Bab 15

“Loh, Nad. Mau kemana?” tanya Tuti, “katanya nggak enak badan, kok sekarang mau pergi? Mau ke mana memangnya?” tanya Tuti lagi.

“Aku mau ke rumah sakit, Mbak. Mau temani Nenek. Tuan sama Nyonya belum turun?” Nadia melihat tangga dan mendapati Bintang bersama Sarah di sana. Tidak tampak seperti pasangan yang habis melepas rindu karena Bintang jalan lebih dulu tanpa menunggu istrinya yang berjalan di belakangnya.

“Nadia, mau ke mana malam-malam begini?” tanya Bintang melihat Nadia sudah rapi dengan ranselnya. Tapi ada hal lain yang Bintang perhatikan, yaitu mata sembab gadis itu. terlihat jelas kalau dia baru saja menangis.

Bintang mengekrutkan keningnya, dan menatap Nadia dengan tajam seolah bertanya apa yang kau tangisi sampai matamu sembab seperti itu.

“Saya mau ke rumah sakit, Tuan. Saya rindu sama Nenek” jawab Nadia. Dia memang merindukan Neneknya, tapi sebenarnya dia tidak mau melihat Sarah dan Bintang bersama di rumah itu.

“Kamu mau meninggalkan Tuti sendirian lagi membereskan semua ini, enak sekali kamu” seru Sarah. Tuti yang di sebut namanya hanya diam menunduk. Dia sama sekali tidak keberatan mengerjakan semuanya sendiri, toh dia tidak melakukan banyak pekerjaan karena ada dua orang yang membantunya seharian. Tapi Tuti tidak berani membuka suara untuk membela Nadia.

“Besok saja kalau kamu pulang sekolah, ini sudah malam,” Bintang tidak mau mengijinkan Nadia pergi apalagi sekarang sudah malam. Nadia terlihat kecewa tapi tidak berani membantah Bintang, apalagi ada Sarah. Nadia lalu kembali ke kamarnya, hatinya terluka melihat Bintang yang tidak membelanya di depan Sarah.

“Kasih hati terus, nanti dia semakin melunjak dan tidak tahu diri,” omel Sarah. Dia tidak tahu kalau suaminya memang telah memberikan sebagian hatinya pada gadis itu.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam ketika Nadia mendengar pintu kamarnya di ketuk, Nadia yang memang belum tidur lalu berdiri dan membuka pintu.

“Tuan Bintang...” Bintang meletakkan jari telunjuknya di bibir Nadia lalu mendorong pelan gadis itu masuk ke kamarnya.

Bintang memeluk Nadia dengan erat, hal itu membuat Nadia tersenyum senang.

“Kenapa kamu menangis? Tidak ada seorangpun yang bisa mengeluarkan kamu dari rumahku,” kata Bintang masih memeluk Nadia.

“Jangan dengarkan apapun yang Sarah katakan, jangan di masukkan ke hati,”

“Kamu tidak perlu khawatir dengan Nenek kamu, dia sudah mendapatkan peratawan yang terbaik,” lanjut Bintang yang masih belum melapaskan pelukannya.

“Tapi, Nyonya...”

“Ssstt...” jangan sebut namanya saat kita bersama. Bintang tidak mau suasana syahdunya bersama Nadia terganggu dengan mengingat istrinya yang sedang terlelap di kamarnya.

“Apa yang Tuan lakukan bersama Nyonya tadi, apa Tuan...?” Nadia tidak melanjutkan ucapannya, dia merasa kesal dan malu sekaligus.

“Kamu cemburu...? jadi itu sebabnya kamu menangis?” Bintang tertawa kecil, dia tidak menyangka Nadia akan merasa cemburu melihatnya bersama istrinya sendiri, padahal Nadia bukan menangisi itu, dia menagis karena ucapan Sarah yang tajam telah melukai harga dirinya.

“Apa hak saya cemburu, Nyonya adalah istri sah Tuan. Sedangkan saya hanya seorang pembantu yang tidak tahu diri yang berani menyukai Tuan. Kenapa saya harus cemburu melihat suami istri bersama,” Bintang ingin tertawa lebar melihat wajah cemberut Nadia yang sangat menggemaskan. Tapi mungkin seisi rumah akan terbangun jika mendengar suara tawanya, apa lagi suara tawa itu akan berasal dari kamar Nadia.

“Kamu sudah ada di dalam sini” kata Bintang membawa tangan Nadia di dadanya. “Aku akan membagi semua yang aku berika pada sarah padamu,”

“Maksud, Tuan?”

“Aku menyayangimu, aku tidak bisa membantahnya. Dan aku selalu ingin berada di dekatmu, seperti sekarang,” Bintang mendekatkan wajahnya, perlahan mencium kening Nadia, kedua matanya yang masih sembab lalu kedua pipinya dan berakhir di bibirnya.

Mereka kembali saling mencecap manisnya bibir masing-masing. Terbawa suasana yang cukup dingin malam itu hingga mereka tidak sadar suara decapan bibir mereka sudah memenuhi kamar Nadia.

Yang tidak Nadia ketahui, Bintang mati-matian menahan sesuatu yang sudah bergejolak di dalam dirinya sejak tadi. Ingin sekali Bintang menerkam Nadia saat ini juga, tapi dia berusaha menahan dirinya.

Malam semakin larut, Bintang masih ada di dalam kamar Nadia, berbaring di atas tempat tidur kecil sambil memeluk Nadia. Tangannya mengusap lengan Nadia yang melingkar di pinggangnya sambbil sesekali dia mengecup lembut kening gadis itu. Nadia berharap malam itu menjadi malam yang sangat panjang sehingga dia bisa merasakan hangat pelukan Bintang lebih lama lagi.

Malam yang begitu dingin sudah beranjak menanti pagi, Nadia terbangun dari tidur lelapnya dan tidak mendapati Bintang di sampingnya, entah jam berapa laki-laki itu pergi meninggalkan kamarnya. Nadia kecewa, tapi dia juga bahagia. Tidak menyangka bisa sehangat dan senyaman itu berada di dalam pelukan Bintang.

Nadia keluar kamar mencuci muka dan menggosok gigi, setelah itu barulah ke dapur membantu Tuti menyiapkan sarapan.

“Kamu sudah baikan?” Tuti sudah tidak melihhat wajah kusut Nadia lagi, sekarang yang ada wajah cerah dan ceria.

“Makasih ya, Mbak. Aku juga mau minta maaf karena sering tidak bantu, Mbak” sesal Nadia. Bukan sengaja karena malas, tapi karena Nadia sedang tidak baik-baik saja semalam.

“Nggak apa-apa. Kamu kan harus sekolah. Kamu harus belajar yang baik supaya bisa lanjut kuliah dan dapat pendidikan yang tinggi. Masak iya kamu mau jadi pembantu terus kayak, Mbak”

Nadia terharu dengan kebaikan Tuti, dia menghampiri gadis itu dan memeluknya dari belakang. Di sekolah ada Vanesa dan Angel yang menyayangi dan selalu berada di sampingnya, sedangkan di rumah ada Tuti yang baik hati dan selalu pengertian. Nadia bersyukur banyak orang baik di sampingnya yang menyayanginya tanpa pamrih.

Setelah membantu Tuti, Nadia kembali ke kamarnya dan bersiap ke sekolah. Dia terseyum melihat tempat tidurnya dan mengingat dia dan Bintang semalam berada di tepat tidur itu, tiudr sambil berpelukan.

Semalam Nadia berfikir untuk menginap di rumah sakit karena kesal pada Bintang yang bermesraan bersama istrinya. Tapi saat Bintang melarangnya di depan Sarah, Nadia tidak bisa membantah dan terpaksa menuruti perintah Bintang.

Nadia kembali  mengeluarkan pakaian sekolah yang semalam sudah dia masukkan ke dalam tasnya dan mengisinya dengan buku untuk pelajaran hari ini.

Nadia menertawai pantulan dirinya di cermin, bagaimana bisa dia yang selalu menasehati Vanesa dan Angel agar melepaskan sugar daddy mereka karena itu sama saja dengan wanita simpanan yang bisa saja menjadi perebut suami orang tapi sekarang dia malah ikut menjadi wanita simpanan. Dan hebatnya lagi, dia tinggal seatap dengan laki-laki yang menjadikannya wanita simpanan bersama dengan istri sahnya.

“Kamu sendiri yang minta aku melakukannya, aku tidak mau menjadi perusak rumah tangga orang tapi wanita sombong kayak kamu memang harus di beri pelajaran,” kata Nadia seolah Sarah sedang berdiri di depannya.

Terpopuler

Comments

Lenny Fitriany

Lenny Fitriany

baru ada cerita kayak gini.. biasanya pelakor itu jadi peran paling menyebalkan tapi disini pelakornua jadi pemeran utama dan lucuu 😅😅
semangat thorr ceritanya bagus 😍

2024-04-24

1

Mamah Kekey

Mamah Kekey

di nopel ini..aku malah membela pelakor...😀

2024-04-22

2

Fenty Dhani

Fenty Dhani

good Nadia jangan menyerah...hancurkan wanita rubah itu😏

2024-03-19

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!