3. Memori Masa Lalu

Suasana kelas 11 IPS 1 kini benar-benar rusuh, pasalnya Pak Pati selaku guru matematika tidak masuk dikarenakan sedang ada urusan. Para penghuni kelas sibuk dengan urusan mereka masing-masing, ada yang bernyanyi, ada yang biang gosip, ada yang tidur, ada juga yang rajin baca buku.

"BAGAIKAN KAYU BASAH DIMAKAN API," Teriak Razi

"Asekk." Kompak Karlo, Devano

Razi berdiri diatas meja. "API CURIGA, API CEMBURU, API KERINDUAN YANG MEMBARA," Teriaknya sambil memegang sapu sebagai mikrofon.

Sedangkan Arka dan Reza hanya menatap malas teman-temannya. Mungkin yang waras hanya dirinya Reza, dan Alga. Tidak-tidak, Reza juga tidak waras. Cowok itu sangat irit bicara sehingga mendapat julukan kulkas berjalan. Andaikan saja Okta dan Nisa di sini pasti akan lebih menyenangkan.

"OH ANGIN KAT—

Brak!

"Berisik!" Reza menggebrak mejanya dan sontak mendapat perhatian dari penghuni kelas. Alis mereka terangkat seakan bertanya Ada apa?

Reza mendorong kursinya mundur dan berdiri hendak keluar dari markas para setan. Dirinya butuh ketenangan, ia butuh sendrian. Saat Reza sudah berada di ujung pintu langkahnya terhentikan.

"Za, mau kemana?!" Tanya Devano sedikit berteriak.

Reza menghembuskan nafasnya kasar sebelum menengok kebelakang, ia menaruh kedua tangannya di saku dan memasang wajah datarnya. "Mau mati."

Tanpa mau berlama-lama Reza pergi meninggalkan kelas 11 IPS 1. Teman kelasnya yang mendengar itu pun bergidik ngeri, Reza itu bisa diam-diam menghanyutkan. Dia adalah orang yang sangat berpengaruh di ALTARES Besar.

Karlo, Razi, dan Devano berjalan mendekat ke arah Arka yang tengah duduk dengan kaki diatas meja.

"Yang dikantin cantik ya," Ucap Karlo menaik turunkan alisnya menatap Arka penuh arti.

Arka memejamkan matanya dan tangannya ia silangkan didada, entah kenapa dadanya terasa sesak sekarang. "Lebih cantik Loly."

Tuturnya

"Ada yang gamon nih guys."

Loly Aurelani—Satu-satunya cewek yang berhasil membuat ketua ALTARES merasakan apa itu cinta. Satu-satunya yang berhasil mengikat hubungannya dengan status pacaran. Tapi itu dulu, sekarang semuanya telah berubah.

Saat kenaikan kelas 11 cewek itu memutuskan hubungannya dengan Arka, dia pergi begitu saja tanpa memberitahu Arka terlebih dahulu. Hati Arka hancur, bagaikan kertas yang terkoyak habis. Loly adalah segalanya yang membuat Arka bahagia.

Razi mengeluarkan ponselnya dari saku. "Nama tuh cewek siapa ya, lo pada ada yang tau nggak?"

"Mau lo embat juga?" Tanya Karlo lalu Razi menganggukkan kepalanya.

"Astagfirullah Zi, bukannya nabung pahala ini malah nabung dosa," Sentak Devano

"Mau gue buatin group arisan."

Razi tetaplah Razi, cowok playboy yang suka mengoleksi pacar. Entah terbuat dari apa hati laki-laki itu.

Arka membuka matanya dan mengambil ponselnya yang berada di meja. Dia berdiri dan pergi meninggalkan temannya begitu saja. Suasana hatinya benar-benar tidak karuan sekarang. Dunianya seakan gelap gulita diselimuti awan mendung.

Razi, Karlo, dan Devano menatap kepergian ketua Altares dengan tatapan iba. Mereka bertiga menghembuskan nafasnya kasar.

"Loly, lo jahat banget bikin bos kita kehilangan dunianya," Gumam Razi

...*******...

Suasana koridor SMANBA saat ini terlihat ramai, entah kenapa tiba-tiba guru mengadakan rapat dadakan. Tentu saja itu disambut dengan senang hati oleh siswa-siswi SMANBA.

Banyak dari mereka berpendapat bahwa, jamkos lebih menyenangkan dibanding pulang awal.

"Sumpah Lun, ini berat banget." Keluh Nara

Nara dan Luna kini tengah membawa beberapa buku yang sangat tebal menuju perpustakaan. Sedari tadi Nara hanya ngedumel tidak jelas, padahal Nara itu pernah juara pencak silat internasional, tetapi membawa buku dari kelas ke perpus sudah seperti menggendong gajah 10.

"Nara, dari tadi lo—

"Nitip ya," Nara memberikan setumpuk bukunya. "Gue mau ngejar masa depan."

Nara melengos pergi meninggalkan Luna sendiri. Luna hanya menghembuskan nafasnya gusar. Akhir-akhir ini Nara memang sedikit aneh, sepertinya cewek itu mulai merasakan jatuh cinta. Setahun mengenal Nara membuat Luna tahu semua sifat cewek itu.

Luna melanjutkan langkah nya dengan perlahan, buku-buku didepannya sungguh menganggu pandangannya. Dan tanpa sengaja Aluna menabrak seseorang.

Bruk!

Dengan cepat Luna berjongkok dan merapikan buku yang berserakan di lantai. Dia bisa melihat orang yang dirinya tabrak ikut berjongkok dan membantunya. Dia adalah inti ALTARES, satu-satunya cowok yang paling dewasa.

"Biar gue bantu."

Luna berdiri dan menggelengkan kepalanya dua kali. "Nggak usah, gue bisa sendiri." Tolaknya.

Cowok itu berdiri menyamakan tubuhnya dengan Luna. Dan mengambil paksa beberapa tumpuk buku dari tangan Luna. "Nggak boleh nolak bantuan Lun."

"Tapi Al—

Belum sempat Luna protes, Alga sudah lebih dulu melangkah meninggalkan Luna. Luna hanya bisa menyusul Alga dan sesekali menggerutu dalam hati, Luna tidak berani berjalan disamping Alga jadi dia lebih memilih berjalan dibelakang cowok itu.

Sepanjang koridor banyak pasang yang memandang mereka berdua dengan tatapan iri. Tak sedikit pula dari mereka yang bersorak seakan mereka sepasang kekasih. Luna benar-benar risih dengan tatapan itu semua.

"Al, mereka ngomongin kita."

"Gue nggak peduli."

"Tapi nanti kita dikira pacaran."

Alga menghentikan langkah nya secara tiba-tiba sehingga Luna meringis karena menabrak punggung cowok itu. Alga berbalik dan menatap manik Luna. "Gue cuma punya Ica."

"Cuma Ica yang gue sayang, besok dia bakal pindah kesini."

Luna menunduk tidak berani menatap mata laki-laki itu. "Maaf, gue gak bermaksud—

"Nggak papa. Gue juga minta maaf atas nama Arka waktu dikantin."

Arka memang akhir-akhir ini sedikit sentimen. Semenjak kematian neneknya Maria, cowok itu lebih cenderung emosian. Bahkan ia pernah mengurung dirinya sendiri, karena merasa bersalah, ia tidak bisa menyelamatkan nyawa nenek tercintanya.

Namun, tanpa mereka ketahui. Arka memiliki sisi baik yang jarang ia perlihatkan.

"It's okay. Gue nggak ngambil hati kok. " Jawab Luna

Lalu mereka melanjutkan perjalanannya menuju perpustakaan. Dan tanpa diduga, seseorang sejak tadi tengah memperhatikan mereka berdua. Buku-buku tangannya terkepal kuat dan satu tangannya ia taruh didadanya. Entah kenapa dadanya berdenyut nyeri.

"Loly, gue sakit."

...*****...

Cowok dengan seragam sekolahnya yang sedikit kusut, memasuki perkarangan rumahnya. Lengan cowok itu sedikit dilipat dan dasinya ia selempang kan dileher bak tukang parkir. Tangannya terulur membuka gagang pintu berwarna silver.

Kaki cowok itu terus melangkah hingga mendapati pemandangan yang begitu menyakitkan. Di ruang tengah ada Ibu dan Ayahnya yang memuji kakak laki-laki nya. Sebuah perhatian yang secuil pun tidak Arka dapatkan dari kecil.

Arka mengabaikan dan mula melangkah melewati ruang tengah, namun belum lama langkahnya terpaksa ia hentikan.

"Mau sampai kapan?" Tanya Prama—Ayahnya

"Sampai ayah mengakui kalau Arka ini anak ayah," Jawab Arka

Prama mencoba menahan emosinya, dadanya naik turun tidak beraturan. Ia berdiri dan menghampiri Arka yang membelakangi nya. Tangan pria itu menepuk bahu Arka. "Coba kamu lihat kakak kamu."

"Dia pernah menjabat sebagai ketua OSIS, juara Olimpiade matematika, membanggakan sekolahnya, dan jangan lupa Gilang juga mengharumkan nama keluarga kita. Seharusnya kamu mencontoh kakak kamu." Prama berkata panjang lebar

Arka tersenyum kecut. Ini yang menyebabkan dirinya tidak betah dirumah. Kenapa pria itu selalu ngebandingin dirinya dengan orang lain, padahal setiap mahkluk hidup juga mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Arka memutar tubuhnya sehingga berhadapan langsung dengan Prama.

"Kenapa ayah selalu nuntut Arka buat sempurna, kenapa ayah nggak pernah mau lihat perjuangan yang sudah Arka lakukan?" Arka menjeda kalimat nya sebentar

"Dan kenapa ayah selalu banding-bandingkan Arka dengan anak pungut itu."

Plak!

"ARKA JAGA UCAPAN KAMU!"

Clara—Ibunya dan Gilang berjalan mendekat karena situasi yang sangat tidak diinginkan datang. Clara hanya meringis melihat pipi putranya memerah, dia tidak bisa melakukan apapun sekarang. Sedangkan Gilang mencoba menenangkan Prama agar emosi pria itu menurun.

"Ayah, udah ya kasihan Arka."

"Kamu lihat Ka, disaat kamu ngejelek-jelekin kakak kamu dia masih bisa ngebela kamu. SEHARUSNYA KAMU CONTOH KAKAK KAMU, BUKANNYA IKUTAN GENG GAK JELAS ITU."

Arka mengepalkan jari jemari nya kuat, ia tidak terima jika ALTARES dihina seperti ini. ALTARES itu segalanya, mereka adalah tempat berpulang Arka jika ia tidak menemukan itu dirumahnya.

Arka menatap ayahnya dan tersenyum. "Benar yah, cuma nenek Maria yang sayang sama Arka."

Lalu dia mendekat kearah Gilang dan berbisik ditelinga kanannya. "Selamat, lo udah berhasil ngerebut semua bahagia yang gue punya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!