aku sampai rumah sekitar jam sepuluh.”
“Eumm, hati-hati nyetirnya.” pesan Ade tulus kepada sang istri.
“Iya, pak Ade tersayang.”
Ade tersenyum hangat, lantas menggoyangkan telapak tangannya sebagai salam perpisahan. “Bye. Aku kangen kamu.” []
Bersambung
🌼🌼🌼
Next?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Maple🍁
Enak di baca thor ngak ad beban kya hdupQ🤭😂👍
2023-10-30
1