Rey duduk bersebelahan dengan putrinya, ia melirik sekilas benda yang ada ditangan putri kecilnya. Hatinya terasa tergores setiap kali melihat putrinya seperti ini.
Rey mengelus pucuk kepalanya dan tersenyum
"Lagi kangen Ibu?" Tanya Rey
Putrinya menganggukan kepalanya dua kali. "Iya, Luna kangen banget sama Ibu."
Luna melihat langit yang bertaburan bintang-bintang kecil disana. Dia menunjuk bintang yang paling bersinar dengan jarinya. "Itu pasti Ibu, Ibu dilangit bersinar paling terang ya, Yah."
Luna beralih dan melihat foto wanita di tangannya.
"Ibu juga cantik banget, Ibu pasti orang yang baik, sampai-sampai Tuhan ambil Ibu lebih awal." Luna mati-matian menahan air matanya agar tidak turun. "Karena Tuhan lebih sayang sama Ibu, DIA ingin jagain Ibu lebih baik dari makhluknya, yakan Pa?"
Rey membawa Luna dalam pelukannya. Ia sangat kecewa pada dirinya sendiri karena gagal menjadi seorang suami untuk Tara—almarhumah istrinya. Rey juga sangat merindukan wanita itu, Rey juga ingin mengadu kepada semesta. Kenapa semua ini terjadi pada keluarganya.
Tara—Ibu dari Aluna meninggal karena menyelamatkan nya saat Aluna kecil nyaris tertabrak truk.
Saat itu Rey dan Luna tengah berjalan-jalan ditaman, Rey hanya mengangkat telepon sebentar dan Luna pergi jalan-jalan sendirian.
Tara yang kebetulan baru pulang dari butik melihat putrinya tengah bermain dijalan menghentikan langkahnya, dia berlari ke arah Luna ketika melihat sebuah truk melaju ke arahnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Tara tertabrak dan kehilangan banyak darah yang menyebabkan nyawanya tidak terselamatkan.
"Ibu kamu orang baik sayang, dia juga cantik seperti kamu," Rey merenggangkan pelukannya. "Sekarang tidur ya, ini udah malam. Besok juga kamu harus sekolah."
Aluna mengangguk dan masuk kembali kedalam kamarnya. Rey menaikan selimut dan mencium kening Luna. "Night anak Ayah."
"Night juga, Ayah."
Rey mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur putrinya, ia berjalan keluar dan menutup pintu coklat pastel itu.
...*******...
Suasana kantin SMANBA sangat ramai mengingat waktu istirahat sudah tiba. ALTARES geng menempati meja pojok kanan. Suara ricuh terdengar keras disebabkan para siswa-siswi berteriak memesan makanan yang mereka inginkan. Tak banyak juga dari mereka yang rela berdesak-desakan bak orang mengantri sembako.
"YEYY, akhirnya gue bisa satu sekolah sama Aga." Teriak Nisa senang.
Okta dan Nisa memang pindah dari SMA Karya bakti ke SMA Negeri Bangsa. Ini semua sudah diatur oleh Alga dan sedikit bantuan dari Arka, sehingga dengan cepat mereka bisa diterima disini.
"Gue jadi bisa hajar lo Sa," Tutur Razi
"Udah bosen hidup lo!" Alga menatap Razi tajam, ia tidak mungkin rela jika Nisa disakiti.
"Gue bantu injak ginjalnya Al." Ucap Devano
"Gue bantu patahin lehernya." Lanjut Okta.
"Kalau gue, em...cincang-cincang badanya deh." Imbuh Karlo
Razi mengusap dadanya pelan, dan menatap teman-temannya satu persatu. "Berasa dinistakan gue, lo semua jahat banget, cuma kulkas dua pintu yang ngehargai gue."
Reza menatap kembarannya malas, penuh drama dan banyak bicara. Reza hanya sibuk memainkan ponselnya sedari tadi dari pada ikut meninmbrung tidak bermanfaat.
"Ciee dikacangin sama si batu." Ledek Karlo
"Kembaran gak setia kawan lo Za." Razi menghembuskan nafasnya kasar.
Sedangkan Arka pandangannya berpusat pada satu cewek yang baru saja masuk ke area kantin. Rambut yang tergerai, bibir merah ranum, dan mata biru yang indah. Saat Luna dan Nara berjalan melawati meja Arka dan temannya, langkahnya terpaksa terhenti.
"Lo, berhenti!"
Sontak Luna dan Nara berbalik dan menatap Arka dengan dahi yang berkerut. Arka nampak berdiri mendekat ke arah Luna dan merogoh sakunya, ia memyodorkan ponselnya ke arah Luna. Perilakunya tidak luput dari perhatian ini ALTARES.
"Minta nomor lo."
"Ha?" Aluna yang memang sedikit ngeblank tidak bisa mencerna kata-kata Arka
"Gue bilang, minta nomor lo." Kata Arka mengulang kalimatnya.
Razi bersorak melihat tingkah ketua besarnya. "Woy bos katanya nggak mau, tapi lo embat juga kan."
"Nggak papa dong, biar Arka nggak kelamaan jomblo kayak lo pada." Ucap Nisa menatap Aluna dari atas sampai bawah.
Nisa memundurkan kursinya dan berdiri menghampiri Luna dan Nara. Nisa mengulurkan tangannya. "Hai, gue Anisa Ratu Mayla. Kalian bisa panggil Nisa, oh ya btw kita satu kelas loh."
"Gue Luna."
"Gue Nara."
Nisa menyenggol lengan Arka yang berada disampingnya. "Boleh nih Ka, buat penyemangat hidup lo."
Arka memutar bola matanya malas, ia sangat tidak suka jika orang lain mencampuri urusannya. Arka mencekal tangan Luna dan menyeretnya keluar kantin. Walau beberapa kali Luna memberontak namun hasilnya nihil, tenaganya tidak sepadan dengan cowok itu.
"Itu Arka mau bawa anak orang kemana ya?" Tanya Devano
"Nggak usah terlalu kepo sama urusan orang Dev." Jawab Okta
"Biarin aja kali, gue kasihan liat Arka murung terus semenjak Loly pergi," Kata Nisa lalu duduk kembali disamping Alga. "Aga suapin."
Dengan senang hati cowok itu menyuapi Nisa dengan penuh cinta. Dua bucin ini memang tak segan mengumbar keuwuan didepan temannya. Dunia memang milik berdua yang lain ngontak.
...******...
"Gue nggak mau!"
"Cuma nomor loh, apa susahnya si."
"Karena gue nggak mau sembarangan orang masuk ke dalam kehidupan gue."
Saat ini Arka dan Luna tengah bertengkar dibelakang sekolah. Arka yang sejak tadi kekeh memaksa Luna agar cewek itu mau memberi nomornya padanya. Dan Luna, dia pikir tidak penting jika harus berurusan dengan Arka, apalagi mengenalnya lebih dalam. Itu tidak ingin Luna lakukan.
Arka mengacak rambutnya frustasi. Ia melangkah maju mendekat ke arah Luna secara perlahan, dan reflek Luna juga memundurkan langkahnya hingga tubuhnya bersentuhan dengan pohon besar dibelakang.
Arka memajukan lagi hingga wajah mereka sangat dekat. Arka menyodorkan kembali ponsel miliknya.
"Gue nggak suka cewek pembantah." Ucap Arka menekan setiap katanya.
Dan gue, nggak suka cowok pemaksa. Batin Luna
Karena tidak tahu harus bagaimana, Luna terpaksa memberikan apa yang Arka mau. Luna mengetikan beberapa digit nomor lalu menyerahkan kembali kepada sang pemilik. Arka tersenyum karena apa yang ia inginkan terjadi juga.
"Good girl."
...****...
Hari ini adalah jadwal mata pelajaran olahraga, karena guru yang mengajar kelas Luna tidak berangkat, terpaksa kelas mereka akan campur dengan kelas 11 IPS 1.
Beberapa siswa-siswi sudah berkerumun di lapangan dengan seragam yang mereka ganti, ketua kelas masing-masing menyiapkan barisannya dan memimpin untuk melakukan pemanasan.
"Liatin siapa Ra?" Tanya Luna mengikuti arah pandang Nara.
Semenjak kelas 11 IPS 1 berbaris didepan, mata cewek itu tidak bisa diam berlari kesana kemari. Nara mengarahkan pandangannya kearah cowok dengan wajah datar yang menjadikannya ciri khas diri cowok itu. Tanpa sadar bibir Nara tersenyum kala melihat orang yang dia kagumi terlihat jelas didepan.
"Liatin masa depan."
"Kalau berani, tunjukin perasaan lo."
Nara mulai merasa lesu. "Udah pernah,"
"Tapi ya gitu, tuh cowok diem aja. Udah bener-bener kayak batu berjalan."
"Ya lo har—"
"ALUNA TASYA APRILIYA!" Teriak Pak Pati dari depan lapangan dengan tatapan tajam.
Sedangkan Luna hanya menyengir kala ketahuan mengobrol saat guru menjelaskan. Luna sangat malu, karena sekarang dua kelas itu menatap ke arah dirinya dengan tatapan yang sulit dijelaskan, apalagi Arka. Cowok itu terus menatapnya tanpa berkedip, membuat sangat empu salah tingkah sendiri.
"Saya pak?"
"Emangnya, di sini yang namanya Aluna siapa lagi kalau bukan kamu!"
Dengan terpaksa Luna berjalan menghampiri Pak Pati di dipan sana. Gara-gara Nara dirinya harus berdiri didepan semua anak-anak. Pak memberikan bola basket kepada Luna. Luna hanya memandangi bola itu dengan dahi berkerut.
"Coba kamu praktekan, gimana cara Dribbling yang benar!" Ucap Pak Pati masih dengan tatapan sengit.
Luna hanya melotot menanggapi perkataan Pak Pati. Luna saja tidak tahu bagaimana cara melakukannya, dia tidak tertarik sama sekali dengan yang namanya basket. Andai saja tadi dia mendengarkan penjelasan dari Pak Pasti, pasti itu tidak akan memalukan seperti ini.
"Buruan." Pak Pati kembali berucap.
Luna ketar ketir tidak jelas. Matanya kesana kemari berharap mendapat bantuan dari temannya, namun yang ditatap hanya acuh saja. Saat Luna hendak memantulkan bola ditanganya, siswa 11 IPS 1 maju menghampiri Pak.
"Biar saya saja Pak yang ngajarin Luna. Bapak bisa fokus sama murid-murid yang lain."
"Baik, saya nitip Luna." Ucap Pak Pati menepuk bahu Arka.
Arka mengambil alih bola dari Luna, ia mulai mempratekkan apa yang Pak katakan. Dengan teliti Luna mulai memperhatikan pergerakan Arka.
Laki-laki itu memang benar-benar hebat dalam basket, Luna akui itu.
Tapi tetap saja dia tidak suka cowok pemaksa sepertinya.
Arka itu cowok paling nyebelin yang pernah Luna temui.
Karena terlalu fokus dengan Arka, Luna tidak menyadari jika Arka sudah berada didepannya dengan keringat yang bercucuran.
"Gue tau, kalau gue itu ganteng."
Luna terperanjat kaget, sejak kapan cowok itu sudah berada disana?
Arka mendekatkan dirinya dengan Luna, hingga jarak diantara mereka hampir terkikis
"Tapi jangan sampai lo naksir sama gue," Bisik Arka lalu melempar bola kepada Luna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments