"Wah hebat kamu Yes! kamu tadi sudah berani bicara keras. Harusnya dari dulu kamu begitu, biar gak dibully terus!" puji Retha, dengan senyum merekah di bibirnya.
"Emm, aku cuma menyadari kalau yang kamu katakan selama ini benar. Kalau kita jangan sesekali memperlihatkan kelemahan kita pada orang lain, karena dengan demikian mereka akan selalu memandang kita sebagai orang yang lemah dan memanfaatkan kelemahan kita. Jadi, aku tadi mencoba untuk berani," sahut Ayesha dengan ekpresi bangga pada dirinya sendiri.
"Nah gitu dong! ini baru sahabatku. Tapi, tadi keberanianmu bukan karena ada aku kan?" mata Retha memicing, menyelidik.
Ayesha terlihat cengengesan dan mendekatkan mulutnya ke telinga Retha. "Sebenarnya tadi aku sedikit takut. Tapi aku berani ketika melihat wajahmu yang garang itu. Kamu seperti siap untuk memakan Vania," bisik Ayesha dengan wajah polosnya.
"Cih, dasar! sudah kuduga!" Retha mendorong sedikit jidat Ayesha, hingga membuat gadis itu cekikikan.
"Sudahlah, ayo kita ke kelas! sebentar lagi jam istirahat selesai!" Retha melihat waktu di layar handponenya.
"Let's go!" sahut Ayesha dengan semangat.
Kaki mereka baru saja terayun hendak melangkah, tiba-tiba mereka tersentak kaget dan lantas mengurungkan langkah begitu melihat kemunculan Brianna di depan mereka.
"Anna, kamu kok muncul nggak bilang-bilang sih! buat kaget saja!" cetus Retha sembari mengelus-elus dadanya.
"Maaf deh!" Brianna nyengir kuda, memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
"Tadi aku melihat kalian dari situ!" Brianna menunjuk ke arah pohon kecil yang tidak jauh dari mereka berdiri.
"Aku dengar semua yang kalian bicarakan. Kamu benar-benar hebat, Ayesha! kamu bisa melawan Vania si nenek lampir yang sok cantik itu," seakan sudah mengenal lama, Brianna menepuk pundak Ayesha dengan sedikit kencang.
"Lah, Vania kan emang cantik!" gumam Ayesha.
"Temanan yuk!" celetuk Brianna berpura-pura seakan tidak mendengar gumaman Ayesha.
Ayesha tidak menjawab sama sekali. Karena sumpah demi apapun, dia masih bingung dengan sikap Brianna yang berbanding terbalik dengan Brian kembarannya.
"Please, jangan nolak lagi seperti tadi!" Brianna menangkupkan kedua tangannya, di depan wajah Ayesha, karena melihat Ayesha yang hanya diam saja.
Ya, tadi sewaktu Brianna meminta untuk pergi ke kantin bersama, Ayesha dan Retha sempat menolak, karena mereka tidak mau dianggap orang yang memanfaatkan kesempatan untuk bisa berteman dengan Brianna.
"Kenapa kamu mau berteman dengan kami? kami kan tidak sepopuler kamu. Penampilan kami juga tidak seperti penampilan kamu," Ayesha tampak masih terlihat ragu.
"Emm, kalau hanya karena penampilan, aku mau kok berpenampilan seperti kalian," senyum Brianna merekah menambah kecantikan gadis itu.
"Kalian tahu nggak, aku tahu kalau kalian berdua ini orangnya tulus, tidak seperti yang lain, yang berlomba-lomba mau menjadi temanku, hanya karena mereka tahu siapa papa dan mamaku. Sikap mereka semua itu menurutku palsu. Tidak seperti kalian berdua. Jadi, please mau jadi temanku ya!" Brianna memasang wajah memelas.
Ayesha dan Retha saling silang pandang, seperti meminta pendapat masing-masing. Sebenarnya mereka ragu untuk bisa dekat dengan kakaknya Brian itu, karena tidak ingin pusing memikirkan pendapat orang lain, melihat mereka dekat dengan Brianna.
"Kenapa kalian berdua diam? kalian benar-benar tidak mau berteman denganku?" Brianna mulai memasang wajah ingin menangis.
"Bu-bukan seperti itu!" Ayesha langsung menyangkal dengan cepat. "Baiklah, kita berteman sekarang!" pungkas Ayesha akhirnya.
"Aahhhh, terima kasih!" sorak Brianna yang tanpa sungkan langsung memeluk Ayesha dan Retha bergantian.
"Sekarang ayo kita sama-sama ke kelas!" Brianna dengan semangat langsung menggandeng tangan dua sahabat barunya dengan penuh semangat.
"Anna, kelas kita kan berbeda?" Ayesha berusaha mengingatkan.
"Iya aku tahu, tapi kan sebelahan. Kamu lupa ya! Ayo!" di saat bersamaan, tiba-tiba bel tanda masuk akhirnya berbunyi. Ketiga gadis remaja itu sontak saja berlarian sembari tertawa lepas menuju kelas masing-masing.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Bel jam terakhir pelajaran sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Banyak siswa yang sudah pulang, baik pulang menggunakan kendaraan sendiri, dan ada juga yang dijemput oleh supir atau orang tua masing-masing.
Di antara para siswa itu tampak, Brian bersama dengan 4 sahabatnya termasuk Vania sedang bercengkrama.
Brian hari ini memang sengaja tidak membawa mobil maupun motornya karena dia sedang malas mengemudi. Ia meminta supir untuk menjemputnya, begitu juga dengan Brianna kakaknya.
Tin tin ...
terdengar bunyi klakson mobil yang berhenti di dekat 5 orang itu.
"Brian ayo masuk!" teriak Brianna dari dalam mobil.
"Oke, Guys, aku duluan ya!" Brian meraih tasnya dan hendak melangkah masuk ke dalam mobil.
Baru saja Brian hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba Vania sudah menghampirinya.
"Brian, hari ini supirku berhalangan jemput, bisa tidak aku nebeng mobil kalian?" tanya Vania dengan raut wajah penuh harap.
Brian tidak menjawab sama sekali. Pria itu justru menoleh ke arah Brianna, meminta pendapat.
"Kak, bisa tidak aku nebeng?" Vania yang mengerti maksud tatapan Brian ke kakaknya, akhirnya berinisiatif untuk meminta izin sendiri.
"Rumahmu dan rumah kamu beda arah. Kami tidak punya waktu untuk mengantarkanmu pulang. Kenapa kamu tidak meminta diantar pulang sama Kenjo saja? dia kan semarah denganmu? kenapa harus Brian? otak kamu lagi tidak bermasalah kan?" tolak Brianna dengan nada sarkas.
Wajah Vania sontak berubah merah. Dia benar-benar malu dengan penolakan Brianna.
"Emm, aku kan hanya bertanya, Kak. Kalau tidak boleh juga tidak apa-apa," sahut Vania, berusaha menahan amarahnya.
"Masalahnya pertanyaan kamu itu tidak masuk akal. Udah tahu arahnya berbeda, tapi kamu masih bertanya juga, kan aneh. Harusnya kamu tanya Kenjo. Udah ah, aku capek, ayo Brian, cepat masuk!" titah Brianna yang langsung menatap ke depan.
"Maaf ya, Vania, aku masuk dulu!" ucap Brian yang langsung masuk ke dalam mobil.
Mobil baru saja mau bergerak, tiba-tiba jendela kaca tempat Brianna duduk, terbuka dan memperlihatkan wajah gadis itu.
Melihat itu, Vania merasa senang karena yakin kalau kakaknya Brian itu berubah pikiran.
"Oh ya Vania, sekali lagi aku mau ingatkan kamu, jangan memanggilku Kakak, karena aku bukan kakakmu. Kita tidak punya hubungan apa-apa. Aku kakaknya Brian bukan kakakmu!" wajah Vania yang tadinya semringah langsung menyurut berganti dengan raut wajah malu. Apalagi kini dia ditertawakan Kenjo dan yang lainnya.
"Sialan! kalau bukan kamu kakaknya Brian, dan bukan anak dari Om Bima, sudah aku acak-acak wajamu!" umpat Vania dengan napas yang memburu dan mata yang berkilat-kilat.
"Kalian kenapa menertawakanku? sahabat apa seperti kalian ini!" bentak Vania. Namun bukannya berhenti tertawa, tiga orang pria itu justru semakin tertawa kencang.
"Makanya, jangan bodoh! kan benar yang dikatakan Brianna tadi. Kalian beda arah, kenapa mau nebeng pulang sama dia?" tutur Kenjo sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Atau jangan-jangan kamu memang menyukai Brian dan sembunyi di balik kata sahabat?" tukas Radit sahabat Brian yang lain.
"Enak saja. Aku benar-benar menganggap dia hanya sahabat kok. Aku tidak ingin terlibat percintaan yang pasti akan penuh dengan drama. Kan aku sudah bilang kalau aku beda dengan perempuan-perempuan lain yang suka drama," sangkal Vania. Entah yang dia katakan itu benar atau tidak hanya dialah yang tahu.
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
nnk pw
vania cew pick me
2024-06-06
0
Sandisalbiah
cewek muna' ni si Vania...! 🙄
2023-11-23
0
selir jansen༻
wah berati mereka sodaraan dong, Brian, Briana anak Bima, Ayesha anak Ayunda berati anak Bimo dong, kok bs dk tau ya,
2023-06-24
0