Dia tidak sekaya orang-orang kaya pada umumnya, tapi kayaknya memiliki helikopter rasanya tidaklah berlebihan.
Kepala Alvin nyaris pecah saking pusing dan mualnya berkendara. Jalan berliku dan banyak yang rusak, ditambah dia harus berulang kali melihat ponsel untuk melihat hasil tracking-nya. Sony ngebut pula. Rasanya sudah benjol di beberapa bagian dah saking sering terbentur.
Yang pasti, Alvin tidak bisa meminta Sony melambatkan laju mobilnya. Ia yakin, Olla bukan orang yang tidak tahu kalau transaksi sekecil apapun melalui jalur digital tidak akan terlacak, jadi mereka harus cepat.
Mungkin, Olla pikir Alvin sudah lengah. Ingat lagi apa kata wanita itu beberapa detik setelah resmi menikah dan pasti dia menganggap telah membantu Alvin dengan kontribusi luar biasanya.
Jadi harta berharga milik suaminya boleh dipakai untuk hidup. Ya, Alvin memang tidak keberatan dengan uang itu, malah berharap Olla terus memakainya sampai puas hingga ditemukan nanti. Bahkan setelah itu, dia akan menjadikan Olla ratunya. Dia tidak akan marah, sekurang ajar apapun Olla kepadanya.
Bukankah itu romantis? Bukankah dia sudah jadi suami yang baik?
"Sudah sampai, Pak!" Hari sudah sore ketika Alvin sampai di kota tujuan.
Lalu dengan bibir yang sedikit susah digerakkan, Alvin berkata;
"Sewa helikopter buat bawa aku dan Olla balik nanti!" Dia sudah mirip orang hangover minuman keras. Astaga, kalau begini bagaimana dia akan menangkap Olla nanti? Apa perlu dia menunggu sampai sedikit baikan? Apa nggak terlalu lama nanti?
"Tapi kita mulai dari mana, Pak?" Sony bingung. "Kita tidak punya informasi apapun soal Dokter Olla."
Nomor telpon wanita itu sudah tidak aktif sejak kemarin kan?
Alvin agak syok mendengarnya. Dia kurang persiapan.
Napasnya terhela berat, lalu dia mengumpat.
"Bodoh!"
Sial sekali karena dia baru ingat sekarang.
"Jadi bagaimana—"
"Diam, brengsek!" maki Alvin dengan mata melotot. Harusnya, Sony lebih solutif sebab dia bukan pemilik masalah dan bukan orang yang sedang tertekan. Tapi setiap ucapannya selalu menekan Sony, kan?
Seketika Sony diam, menunduk dan menarik napas pelan. Sabar!
Alvin mengusap kepalanya kasar, lalu mengerang keras. Setelahnya, hanya ada kebisuan di antara mereka. Alvin juga belum memutuskan kemana. Ia sibuk menatap hamparan kota yang luas dengan pikiran mengelana tak tentu arah.
Ting!
Ia menoleh malas ke ponsel yang berjejer di sampingnya.
Informasi penarikan lagi.
Alvin mengambil ponselnya, lalu tersenyum miring beberapa detik kemudian.
"Kita kembali ke kota sebelumnya, Son!" Seringai muncul di bibir Alvin. "Kurasa aku tahu rencananya."
Sony menarik napas panjang, lalu tanpa bicara lagi, ia segera memutar kemudi menuju kota tujuan Olla bekerja.
Mungkin dia harus sedikit bersabar demi mendapatkan tangkapan yang besar. Umpan sudah di sambar, ia hanya perlu menunggu mangsanya lelah dan lengah untuk menariknya ke permukaan.
"Olla, aku boleh salah di lanagkah pertama, tapi tidak di langkah selanjutnya!"
***
Sudah dini hari ketika Olla sampai di kota kabupaten tempat dirinya mengabdi. Dan sudah seminggu lamanya waktu berlalu sejak dia pertama kali melanglang buana, menguras uang di kartu Alvin.
Ia punya waktu sekitar dua jam sebelum menemui Bupati dan jajarannya. Ia juga sudah mengirim email yang mengatakan bahwa dia berhalangan hadir tetapi berjanji akan datang secepatnya setelah urusannya selesai. Bagusnya, Bupati itu menyetujui. Mungkin ini adalah kebetulan yang sangat menyenangkan. Atau semesta sedang begitu baik padanya, sehingga setiap langkahnya begitu mudah dan mulus.
Usai mandi di sebuah hotel paling mahal di kota ini, Olla duduk dengan santai menikmati sarapan yang dihidangkan ke kamar. Menu breakfast ini termasuk layanan kamar jika kalian menginap.
Ia menatap puas tasnya. Dompet mahalnya kini juga menggembung. Dan dia berencana membuka deposito untuk menyimpan uangnya. Astaga, ini menyenangkan sekali. Wanita 31 tahun itu terkekeh.
"Vin, kamu itu kukira hanya tidak bisa bicara, tapi ternyata bodoh juga!" Ia meraih kartu debit hitam dari dompet. "Kenapa nggak kamu blokir kartu kamu? Apa kamu ikhlas uang sebanyak ini aku curi?"
Ia mengendikkan bahu tak peduli, lalu mengembalikan kartu itu ke dalam dompet.
"Mungkin dia sedang sibuk menghitung warisan, jadi lupa pada uang recehan kaya gini!" gumamnya seraya berdiri.
Lalu ketika dia merebah di ranjang, ia melanjutkan. "Dia tidak akan merasa kehilangan, toh aku hanya alat pendukung dia saja!"
Sedikit ada rasa asing yang menyebalkan menyelinap di hatinya.
"Haish, apaan sih?" Itu adalah perasaan aneh saat ingat Alvin. Ketika pria itu menciumnya, terasa kalau pria itu tulus padanya.
"Pria kalau sudah biasa keluar masuk lubang banyak wanita, pasti pro kaya gitu! Lagian ngapain aku merasa nggak terima ditiduri Alvin? Kita sudah menikah!" Ia sedang menghibur diri.
Kali pertama dia melakukan hubungan itu adalah dengan pria sebelum Abid. Itu sudah tujuh atau delapan atau sembilan—lupa, tahun yang lalu. Itu juga karena insiden perjodohan dengan pria pilihan mamanya. Lalu sama Abid, yang sudah mirip jadi pengasuh alih-alih tindih-tindihan di kasur. Sisanya, dia tidak melakukan apa-apa—lebih tepatnya dia waspada agar tidak sampai berakhir di ranjang—dengan pria pilihan mamanya.
"Nggak apa-apa, dia suamiku, dan nggak buruk juga!"
Badan Alvin entah mengapa tidak begitu bagus ketika pertama kali melihatnya. Tidak ada yang menonjol atau apa, terlihat kurus dan angkuh. Alvin terlihat mirip pria manja yang hanya bergantung pada warisan orang tuanya. Tapi ketika di buka, perut ramping berotot dan dadanya yang liat begitu mempesona.
"Haish, Olla! Kamu mikirin apa?" Ia menepuk wajahnya yang panas. Ia segera bangkit dan bersiap ke tempat yang sudah disebutkan oleh staf bupati. Rencananya siang nanti, Olla akan menuju desa tersebut dan sampai di sana sore hari.
***
Kedatangan Olla dan rombongan di desa ini disambut meriah oleh warga setempat. Acara kesenian rakyat dan bazar diadakan di lapangan desa. Tua muda hadir untuk melihat dokter yang akan mengentaskan desa ini dari sikap hidup tidka sehat.
Di ujung acara, Olla memberikan sambutan sekaligus program yang akan dia jalankan di sini sesuai arahan partai dan pemda. Hingga malam hampir larut, Olla baru bisa ke rumah yang akan ditempatiny kuramg lebih setengah tahun ke depan.
Rumah Olla berada di dekat sawah. Perempatan jalan yang ramai yang merupakan jalan utama desa. Memang terpencil, pelosok, dan belum banyak tersentuh dunia luar sana yang maju. Jaringan internet masih tersendat, meski tidak buruk juga. Dan masyarakatnya cukup ramah dan bersahaja. Olla suka sekali di sini.
Ia baru saja selesai mandi ketika ia mendengar suara pintu terbuka.
"Siapa?!" Olla mengunci pintu kamar dengan cepat. Dadanya berdentum tak karuan. Hantu? Penjahat? Desa sedamai ini ada orang jahatnya? Ada perampoknya?
Ia menatap pintu lekat-lekat. Telinganya di pasang lebar-lebar.
"Halo, Sayang ...!"
Mata Olla membeliak seketika. Sebuah tangan menelusup ke perutnya. Menarik jalinan handuk yang digunakan untuk menutupi tubuh.
"Jangan—mmph!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
yanti auliamom
selamat Vin... akhirnya ketemu juga istrinya. Pas banget lagi 😉😍
2023-06-13
1
yanti auliamom
Kan.. keingetan terus. Ya gapapa. Kalian suami istri. Mudah²an memang jodoh sampai akhir hayat. hanya sekarang perlu perjuangan .
2023-06-13
0
Wina Yuliani
cilukkkk baaa sayang, akhirnya setelah lewati perjalanan panjang yg bikin puyeng,,,, ketemu juga sama c pencuri dompet yg bikin dag dig dug ser 😅😅
2023-06-05
5