Sakit

Satu bulan setelah kejadian di malam itu.

Arumi merasa ada yang aneh pada dirinya. Beberapa hari ini, Arumi merasa tidak enak badan. Tubuhnya juga terasa lemas. Hampir setiap hari Arumi mual dan muntah-muntah. Arumi tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

Hoek... Hoek... Hoek...

Perut Arumi mulai berulah. Arumi buru-buru ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya. Hampir setiap pagi Arumi mual dan muntah-muntah.

Lira menghentikan langkahnya saat dia melewati kamar Arumi. Samar-samar dia mendengar suara Arumi muntah-muntah di dalam kamar mandi.

"Arumi kenapa ya, dia belum sembuh sakitnya," gumam Lira.

Lira membuka pintu kamar Arumi untuk melihat apa yang terjadi di dalam.

Perlahan, Lira masuk ke dalam kamar Arumi. Lira tidak melihat adiknya di kamar. Lira tahu, kalau saat ini Arumi ada di dalam kamar mandi.

Lira menghempaskan tubuhnya dan duduk di sisi tempat tidur Arumi untuk menunggu Arumi dan menanyakan kondisi adiknya saat ini..

Beberapa saat kemudian, Arumi keluar dari kamar mandi. Dia terkejut saat melihat kakaknya sudah duduk di sisi tempat tidurnya.

Lira tersenyum. Dia bangkit dari duduk dan mendekat ke arah Arumi.

"Arumi. Kamu kenapa lagi? kamu mual-mual lagi?" tanya Lira pada adiknya.

"Iya Mbak. Aku nggak tahu kenapa. Akhir-akhir ini aku jadi sering mual."

"Kamu udah minum obat belum?" tanya Lira.

"Udah kok Mbak. Tapi sama aja. Nggak ada perubahan."

"Kamu udah periksa belum?"

Arumi menggeleng." Belum Mbak."

"Kenapa belum? kamu periksa dong. Takutnya asam lambung kamu naik."

"Iya Mbak. Aku belum ada waktu."

Arumi dan Lira kemudian menghempaskan tubuhnya dan duduk di sisi tempat tidur Arumi.

Lira merasa iba melihat kondisi adiknya sekarang. Akhir-akhir ini, Arumi tampak kurusan. Sakitnya juga tidak kunjung sembuh. Mungkin sudah satu minggu lebih Arumi sakit.

Namun walaupun dia sakit, dia paksa untuk pergi ke kampus. Arumi tidak mau manja pada ibu, ayah dan kakaknya, karena Arumi tahu, mereka repot dengan pekerjaannya.

Beberapa saat kemudian, Bu Hesti menghampiri kamar Arumi. Dia menatap tajam ke arah anak-anaknya

"Kalian berdua ngapain masih ada di sini? kamu juga kenapa belum siap-siap Arumi? kamu mau ke kampus kan?" tanya Bu Hesti.

Arumi dan Lira menatap Bu Hesti bersamaan.

"Ini Bu, Arumi sakit. Dari kemarin nggak sembuh-sembuh sakitnya," ucap Lira menjelaskan.

Bu Hesti mendekat ke arah ke dua anaknya.

"Lir, itu mobil Heru sudah ada di depan. Sana kamu samperin Lir," ucap Bu Hesti.

Lira tersenyum.

"Mas Heru sudah datang."

"Iya."

Lira bangkit dari duduknya.

"Ya udah, kalau begitu aku pergi dulu ya Bu."

"Iya. Hati-hati Lir."

Sebelum pergi, Lira berpamitan dulu pada ibunya. Dia mencium punggung tangan ibunya. Setelah itu dia pun pergi meninggalkan rumahnya untuk berangkat kerja.

Setelah Lira pergi, Bu Hesti menatap Arumi.

"Arumi. Kamu kenapa? kamu mual-mual lagi?" tanya Bu Hesti.

Arumi mengangguk.

"Arumi, kamu mau periksa? nanti ibu antar kamu periksa ya?" ucap Bu Hesti sembari duduk di sisi Arumi.

Arumi menatap ibunya lekat.

"Nggak usah Bu. Arumi nggak apa-apa kok. Ibu nggak usah khawatirin Arumi. Mungkin Arumi cuma masuk angin aja. Nggak perlu periksa."

"Terus sekarang kamu mau ke kampus nggak?" tanya Bu Hesti lagi.

"Kayaknya nggak dulu Bu. Tubuh aku lagi nggak enak banget Bu begini Bu.

"Kamu udah makan belum?"

Arumi menggeleng.

"Belum Bu. Aku juga dari kemarin nggak enak makan."

"Ya udah, kalau begitu kamu istirahat aja. Tapi kamu harus tetap makan ya. Tuh, di dapur ada makanan. Nanti kamu ambil sendiri aja ya."

Arumi mengangguk.

"Ibu mau kerja dulu. Tuh, halaman depan rumah Tuan Mahendra belum ibu sapu."

"Iya Bu."

Bu Hesti bangkit dari duduknya. Setelah itu dia keluar dari kamar Arumi untuk melanjutkan pekerjaannya.

Arumi masih diam dan tampak berfikir.

"Sebenarnya, aku kenapa ya. Apa yang terjadi denganku. Akhir-akhir ini, aku sering banget mual dan muntah-muntah. Apa jangan-jangan, aku hamil," ucap Arumi.

Arumi takut dirinya hamil karena peristiwa malam itu. Jika dia benar-benar hamil, hancurlah semua kehidupan dan masa depannya. Bisa saja, ayah dan ibunya marah dan mengusirnya dari rumah jika mereka tahu Arumi hamil.

"Duh, gimana kalau aku hamil. Nggak, aku nggak mungkin hamil. Kan aku tidur sama Tuan Arkan cuma malam itu. Nggak setiap hari," ucap Arumi yang sudah mulai resah.

"Tapi aku harus tetap beli tespack."

Arumi mulai ragu kalau mual-mual itu karena masuk angin biasa. Sebenarnya sudah dari sejak kemarin Arumi itu curiga kalau sakit yang di alaminya adalah gejala kehamilan. Namun , Arumi selalu menepis jauh-jauh fikiran itu. Karena dia mau fokus kuliah.

****

Sore ini, ponsel Arkan sudah berdering. Arkan sejak tadi hanya mendiamkan panggilan itu. Karena dia tahu, siapa yang menelponnya.

"Kenapa sih, Mama nelpon. Mau ngapain dia nelpon aku," ucap Arkan yang merasa terganggu dengan panggilan dari ibunya.

Ring ring ring...

Deringan ponsel Arkan kembali terdengar. Membuat Arkan sedikit kesal.

Arkan kemudian mengambil ponsel yang ada di atas meja dan mengangkat panggilan dari ibunya.

"Halo Ma. Ada apa?"

"Arkan, nanti malam ada acara nggak?"

"Nggak ada. Emang kenapa?"

"Sepulang kerja, Arkan bisa nggak mampir dulu ke rumah mama?"

"Mau ngapain ma?"

"Sebenarnya mama mau ngundang Arkan makan malam. Teman mama, ada yang mau main ke rumah mama dan ingin melihat kamu."

"Tapi Ma."

"Arkan, please lah sayang. Ke rumah mama ya nanti malam. Mama akan kenalin Arkan ke temannya mama."

"Iya Ma. Nanti ya kalau aku udah nggak sibuk."

"Iya Arkan. Maaf ya kalau mama ganggu."

"Nggak apa-apa ma"

"Ya udah, kamu lanjutkan aja kerjaan kamu. Mama tutup dulu ya telponnya."

"Iya Ma."

Setelah bertelponan dengan ibunya, Arkan menutup saluran telponnya. Dia melanjutkan pekerjaannya karena hari ini, pekerjaan Arkan lagi sangat banyak.

****

Waktu saat ini, sudah menunjukkan jam tujuh malam. Arkan saat ini masih berada di dalam perjalanan ke rumah ibunya.

Dulu, hubungan Arkan dengan ibunya tidak sebaik sekarang. Karena dulu Arkan sangat membenci ibunya. Tapi setelah Arkan mendengar banyak nasihat dari ayah dan teman-temannya, perlahan hati Arkan mulai terbuka lagi untuk ibunya.

Mobil Arkan masih berada di tengah-tengah kepadatan lalu lintas. Dari tadi, jalanan masih tampak macet.

Ring ring ring...

Ponsel Arkan sejak tadi masih berdering. Masih dengan panggilan yang sama. Dari ibunya.

Arkan mengambil ponselnya yang ada di sisinya duduk. Dia kemudian mengangkat panggilan dari ibunya.

"Halo Arkan. Kamu jadi ke rumah Mama nggak Nak?"

"Iya Ma, jadi."

"Kenapa lama sekali."

"Maaf Ma lama. Arkan lagi terjebak macet nih di jalan. Tunggu aja ya Ma."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!