Sebulan kemudian.
Elisha merasa frustasi sekali, sudah sebulan ia berusaha melamar kerja kesana kemari namun belum ada satu pun yang di terima. Ia tidak bisa hanya mengandalkan upah dari warung yang tidak pasti. Sehari ia dapat paling banyak 50 ribu, namun jika sedang sepi ia hanya memperoleh 20-30 ribu rupiah saja.
Mirisnya ia hanya bisa mengirim 500 ribu kepada orang tuanya di kampung. Jumlah yang pasti kurang untuk sekedar kebutuhan anaknya yang sudah mengenal jajan.
"Aku harus cari kerja di mana lagi ya? Kasihan orang-orang di rumah,"
Elisha menangisi nasibnya yang sungguh tidak beruntung. Ketika bersuami kehidupannya masih cukup walau pun juga terkadang kurang. Sekarang justru lebih parah, ia bahkan masih belum mampu memenuhi kebutuhan kedua anaknya.
Sempat terlintas dalam benaknya untuk memberikan kedua anaknya kepada Doni suaminya agar mereka bisa hidup lebih baik. Namun mengingat pria itu juga tidak memiliki pekerjaan yang bagus ia mengurungkan niatnya. Di tambah lagi sebenarnya ia tidak ingin kehilangan kedua anaknya itu.
"Lebih baik kamu menikah lagi dengan orang kaya, atau mencari kerja dengan gaji tinggi agar bisa menghidupi kedua anak mu serta bisa membantu orang tua mu,"
"Kamu masih muda dan cantik, masa kalah dengan Surti yang hitam dan dekil. Ia saja bisa mendapat suami bule yang kaya raya, masa kamu mau jadi janda terus,"
Kata-kata pamannya itu selalu terngiang di telinganya. Siapa yang ingin hidup seperti ini, selalu di remehkan dan di pandang sebelah mata hanya karena tak punya harta. Elisha juga tidak ingin hidup serba kekurangan. Lalu siapa yang harus ia salahkan? orang tuanya? Suaminya? Atau takdir Tuhan yang tidak adil kepadanya?
"Aku akan coba di tempat lain, ya aku harus berusaha lebih keras!" ucap Elisha.
Dengan penuh semangat di sekanya air matanya. Ia pergi mencuci muka sebentar. Ia menatap ke arah pantulan wajahnya di dalam cermin.
"Wajah ku cukup cantik, tapi mengapa sangat susah mencari pekerjaan ya?" Elisha termenung sejenak di dalam kamar mandi.
"Aku harus berdandan sebaik mungkin,"
Ia bergegas masuk ke kamarnya. Ia mengambil peralatan make up miliknya yang ala kadarnya itu. Di polesnya wajahnya perlahan.
"Cantik!" pujinya setelah melihat karyanya.
Elisha segera mengganti pakaiannya. Setelah di rasa siap, ia segera berpamitan kepada bu Siti untuk mencari pekerjaan.
☆☆☆
"Panas sekali hari ini, aku akan coba ke tempat itu,"
Ia menuju ruko-ruko tak jauh dari tempatnya berada. Ada toko roti, salon dan spa di dekatnya. Satu per satu ia masuk ke dalamnya, namun semua mengatakan tidak ada lowongan. Tepat saat ia akan keluar seorang wanita cantik memanggilnya.
"Apa Ibu memanggil saya?" tanya Elisha memastikan.
"Iya, kamu sedang mencari kerja bukan?"
Elisha langsung mengiyakan dan menghampiri wanita itu.
"Ikutlah ke ruangan ku, kita bicara di sana," ucap wanita itu.
Elisha menurut. Ia di bawa ke ruangan yang mirip seperti kantor pada umumnya, namun aroma ruangan itu sangat wangi membuat siapa saja yang di sana akan merasa nyaman.
"Kamu bisa panggil aku ibu Kiya. Bahasanya pakai aku kamu saja agar lebih akrab,"
Elisha menyambut uluran tangan wanita itu.
"Aku Elisha, Bu," balas Elisha.
"Apa kamu ada pengalaman di spa sebelumnya?" tanya bu Kiya.
Elisha menggeleng.
"Tidak ada Bu, hanya dulu pernah bekerja sebagai admin di koperasi simpan pinjam," jawab Elisha jujur.
Bu Kiya mengamati wajah Kiya dengan lekat.
"Aku suka wajah dan badan mu, cantik dan sintal," pujinya.
"Aku akan mengajari mu segala tehnik di spa ini, gratis sampai kamu bisa. Tapi setelah kamu bisa, kamu harus bekerja di sini minimal selama setahun. Jika kamu mangkir, kamu harus membayar semua ilmu yang aku berikan," imbuh bu Kiya.
Elisha terdiam berusaha mencerna kata-kata wanita di depannya.
"Bagaimana, Elisha? Apa kamu setuju?" tanya bu Kiya.
Karena ia sangat membutuhkan pekerjaan, ia tidak berpikir terlalu lama. Ia menyetujui ucapan bu Kiya.
"Ok, kalau begitu kamu bisa mulai hari ini. Anak buah ku akan mengajari mu," imbuh wanita itu.
"Apa? Hari ini?" Elisha sedikit terkejut.
"Iya, hari ini. Memangnya kenapa? Apa kamu belum siap?" tanya bu Kiya.
"Bukan begitu Bu, aku siap kok. Aku hubungi orang rumah dulu agar tidak kuatir ya,"
Elisha pamit untuk menelepon bu Siti agar tidak mengkuatirkan dirinya. Setelah itu ia mengikuti arahan seniornya yang akan membimbingnya.
"Kamu bersihkan dulu toilet itu!" perintah Mirna, senior yang membimbingnya.
"Apa? Membersihkan toilet? Apa tidak salah, Mbak?"
Jujur saja Elisha merasa sedikit jijik, apalagi itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya.
"Kenapa? Apa kamu tidak mau?"
Mirna memandangnya dengan sinis.
"Bukannya begitu, hanya saja..."
"Sudah cepat kamu kerjakan jika memang ingin bekerja di sini," sela Mirna.
Dengan enggan Elisha tetap melakukannya. Tidak hanya sampai di situ saja, setelah selesai ia di suruh menyapu dan mengepel tempat tersebut.
"Ya ampun, katanya mau di ajari semua tehnik yang ada di spa ini, tapi mengapa kok aku merasa menjadi pembantu sih," dengus Elisha kesal.
"Kenapa wajah mu cemberut begitu? Kamu tidak suka mengerjakannya?" tanya Mirna.
Gadis itu melipat tangannya ke depan sembari menatap Elisha yang terlihat bersungut-sungut sejak tadi.
"Bukannya begitu Mbak, hanya saja aku merasa ini tidak sesuai dengan pekerjaan di spa ini," jawab Elisha lirih.
"Ikuti saja, nanti kamu juga mengerti maksudnya,"
Minta tersenyum penuh arti, lalu meninggalkannya begitu saja.
☆☆☆
Beberapa saat kemudian.
Elisha merasa sangat lelah sekali. Seharian ini yang ia lakukan hanya bersih-bersih dan segala pekerjaan yang biasa di lakukan pembantu rumah tangga. Namun ia masih bersabar, mungkin memang begini prosesnya, itu menurutnya.
"Elisha, ini sudah pukul 3 sore. Sudah cukup untuk hari ini, besok kamu harus sudah di sini jam 9 pagi. Jangan sampai telat ya," ucap bu Kiya.
"Baik Bu, terima kasih. Aku permisi dulu ya," pamitnya.
Setelah berganti pakaian ia langsung pulang.
☆☆☆
"Bagaimana pekerjaannya, Lisha? Apa menyenangkan?" tanya bu Siti.
"Iya Bu, alhamdulillah. Maaf ya, aku tidak bisa membantu di warung lagi," jawab Elisha.
"Tidak masalah, aku senang kamu sudah dapat pekerjaan," balas bu Siti.
"Terima kasih ya Bu. Oh iya Bu, aku masih boleh tinggal di sini sampai punya cukup uang untuk kos tidak?"
"Tentu saja Lisha, kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun. Toh aku juga tinggal sendiri di sini,"
Elisha memeluk wanita itu, ia terharu dengan kebaikannya.
"Terima kasih ya Bu, aku tidak tahu harus bagaimana membalasnya," ucap Elisha.
"Tapi..."
Bu Siti tampak ingin berbicara sesuatu, namun sedikit ragu.
"Ada apa, Bu? Katakan saja jika ada yang mengganggu perasaan ibu,"
Elisha tahu wanita itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Jadi begini... sebenarnya seminggu lagi saudara ku dan suaminya akan datang kemari, ia ingin tinggal di sini bersama ku," jawab bu Siti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
SBY army
akhirnya perjuangan tuk mencari pekerjaan dapat jg
2023-06-04
0