...Happy Reading...
...****************...
Dewi masih mematung ketika Devan tak lekas melepaskan tubuhnya. Tubuhnya seperti kaku saat Devan memeluknya secara tiba-tiba. Hingga ia disadarkan oleh guncangan di bahunya, dan Devanlah pelakunya.
"Sayang, kamu baik-baik aja, kan, semalaman diam di dalam bagasi?" tanya Devan lagi. Kedua matanya menatap penuh ancaman, seolah menyuruh Dewi untuk mengikuti sandiwaranya.
Namun, sayangnya Dewi tidak paham. Perempuan itu masih saja diam. Ia sampai kesulitan menelan ludahnya lantaran ketakutan. Dewi gagal mencerna apa keinginan Devan.
Tidak ingin sandiwaranya gagal, Devan pun segera merangkul bahu Dewi lalu berkata, "Ma, kenalin ini istri aku."
Bukan hanya Elena dan Viona yang melongo takjub mendengarnya. Dewi pun menunjukkan reaksi yang sama. Kedua matanya terbuka sempurna diiringi kedua alis yang terangkat bersamaan. Kali ini Dewi tidak boleh diam. Perempuan itu pun segera meralatnya.
"Eh, tapi aku bukan—"
"Ayo, kita ke kamar! Kamu pasti capek dan pegal-pegal semalaman di bagasi, kan?" Devan langsung memotong ucapan Dewi yang hendak menyangkal, lalu menggiring paksa tubuh perempuan itu menuju kamarnya. Devan tidak akan membiarkan Dewi merusak rencananya barusan.
"Devan, tunggu! Jelasin sama mama dulu! Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau sudah menikah?" teriak Elena. Dadanya sedikit sesak melihat kelakuan anaknya yang tidak bisa ditebak. Elena jadi ingat percakapannya dengan Devan tadi malam perihal pengantin yang ditemukan di jalan. Apa mungkin ucapan itu jadi kenyataan? Devan benar-benar membawa pulang pengantin dari jalan? Oh, tidak. Pikiran Elena sontak menolaknya.
"Nanti aja Devan jelasinnya, Ma. Sekarang istri Devan lebih penting. Dia mau istirahat," seru Devan sambil terus berjalan.
"Heh, jawaban macam apa itu? Mama belum selesai bicara, Devan. Jelasin dulu!"
Suara jeritan Elena yang terus meminta penjelasan pun tak didengar oleh Devan. Lelaki itu terus melenggang pergi sambil membawa Dewi yang terus meronta minta dilepaskan. Namun, Devan tidak akan membiarkan Dewi terlepas dari genggamannya. Salah siapa? Kenapa perempuan itu tiba-tiba hadir saat ia butuh cara untuk menolak perjodohan yang diatur mamanya? Begitulah isi pikiran Devan.
Elena hendak mengejar, tetapi ditahan oleh Viona sambil menggeleng pelan. "Udahlah, Ma. Nanti aja ditanyanya. Kayak nggak tahu Mas Devan aja. Nanti Mas Devan marah, loh," sergah Viona membujuk mamanya. Elena pun tidak bisa apa-apa selain menghela napas pasrah.
...******...
"Ayo, masuk!"
Setelah berhasil membuka pintu kamarnya di rumah itu, Devan sedikit mendorong tubuh Dewi agar merangsek masuk ke dalamnya. Dewi tertegun sesaat dengan posisi membelakangi Devan. Pandangannya memindai ke sekitar ruangan.
Ia terpukau melihat kamar yang begitu luas dan perabotan di dalamnya yang terlihat berkelas. Sangat jauh dengan rumahnya yang serba terbatas.
Semenjak Dewi membuka mata dan mendapati dirinya berada di dalam mobil Devan, ia sempat terperangah dengan bangunan megah yang berada di antara hamparan perkebunan luas itu. Dewi sampai mengucek matanya berkali-kali, meyakinkan jika itu bukanlah mimpi.
Dewi yakin jika itu adalah rumah dari pemilik mobil yang dia tumpangi. Tak mau diinterogasi, Dewi pun berniat keluar secara diam-diam dari bagasi, tetapi tiba-tiba saja pintu bagasi itu terbuka sendiri.
Viona-lah yang membukanya. Keduanya sama-sama terkejut seperti melihat hantu saja. Saking terkejutnya, Dewi sampai tak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa menyebutkan nama ketika gadis muda itu bertanya siapa dia. Akhirnya dia menurut saja saat Viona memaksanya untuk masuk ke dalam rumah.
*
"Hoy, mau sampai kapan kamu membelakangi saya?"
Suara gertakan Devan membuat kesadaran Dewi kembali. Ia pun berbalik dan menghadap Devan lagi. Dilihatnya lelaki itu sedang melipat tangan di depan dada dengan memasang wajah garang. Ketakutan yang sempat terjeda pun kembali menyerang.
"Kamu si—"
"Ampun, Pak. Saya minta maaf sebelumnya. Saya memang salah, karena sudah masuk ke dalam mobil Bapak tanpa izin. Saya terpaksa melakukannya, Pak. Saya sedang dikejar-kejar sama orang, karena saya tidak mau menikah dengan dia."
Belum sempat Devan melanjutkan perkataannya, Dewi langsung berlutut dan mengakui kesalahannya. Devan mengernyitkan kening. Keduanya matanya dengan lekat memperhatikan sosok Dewi dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kamu kabur dari pernikahan?" tanya Devan memastikan lagi, dan dijawab anggukan kepala dari Dewi.
"Alasannya?"
Dewi sedikit ragu untuk berkata jujur, tetapi nasi sudah menjadi bubur, bagaimanapun caranya Dewi harus bisa kabur.
"Saya dijodohkan dengan bandot tua yang sudah beristri tiga. Saya tidak mau, makanya kabur," jawab Dewi apa adanya.
Mendengar itu Devan pun tertawa. Dari segi penampilan dan cara Dewi menjelaskan, sepertinya perkataan perempuan itu tidak perlu diragukan. Devan tertawa karena merasa mereka itu senasib dan seperjuangan. Sama-sama menolak perjodohan.
Merasa hawa canggung tak lagi menyelimuti, Devan pun membantu Dewi untuk berdiri. Sepertinya tepat membuat sandiwara dengan perempuan ini. "Bangun dulu!" titahnya di sela tawa. Nada bicaranya pun dibuat rendah, membuat ketakutan Dewi perlahan punah.
"Kenapa Bapak ketawa? Nasib saya sudah sial, jangan diketawain juga!" protes Dewi sambil mengerucutkan bibirnya.
Lain halnya dengan Devan. Kesialan menurut Dewi, tetapi keberuntungan menurut Devan. Bak Dewi Fortuna yang dikirimkan oleh Tuhan untuk memberikan pertolongan. Dengan adanya perempuan itu, perjodohannya akan terancam gagal tanpa adanya drama pelarian.
"Lucu aja. Kita senasib ternyata. Saya juga mau dijodohkan, dan saya juga nggak mau," kata Devan.
"Oh, jadi karena itu tadi Bapak—"
"Iya, saya cuma bersandiwara kalau kita sudah menikah, tapi kamu terlalu bodoh untuk mengikuti sandiwara saya," potong Devan seraya mencibir.
"Mana saya tahu. Kita, kan, baru ketemu. Lagipula atas dasar apa saya harus setuju ikut berbohong pada keluarga Bapak," balas Dewi sambil mengedikkan bahu.
"Atas dasar kamu telah lancang masuk ke dalam mobil saya tanpa izin," pungkas Devan. Dewi pun terdiam. Sepertinya dia telah mendapatkan masalah baru sekarang.
"Sekarang kamu bisa pilih, mau saya laporkan ke polisi atas tuduhan memasuki wilayah orang lain tanpa izin atau mengikuti sandiwara pernikahan palsu dengan saya?" lanjut Devan membuat pilihan yang tersirat sebuah ancaman.
Dewi tertegun. Pilihan Devan membuatnya bingung. Ia tidak mau masuk penjara, tetapi ia juga tidak mau bermain drama. Namun, pilihan bermain drama mungkin tidak terlalu merugikan baginya. Lebih baik dari masuk penjara atau menikah dengan bandot tua. Setidaknya Dewi bisa aman untuk sementara.
"Baiklah, saya setuju. Tapi sampai kapan kita bersandiwara jadi suami istri?" Akhirnya Dewi menyetujui.
Devan terdiam sejenak untuk berpikir. Ia memang berencana untuk berlibur selama sebulan penuh di rumah orang tuanya yang berada di Surabaya, pasca patah hati dari cinta pertamanya. Apakah Dewi mau bersandiwara selama itu?
...****************...
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Sophia Aya
awas nanti jatuh Cinta, itu lagunya pas buat devan thor
2023-10-06
1
🍭ͪ ͩFajar¹
awas nanti kejebak sendiri sama sandiwaranya lho,Dev..
2023-07-25
0
istri nya suga
sandiwara pun di mulai dan awal kisah cinta devan dan dewi pun di mulai🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
semangat up nya ya author🥰🥰🥰🥰
2023-06-24
2