DARI SEDAYU ~ JOGJAKARTA, yanktie mengucapkan selamat membaca cerita sederhana ini.
JANGAN LUPA SUBSCRIBE YAAA.
“Pak Wahid datang lagi,” kata Bu Tari karyawan supermarket.
“Ya layani saja. Kan rentang diskon sudah ada,” jawab Dinda.
“Kayak ibu nggak tahu aja pak Wahid enggak peduli harga diskonnya. Dia enggak mau kalau bukan ibu yang ngeladenin,” Tari berupaya membujuk nyonya pemilik usaha tempatnya bekerja.
“Bilang aja saya lagi ngelonin anak-anak, nggak bisa keluar.” Jawab Dinda malas.
“Tapi dia pasti akan menunggu walau harus sampai toko tutup Bu.”
“Aduh repot!”
Dinda tahu niat Wahid selalu menghampiri adalah untuk mendekati dirinya secara personal. Tapi Dinda tidak akan pernah menerima siapa pun untuk menjadi pendamping hidupnya lagi. Dia sudah cukup sakit hati pada seorang lelaki.
“Ya sudah kamu tungguin anak-anak. Takutnya mereka bangun dan jangan lupa tutup pintu yang ke tangga,” akhirnya Dinda mengalah. Dia harus memberi ultimatum pada Wahid agar tidak mengganggu hidupnya.
“Baik Bu,” kata bu Tari lagi.
Dinda pun turun sebelumnya dia merapikan pakaiannya.
“Selamat siang,” sap Adinda.
“Hai, apa khabar?” balas Wahid dengan senyum bahagia karena Dinda menemuinya.
“Tak begitu baik, karena sedang mau istirahat Bapak datang,” jawab Dinda. Wahid tersenyum kecut mendengar jawaban itu.
Dinda tahu Wahid belanja dalam jumlah banyak. Tapi ya keki juga kalau harus dia ngeladenin. Awal Dinda meladeni Wahid saat toko baru buka dan dia sedang memberi training pada para pegawainya. Sejak itu Wahid hanya mau bila diladeni oleh ownernya.
“Pak Wahid mungkin lain kali saya tidak akan bisa meneladani Bapak seperti ini. Jika bapak tidak berkenan belanja di tempat saya karena saya tidak bisa meneladani, saya persilakan Bapak belanja tempat lain.”
“Saya tidak keberatan daripada saya harus terbeban. Saat saya butuh istirahat atau saya butuh menemani anak-anak saya, saya harus melayani Bapak. Jadi ini ketegasan saya. Silakan Bapak cari tempat lain bila tidak berkenan peraturan di sini.”
“Karena semua konsumen di sini memang bukan saya yang meladeni. Saya tidak mau mengistimewakan seseorang,” kata Dinda dengan sopan tapi tegas.
Diberi ultimatum seperti itu Wahid bukannya takut atau gentar. Dia takkan pernah mundur. Bagaimana mungkin seorang janda anak dua bersikeras begitu?
Selama ini belum ada perempuan yang bisa menolak Wahid, malah Wahid yang tidak mau karena dia tahu para perempuan itu hanya mencari hartanya. Sekarang ada perempuan, seorang janda yang menolak dirinya.
Itu artinya Dinda memang benar-benar bukan perempuan yang materialistis seperti kebanyakan perempuan yang selama ini sudah mengejar dirinya.
‘*Aku harus berpikir ulang untuk mendapatkan jalan guna bertemu dirinya kalau dia tak mau menerima diriku sebagai pembeli*,’ batin Wahid.
Wahid melakukan pembayaran dengan kartu debet miliknya, semua dikerjakan pegawai Dinda.
“Ini, saya tadi beli jajanan, semoga suka,” Wahid memberikan dua kardus pizza pada Dinda.
“Terima kasih Pak,” Dinda menerimanya lalu dia serahkan pada seorang pegawainya.
“Untuk teman kalian packing,” bisik Dinda, tapi tentu saja Wahid mendengar kalau makanan yang dia bwa malah diserahkan pada para pegawainya.
‘*Apa dia takut diracuni atau diguna-guna ya makanya enggak mau terima makanan dariku*?’
“Terima kasih telah belanja di toko kami,” sang kasir menyerahkan struk belanja dan kartu milik Wahid.
Dinda kembali ke atas saat Wahid telah pamit.
Titip banner ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 437 Episodes
Comments