Setelah kepergian Bara, saat ini Rosa tengah diperiksa oleh dokter langganannya. Dokter itu pun juga memberikan obat pencegah kehamilan. Meskipun Rosa dijamah oleh suaminya, wanita itu akan terus mengkonsumsi obat tersebut agar tak memiliki anak dari Bara.
"Tapi ini dijamin tidak akan hamil kan, Dok? Awas saja nanti jika saya hamil. Saya akan langsung memberi pelajaran pada dokter," ucap Rosa.
"Tidak, Nyonya. Bukankah selama ini Nyonya mengkonsumsi obat itu, dan sampai sekarang Nyonya tidak hamil," ujar dokter cantik tersebut.
"Baguslah kalau begitu. Saya tidak ingin memiliki anak dari pria ini. Kalau begitu, dokter boleh pergi. Untuk bayaran seperti biasa, nanti akan saya transfer langsung ke rekening dokter," ucap Rosa.
"Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi dulu," ujar dokter tersebut yang langsung pergi dari sana. Salah satu pelayan pun mengantar kepergian sang dokter menuju ke depan.
Rosa menatap obat penunda kehamilan yang ada di depannya. Wanita itu langsung membuka bungkus obat tersebut dan meminum dia sekaligus obat penunda kehamilan itu. Sungguh, ia tidak ingin mengandung benih dari pria yang pernah menyakiti hatinya itu. Tampaknya tidak ada lagi pintu maaf untuk Bara. Kesalahan yang diperbuat di masa lalu, membuat Rosa benar-benar membenci suaminya.
Rosa beranjak dari tempat duduknya. Sejak kepergian Bara ke kantor, hidup Rosa menjadi sedikit lebih bebas. Setidaknya ia bisa bergerak leluasa tanpa harus bersandiwara.
Rosa sangat menikmati hidupnya yang sekarang. Bahkan, tanpa sepengetahuan Bara, beberapa aset milik pria itu sudah jatuh ke tangan Rosa. Hanya saja, Bara tidak menyadari hal itu terjadi.
Rosa menuruni anak tangga, ia menikmati waktu bersantainya. Wanita itu duduk di sofa, menyalakan televisi, mencari chanel yang menarik untuk ditonton.
"Bibi!!" Seru Rosa sembari melipat kedua tangannya ke depan.
Beberapa pelayan yang awalnya tengah melakukan tugasnya masing-masing, langsung terbirit-birit berlari menghampiri Rosa saat mendengar suara majikannya yang satu itu berteriak.
"Iya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu dari mereka.
"Tolong ambilkan cemilan saya!" titah Rosa.
"Baik, Nyonya."
Salah satu dari mereka pun langsung berjalan menuju ke kulkas. Dan kembali ke ruang tengah, memberikan cemilan yang diminta oleh Rosa.
"Ini makanannya, Nyonya." Pelayan itu menyodorkan makanan tersebut pada Rosa.
Rosa menerima makanan tersebut, lalu kemudian langsung membuka kemasan dan menyantap cemilan kesukaannya itu.
"Apakah ada lagi yang Nyonya butuhkan?" tanyanya lagi.
"Tolong dua orang diantara kalian melayani saya di sini. Pijat kaki saya! Saya benar-benar merasa pegal karena terlalu lama bertingkah seperti patung," ucap Rosa seraya mengunyah cemilannya.
Pelayan-pelayan tersebut saling memandang satu sama lain. Hingga akhirnya, dua diantara mereka pun langsung menghadap Rosa. Duduk bersimpuh dan mulai memijat kaki Rosa.
"Emmm ... enak sekali. Kaki saya serasa keram. Sandiwara itu sungguh menyiksaku, akan tetapi siksaan ini semua tak sepedih siksaan yang pernah aku alami dulunya," gumam Rosa pelan.
Kedua pelayan itu hanya diam tanpa menghiraukan keluhan dari majikannya. Urusan Rosa, ia tidak ingin ikut campur akan hal itu. Mulut mereka dipergunakan hanya jika di tanya saja.
Setelah memijat kedua kaki, sekarang pelayan itu pun memijat tangan Rosa. Terkadang mereka memelankan pijatannya saat Rosa sudah melemparkan tatapan tajam. Pertanda bahwa pijatannya terlalu kuat.
"Sekiranya kamu ada dendam dengan saya, katakan saja. Jika seperti ini, aku bisa saja membuat suamiku agar langsung memecatmu!" ujar Rosa memperingatkan salah satu pelayan itu.
"Maafkan saya, Nyonya. Saya tidak sengaja tadi, sungguh!" ucap pelayan itu sembari mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.
"Saya akan bekerja dengan baik, Nyonya. Tolong jangan pecat saya," pintanya dengan wajah yang memelas.
"Ya sudah, kalau begitu kerjanya yang benar. Awas saja jika hal ini terulang lagi. Saya tidak akan memberikan peringatan padamu. Nanti tiba-tiba kamu kena pecat, berarti itu karena ulahku," ujar Rosa sembari mengangkat dagunya, bersikap sangat angkuh.
"Tolong jangan lakukan itu, Nyonya. Saya berjanji, saya tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi. Dan saya berjanji akan bekerja dengan baik," ucap pelayan itu, menangkupkan kedua tangannya, memohon kepada Rosa agar tidak memecatnya.
"Baiklah, aku tidak akan memecatmu. Lanjutkan pijatannya, tetapi jika terlalu keras, aku akan langsung membuatmu di pecat," ujar Rosa memperingatkan.
"Baik, Nyonya." Pelayan itu kembali melanjutkan pijatannya. Kali ini pijatan tersebut lebih lembut, membuat Rosa tak lagi mengeluarkan protesnya.
Pijatan lembut dari kedua pelayan tersebut membuat Rosa mengantuk. Ia tertidur dengan posisi terduduk. Sementara kedua pelayan tersebut, hanya melihat Rosa dengan tatapan yang tak suka.
Bagaimana tidak? Mereka sangat tahu jika Rosa berasal dari keluarga yang tidak berada. Namun, saat ini tingkahnya begitu meninggi, membuat para pelayan di sana juga ikut merasa jengah melihat wanita itu.
Lewat dari tatapan mata yang saling memandang satu sama lain, mereka seolah mengisyaratkan tentang keluhan yang mereka rasakan karena bekerja di bawah tekanan. Selain dapat tekanan dari Bara, tekanan dari Rosa juga ia dapatkan dan yang ini lebih parah lagi.
Mereka masih memijat sembari melirik ke arah jam yang ada di ruang tengah. Kedua pelayan itu juga merasakan kantuk, akan tetapi sebisa mungkin mereka menahannya, karena jika mereka tertidur, akan kembali mendapatkan konsekuensi dari wanita yang sering mereka panggil Nyonya tersebut.
Dua puluh.menit telah dilewati. Hingga akhirnya, Rosa pun terbangun dari tidurnya. Ia melihat kedua pelayan tersebut masih memijat kaki dan tangannya.
"Sudah cukup!" ujar Rosa yang langsung menarik tangan dan kakinya.
Wanita itu langsung beranjak dari tempat duduknya, dan memilih untuk pindah ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas benda empuk itu.
Baru saja matanya hendak terpejam, tiba-tiba ia mendapatkan telepon dari orang kepercayaannya.
"Kenapa dia meneleponku di jam-jam seperti ini? Mengganggu tidurku saja," keluh Rosa.
Wanita itu langsung mengusap layar ponselnya untuk menerima panggilan tersebut.
"Hmmm ... Ada apa?" tanya Rosa dengan wajah yang malas.
"Nyonya, Tuan saat ini sedang menuju ke rumah. Ada salah satu berkas yang tertinggal dan tuan langsung mengambil berkas itu sendiri," papar suara dari seberang telepon.
"Ck! Benar-benar merepotkan! Baiklah kalau begitu, dan terima kasih atas informasinya," ucap Rosa yang sesaat kemudian langsung menutup panggilan tersebut.
Rosa dengan malas beranjak dari tempat tidur. Kembali memasang wajah tanpa ekspresi ekspresinya itu, karena sang suami sebentar lagi akan tiba di rumah.
Selang beberapa saat kemudian, mobil yang dikendarai oleh Bara tiba di pekarangan rumah. Rosa dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi sangat menyedihkan. Terbiasa dengan peran yang selalu ia lakoni.
Bara masuk melalui pintu utama. Beberapa pelayan dengan cepat langsung menyambut kedatangan Bara. Dan pelayan yang biasa mengasuh Rosa pun mendorong kursi roda yang dinaiki Rosa untuk menghampiri Bara.
"Sayang, ...." Bara mengusap rambut Rosa dengan lembut.
"Aku mengambil berkas yang tertinggal di atas meja. Kamu baik-baik di sini ya," lanjut Bara yang kemudian langsung menuju ke ruang kerjanya.
Setelah mendapatkan sesuatu yang dicarinya, Bara pun kembali menuju ke ruang tengah. Namun, fokusnya teralihkan pada sisa makanan yang ada di atas meja, serta televisi yang masih hidup akan tetapi tidak ditonton.
"Ini ... siapa yang menonton televisi? Dan ini? Sejak kapan ada makanan ringan seperti ini di rumah?" tanya Bara sembari mengangkat bungkus makanan tersebut.
Deggg . . .
Rosa langsung merasa panik. Bagaimana tidak? Ia sangat rapi menyembunyikan makanan ringan tersebut di kulkas para pelayan. Dan karena keteledoran dua pelayan tadi, Bara menemukan sebuah bukti yang bisa saja hal itu akan membuat Rosa terancam kembali untuk disiksa.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments