Noda

"Mata kamu sembab. Kamu habis nangis?" tanya Bu Hesti.

Arumi kembali menggeleng.

"Aku nggak apa-apa Bu. Aku mau ke kamar, aku mau mandi dan mau siap-siap untuk ke kampus," ucap Arumi.

"Oh, ya udah sana. Jangan lupa ya, nanti bantu-bantu ibu di dapur."

Arumi mengangguk. Setelah itu dia melangkah untuk ke kamarnya.

Bu Hesti masih menatap Arumi, sampai Arumi menghilang dari hadapannya.

"Arumi kenapa ya, wajahnya pucat banget begitu jalannya juga beda. Apa dia lagi sakit," ucap Bu Hesti.

Bu Hesti sama sekali tidak tahu, kalau semalam Arumi tidak tidur di kamarnya. Melainkan semalaman dia tidur di kamar Arkan anak majikannya.

Bu Hesti kemudian melanjutkan untuk ke dapur. Karena setiap pagi, dia harus memasak untuk Tuan Mahendra dengan Arkan dan menyiapkan sarapan sebelum mereka berdua pergi ke kantor.

****

Sesampainya di depan kamar, Arumi membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Dia kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Arumi menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Dia kemudian duduk di sisi ranjangnya.

Arumi kembali menangis saat dia diingatkan dengan kejadian semalam, saat Arkan menodainya.

Arkan sama sekali tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan ke Arumi. Arkan justru mengancam Arumi agar dia mau tutup mulut dengan semua perbuatannya semalam.

Arumi menghela nafas dalam. Dia kemudian mengusap air matanya.

"Aku nggak boleh nangis. Aku harus bisa menyembunyikan semua masalah ini dari ibu, ayah dan Mbak Lira. Mereka nggak boleh tahu, dengan hubungan satu malam aku dengan Tuan Arkan. Mudah-mudahan saja aku nggak hamil," ucap Arumi.

Dia masih takut dengan ancaman-ancaman Tuan mudanya. Ucapan-ucapan kasar Arkan tadi, masing terngiang-ngiang jelas di telinga Arumi.

Arumi adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Ke dua orang tua Arumi sudah mengabdi lama menjadi pelayan di keluarga Mahendra, keluarga kaya raya yang cabang bisnisnya pun menyebar di seantero negeri.

Di rumah besar tiga lantai, Tuan Mahendra hanya tinggal bersama Arkan Mahendra. Anak satu-satunya yang dia punya.

Sejak perceraiannya beberapa tahun yang lalu dengan Anita, ibunya Arkan, Tuan Mahendra memilih menduda sampai usianya sudah memasuki setengah abad.

Tuan Mahendra sepertinya juga trauma untuk punya istri lagi. Pengkhianatan Anita, sudah menyisakan luka yang mendalam untuk Tuan Mahendra dan Arkan anaknya.

Arumi bangkit dari duduknya. Setelah itu dia mendekat ke arah cermin riasnya. Arumi terkejut saat menatap lehernya. Banyak bekas merah yang sudah Arkan tinggalkan di lehernya.

"Ya ampun, apa ini. Aku yakin, ini pasti ulahnya Tuan muda. Bagaimana caranya aku menghapus noda-noda ini. Apakah tadi ibu melihatnya," ucap Arumi yang sudah merasa resah saat melihat bekas-bekas merah itu.

"Mudah-mudahan tadi ibu nggak melihat ini. Aku harus pakai syal nanti kalau ke kampus," ucap Arumi sembari mengusap-usap tanda merah dilehernya yang susah untuk dia hilangkan.

Arumi mengambil handuk. Setelah itu dia berjalan untuk ke kamar mandi. Kebetulan kamar mandi Arumi ada di dalam kamar. Jadi, dia tidak harus keluar kamar untuk mandi.

Arumi mengguyur tubuhnya dengan shower. Dia menggosok-gosokan tubuhnya untuk menghilangkan bekas sentuhan-sentuhan Arkan semalam.

Selesai mandi, Arumi ganti baju. Dia mencari syal yang ada di lemari bajunya.

"Duh, kemana ya syal aku. Aku harus pakai Syal. Kalau nggak, semua orang akan curiga sama aku. Pasti mereka fikir, aku sudah di apa-apain lagi sama pacar aku."

Arumi kemudian memakai syal itu untuk ke kampus. Berharap tidak ada orang yang tahu hubungan satu malamnya dengan Arkan.

Setelah rapi, Arumi keluar dari kamarnya. Seperti biasa, dia akan membantu ibunya di dapur untuk memasak.

"Bu," ucap Arumi setelah sampai di dekat ibunya.

Bu Hesti menatap Arumi lekat.

"Tumben kamu pakai syal. Kamu lagi sakit?" tanya Bu Hesti.

"Iya Bu. Aku sebenarnya lagi nggak enak badan. semalam aku kedinginan."

"Oh. Ya udah sini bantuin ibu. Biar masakan ibu cepat matang. Sebentar lagi, Tuan muda dan Tuan Mahendra turun ke bawah."

"Iya Bu."

Arumi sudah tidak ingin memikirkan kejadian semalam. Dia mencoba untuk bersikap seperti biasa di depan keluarganya, Arumi tidak mau ada yang curiga padanya.

"Bu, Mbak Lira mana? dia mau ke kantor kan?" tanya Arumi.

"Mbak kamu sudah pergi kerja Arumi dari tadi."

"Oh, dia sudah duluan berangkat ya? tumben cepat."

"Iya. Tadi di jemput sama pacarnya. Kamu berangkat sendirian aja."

"Iya Bu"

Lira kakak Arumi sekarang sudah bekerja di kantor besarnya Tuan Mahendra. Tuan Mahendra sudah memberikan posisi yang bagus untuk Lira di kantornya. Dan Tuan Mahendra juga saat ini, masih membantu membiayai kuliah Arumi.

****

Di kamarnya, Arkan tampak sudah rapi dengan baju kantornya. Sebelum pergi, dia menyisir rambutnya.

Arkan menatap pantulan dirinya di depan cermin.

"Apa ya, yang sudah aku lakukan semalam pada Arumi. Jangan-jangan aku memang sudah ngapa-ngapain dia lagi," ucap Arkan.

Arkan mencoba untuk mengingat-ingat apa yang sudah terjadi semalam. Namun, Arkan belum bisa mengingat sepenuhnya apa yang sudah dilakukan pada Arumi.

Arkan menghampiri tempat tidurnya untuk mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Arkan terkejut saat melihat bercak merah ada di atas sepreinya.

"Ya ampun, jangan-jangan itu darah. Nggak, Bik Hesti nggak boleh lihat darah ini. Aku harus menyembunyikan seprei ini."

Arkan melepas seprei itu dari kasurnya. Setelah itu dia menyembunyikan seprei itu di tempat yang aman.

"Aku harus jaga semua rahasia ini. Jangan sampai ada orang yang curiga dengan hubungan satu malam aku dengan Arumi," ucap Arkan.

Arkan kemudian mengambil tas kantornya dan pergi keluar dari kamarnya. Arkan turun ke lantai bawah dan berjalan ke ruang makan.

Arkan menarik kursi dan menghempaskan tubuhnya di atas kursi meja makan. Dia kemudian mengambil ponselnya dan membalas chat-chat penting yang masuk ke dalam ponselnya.

Beberapa saat kemudian, Tuan Mahendra turun dari lantai atas. Karena kebetulan kamar Tuan Mahendra dan anaknya memang ada di lantai atas.

Tuan Mahendra berjalan ke meja makan. Dia kemudian duduk di sisi Arkan.

"Arkan," ucap Tuan Mahendra.

"Iya Pa." Arkan menatap ayahnya lekat.

"Bagaimana kerjaan kamu di kantor?" tanya Tuan Mahendra pada anaknya.

"Baik Pa. Nggak ada masalah, untuk saat ini," jawab Arkan datar.

"Arkan, kamu sekarang harus serius dengan pekerjaan kamu. Papa sudah memberikan posisi yang paling tinggi di kantor Papa. Papa harap, kamu nggak mengecewakan Papa nantinya."

"Papa tenang saja, aku pasti bisa seperti Papa, karena aku anak Papa," ucap Arkan yang membuat Tuan Mahendra tersenyum.

"Bagus Arkan. Kamu harus bisa membuktikan ke Mama kamu, kalau kamu memang anak yang bisa di andalkan. Biar Mama kamu lihat, bagaimana didikan Papa pada seorang Arkan Mahendra."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!