...Happy Reading...
...****************...
"Kalian jangan mengalihkan pembicaraan! Papa sedang tidak mau bercanda sekarang. Papa mau kamu berkata serius, Devan!" Sam menghardik kedua anaknya. Devan dan Viona pun sontak terdiam lalu saling pandang.
"Tapi Devan udah serius, Papa. Kami memang sudah menikah," timpal Devan dengan nada pelan, tetapi penuh penekanan.
"Kapan kalian menikah? Kenapa nggak ngasih kabar ke kami dulu? Apa kamu sudah tidak menghargai kami sebagai orang tua kamu lagi?" Kini giliran Elena yang mencecar Devan dengan banyak pertanyaan. Membuat lelaki itu menoleh ke arah sang mama.
"Maaf, Ma. Semuanya serba mendadak. Seperti mama yang mendadak nyuruh aku pulang tadi malam, padahal saat itu aku baru saja menikah dengan Dewi."
"Kenapa harus mendadak? Kamu harus jelaskan semuanya, Devan!" cecar Elena lagi.
"Nggak semua pertanyaan harus ada penjelasannya, Ma. Seperti kenapa langit bisa berdiri padahal tidak punya tiang? Lalu kenapa matahari terbit dari Timur dan tenggelam di Barat? Semua itu juga butuh penjelasan, tetapi tidak ada penjelasan, selain karena kehendak Tuhan. Mungkin pernikahan aku dan Dewi itu juga kehendak Tuhan. Tidak butuh penjelasan apa-apa."
Devan berkata seolah menggurui, membuat sang mama tidak bisa menyangkalnya lagi. Lelaki itu memang pandai saat membuat alibi.
Keheningan sejenak menyapa atmosfer ruangan tersebut, sampai Elena mengingat sesuatu yang membuatnya berpikir buruk. "Tunggu! Jangan bilang kalau perempuan itu sudah ...."
Ucapan Elena tergantung di udara. Ia tidak sanggup mengatakan hal yang akan membuat malu nama baik keluarganya.
"Sudah apa, Ma? Hamil?" tanya Devan, lalu kembali tertawa. "Nggak, lah. Kalau nggak percaya tes aja dia sekarang," lanjutnya masih mengulas senyuman lucu.
Elena bisa bernapas lega mendengarnya. Ia tidak mau Devan merusak nama baik keluarganya. "Syukurlah kalau begitu, karena mama nggak pernah ngajarin kamu untuk merusak kehormatan perempuan, Devan," tuturnya.
Devan menyengir. Ia yang terkenal dengan sebutan pria Casanova, tentu saja pernah menyentuh wanita. Namun, bukan dia yang ingin merusak para wanita yang mendatanginya. Malah wanita-wanita itulah yang rela disentuh olehnya. Devan tahu itu salah, tetapi semua itu dilakukannya hanya untuk mengalihkan rasa cintanya terhadap Kezia—perempuan pertama yang senantiasa mengisi relung hatinya. Ia tidak berani jujur pada perempuan itu, karena Kezia juga sudah punya cinta pertama. Tentu saja bukan Devan orangnya.
Tidak ada alasan untuk membenarkan perbuatan dosa, tetapi Devan tetaplah Devan. Lelaki yang minim iman itu baru tersentuh oleh hidayah Tuhan setelah cinta pertamanya menikah dengan sepupunya sendiri. Ia baru sadar, jika saja dia berani mengungkapkan cintanya yang terus dipendam, mungkin Kezia tidak akan menikah dengan Abizar—lelaki yang menyentuh Kezia saat perempuan itu tidak sadar.
Lama Devan memendam rasa cinta, tetapi sial karena ternyata dirinya ditikung oleh orang yang sangat dia kenal. Jika saja dia jujur dari awal, mungkin sekarang mereka sudah menjadi pasangan halal.
"Sekarang mana dia?" Pertanyaan dari Sam menyita atensi Devan. Mengembalikan pikirannya yang sempat bertebaran.
"Siapa?"
"Istrimu," jawab Sam kesal.
"Oh ... di kamar. Lagi ganti baju."
Mengingat tentang baju, Devan lupa belum memberikan baju ganti untuk Dewi. Pandangannya pun beralih pada Viona.
"Dek, pinjem baju kamu, dong. Keliatannya tubuh kalian seukuran," ucap Devan sambil memperhatikan tubuh adiknya dari atas sampai ke bawah. Walaupun Viona masih duduk di bangku sekolah menengah atas, tubuh gadis itu terlihat lebih proporsional daripada teman sebayanya.
"Oke, sebentar Vio ambilin," seru Viona, lalu setengah berlari menuju kamarnya. Sepertinya gadis remaja itu begitu semangat ketika diberitahu sudah punya kakak ipar.
"Memangnya istri kamu nggak bawa baju ganti atau nggak sempet ganti baju dulu, gitu?" tanya Sam sambil mengerutkan kening. Sam merasa heran, jika memang Dewi mengikuti Devan secara sembunyi-sembunyi, kenapa dia tidak bawa baju ganti atau setidaknya ganti baju dulu dengan pakaian sehari-hari. Bukan pakaian pengantin yang seperti tadi.
"Mmmm ...." Devan sejenak berpikir untuk merangkai jawaban. "Mungkin dia lupa, Pa. Namanya juga buru-buru," jawabnya asal.
Tentu saja jawaban tersebut tidak memuaskan bagi Sam, tetapi ia terpaksa memercayai perkataan anaknya tersebut.
"Lalu bagaimana dengan putrinya Pak Utomo, Pa? Besok kita sudah janji mau melamar dia," cetus Elena membuat Sam sedikit sakit kepala. Pasalnya, Pak Utomo adalah rekan bisnis sekaligus sahabatnya. Mereka sudah sepakat untuk menjodohkan anak-anaknya guna mempererat silaturahmi dan melebarkan sayap bisnis mereka.
"Papa juga nggak tahu harus ngomong apa sama dia, Ma. Anak kamu ini memang keterlaluan. Masa menikahi anak gadis orang nggak bilang-bilang. Papa jadi pusing sekarang," ujar Sam tidak habis pikir dengan kelakuan Devan.
Devan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Maaf, Ma, Pa. Devan terpaksa berbohong. Soalnya kalian juga keterlaluan, masa menjodohkan orang juga nggak bilang-bilang."
Kalimat penyesalan itu tentu hanya bisa terucap dalam hati Devan saja. Lelaki itu tak berani menyela. Ia memilih untuk diam saja.
"Haduh, mama jadi ikutan pusing nih, Pa. Rasanya mau pingsan," celetuk Elena yang sukses membuat Devan refleks menahan tubuh mamanya yang pura-pura lemas.
"Mama apa-apaan, sih? lebay, tahu!" decak Devan sambil menegakkan tubuh sang mama.
"Lebay kamu bilang? Masalah segede ini kamu anggap kecil gitu? Untung aja mama nggak mati kena serangan jantung gara-gara kelakuan kamu ini."
"Tapi mama, kan, nggak punya riwayat sakit jantung. Jadi, amanlah, ya," tukas Devan
Tentu perkataan itu menjadi boomerang bagi Devan. Elena yang semakin kesal langsung menarik daun telinga Devan dengan kencang.
"Aduh, Ma ... adududuh ... sakit, Ma. Ampun!" pekik Devan seperti anak kecil.
"Nggak, mama nggak akan lepasin kamu. Mama gedeg sama kamu, Devan.
"Iya, Maafin Devan, Ma. Lepasin dulu!"
Devan terus berontak minta dilepaskan, sampai kehadiran Viona menyelamatkan dirinya.
"Mama udah, Ma! Kasian mas Devannya,' cicit Viona yang merasa kasian dengan nasib kakaknya.
Elena melepaskan telinga Devan masih dengan perasaan kesal. Devan meringis sambil mengusap telinganya yang terasa panas.
"Ini, Mas, bajunya." Pandangan Devan beralih pada Viona ya menyodorkan baju dress malam berwarna merah menyala kepadanya.
Devan menerimanya lantas membentangkan baju tersebut di depan dada. Memegangi tali kecil yang menjadi penyangganya. "Baju apaan ini?" tanyanya terlihat jijik. Baju dress selutut itu tidak mempunyai tangan, dengan bahan yang menerawang, dan renda di bagian depan.
"Itu baju tidur, Mas. Sejenis lingerie, masa nggak tahu," jawab Viona menyindir kakaknya. Tidak mungkin kakaknya sepolos itu, kan?
"Iya, mas tahu, tapi kenapa kamu ngasih kayak gini? Terus darimana kamu dapat baju kayak gini? Kamu sengaja beli?" cecar Devan yang tidak percaya adiknya bisa mempunyai pakaian sesexy itu.
...****************...
...To Be Continued...
Aku masih nulis, ya. Nanti kalau udah selesai aku terbangkan. Boleh kasih kopi atau tonton iklan dulu juga nggak apa-apa. Biar othornya semangat lagi nulisnya 🙏😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩFajar¹
astaga,baru ngeeh ternyata Devan yang itu ...rivalnya Abi 🤦♀️
2023-07-28
1
Kiki Sulandari
Sepertinya Devan bakalan susah tidur deh....gara gara lingerie merah menyala 🤭🤭🤭
Devan....angan angannya jangan traveling jauh jauh,ya....😂😂😂
2023-06-28
1
☠ᴳᴿ🐅ɴᴇ𝐀⃝🥀⍣⃝ꉣꉣ🥑⃟🔰π¹¹
bukan nya dilihat dlu yg mau dijodohin devan
2023-06-19
0