Keesokkan harinya dipagi yang cerah. Biru menatap Senja yang masih saja rebahan dikasur. Dia menggelengkan kepala melihat kelakuan remaja tersebut. Sudah beberapa kali menasihatinya namun tetap saja gadis didepannya selalu melakukan hal yang sama setiap harinya. Pergi bermain dimalam hari, balapan serta lainnya. Senja benar-benar terlihat seperti anak cowok, bahkan dia selalu menolak jika Ara atau Nadia memakaikan make-up padanya.
Pukul 08.00 Biru kembali membangunkan gadis itu. Pak Arya yang sudah siap pun meminta anak gadisnya segera mandi. Karena tidak mau ditinggal maka Senja dengan buru-buru masuk ke kemar mandi. Tidak lebih dari 15 menit, gadis itu telah keluar kembali.
“Itu mandi apa cuci muka? Cepet banget,” ledek Biru.
“Mandi lah, Senja mah mandi nggak mandi juga tetap cakep. Nggak kayak Om Biru,” jawabnya sibuk memakai parfum.
Pintu depan terdengar suara ketukan, Biru pergi meninggalkan Senja yang masih memakai parfum. Dia membuka pintu, ternyata Arka dan Nadia yang datang. Setelah semuanya siap, mereka berangkat menggunakan mobil ke makam Andi, Oma, Mama dan juga nek Ijah. 1 jam berlalu, akhirnya sampai juga di pemakaman. Terlihat banyak rumput yang tumbuh diatas kuburan keluarga mereka.
“Pah, kayaknya setiap bulan harus sewa orang buat bersihin rumput,” ujar Senja melihat sekeliling.
“Gimana nanti saja sayang, sekarang lebih baik kita dulu yang membersihkan. Kamu bersihkan makam milik Andi bersama Tante Nadia. Makam Mama, Oma dan nek Ijah biar Papa, Om Biru sama Om Arka yang bersihkan.”
“Baiklah, ayo Tante.”
20 menit sudah mereka mencabut rumput. Kini semuanya berdoa untuk keluarga yang sudah tiada. Biru menceritakan kisah hidupnya kepada sang sahabat, serta bagaimana Senja yang tumbuh menjadi gadis cantik dan baik. Nadia dan Arka pun menceritakan kehidupannya kepada Andi, gadis yang dahulu sering bertengkar kini mengucapkan rasa terima kasih karena telah membuat hari-harinya dulu bahagia akan candaan yang Andi berikan. Dia menitikkan air mata, tak terasa sudah sangat lama sekali mereka tidak mengunjungi tempat peristirahatan terakhir sang sahabat.
Arka mengelus punggung istrinya. Nadia sendiri telah menganggap Andi seperti saudaranya, dia begitu merindukan sosok cowok humoris tersebut. Dan saat melihat Bima pun mengingatkan dirinya akan sang sahabat. Sikapnya sangat sama persis seperti Andi, lucu.
“Ya sudah, kita pulang sekarang,” ucap Pak Arya.
Mereka mengangguk, berdiri dan melangkah pergi meninggalkan pemakaman.
Ditempat lain, seorang remaja tengah bersiap dengan kopernya. Dia bersama kedua orangtuanya akan pergi ke bandara untuk kembali ketempat asal mereka. Dia adalah Langit atau Nugraha, Bu Miya keluarganya tinggal ke Indonesia lagi. Dia sangat merindukan Ara dan juga Senja. Sudah lama tidak mendapatkan kabar tentang mereka berdua.
“Mom, kenapa harus pindah sih? Pram udah senang di sini, nanti kalo pindah harus beradaptasi lagi sama orang-orang.”
“Kamu pasti senang jika tinggal di tempat yang baru walau harus memulai bersosialisasi lagi. Dan pastinya nanti kamu bakal bertemu dengan teman kecil kamu itu.”
“Siapa? Emangnya Pram punya teman di sana?”
Sang Mama mengangguk sembari tersenyum, si suami yang sudah memasukkan koper kedalam mobil pun memanggil istri serta anaknya untuk segera keluar. Setelah dirasa semuanya siap, mereka bertiga langsung berangkat ke bandara.
Echa yang berada di Aussie bersama Bara pun memutuskan untuk pulang ke negara asalnya. Mereka berdua telah menikah namun masih belum dikaruniai seorang anak. Entah apa yang membuat Echa tak dapat hamil, tapi keduanya selalu berdoa agar segera diberikan keturunan.
Sedangkan Pak Baba dan istrinya kini tinggal di sebuah panti jompo. Mereka berdua sudah tidak sanggup jika harus tinggal sendiri, oleh sebab itu mereka di masukkan ke sana. Sudah beberapa tahun, dua manusia itu masih belum juga mengungkapkan siapa orang yang telah membeli Nugraha. Padahal Ara dan Biru sudah sangat baik kepada mereka di saat sakit. Dua ponakannya menjaga dan merawat mereka berdua, memaafkan kesalahan yang dahulu diperbuat oleh sang paman.
Cuaca siang hari yang tadinya panas berubah gelap. Hujan akan segera turun, Senja duduk diteras rumah sambil menikmati semangkuk mie rebus buatan Biru. Gadis itu sangat suka jika Om tampannya masak untuk dirinya. Padahal Senja sendiri pandai memasak, dia sangat jago membuat berbagai macam makanan. Tak hanya itu, dia juga sangat gemar melukis, bernyanyi dan bermain basket.
Rintik hujan satu persatu turun. Biru menghampiri sambil membawa secangkir kopi panas.
“Serius bener, ngapain sih?” tanyanya.
“Lagi lihatin langit, berpikir kapan Om Biru nikah.”
“Mulai deh,” seru Biru.
“Eh Om, Senja kan waktu kecil manggilnya kakak, kenapa sekarang jadi Om? Padahal kakak bagus loh, soalnya masih kayak anak muda wajah Om Biru.”
“Ya udah sekarang manggilnya kakak lagi aja,” ujarnya.
“Nggak deh, Oma aja.”
“Dasar, tapi menurut kamu Om kayak orang korea ya? Awet muda, 34 tahun masih kelihatan 20 atau 25 tahun.”
Senja menyunggingkan bibirnya mendengar perkataan Biru, sedangkan lelaki disampingnya tertawa melihat mimik wajah gadis remaja tersebut. Hujan terus turun dengan derasnya, niat untuk bermain bersama keempat teman cowoknya harus batal karena hujan.
Saat sore hari, Bintang menelpon Senja. Dia izin pada gadis itu karena besok tidak dapat pergi ke sekolah dan harus menemani sang Mama yang tengah dirawat di rumah sakit.
Senja merasa bosan seharian dirumah, dia mengajak Biru untuk pergi keluar. Dengan senang hati lelaki tampan tersebut menerima ajakan Senja. Setelah izin pada sang Papa, mereka berdua menaiki motor mencari makanan serta berjalan-jalan sore.
“Mau makan dimana? Luar atau dirumah nanti?” tanya Biru.
“Dirumah aja Om, Senja mau masakin Papa makanan kesukaannya. Sekarang antar aku ke pasar sana, nanti sambil Om Biru nunggu Senja. Tolong pergi ke minimarket buat beli beberapa makanan ringan, soalnya stok dikamar udah habis, hehe.”
“Baiklah, tapi kamu hati-hati. Biasanya dipasar seperti itu banyak premannya,” jawab Biru mengelus rambut Senja.
Setelah Biru mengantarkan Senja ke pasar, dia pamit pergi ke minimarket membeli makanan ringan yang diminta oleh Senja. Di pasar sana, gadis itu tengah sibuk mencari sayur dan bahan masakan lainnya. Dia begitu mahir dalam menawar pada penjual, belanjaan yang begitu banyak hanya menghabiskan uang sebesar dua ratus ribu rupiah saja. “Ini sampe 4 kantong plastik gue belanja, tapi harganya murah-murah banget. Hehe gimana nggak murah orang gue tawar,” ucapnya dalam hati sambil tertawa kecil.
Saat sedang menunggu kedatangan Omnya, salah seorang preman berbadan kekar menghampiri. Dia meminta uang dari penjual yang kebetulan berada dibelakang Senja. Melihat perlakuan yang tidak baik itu, membuat Senja ingin melawannya. Awalnya dia masih diam, namun setelah preman tersebut sangat kelewatan maka mau tak mau Senja yang turun tangan, membantu si pedagang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Segitu frustasi nya Biru setelah putus dgn Echa..Echa jugak bahagia2 amat tuh, Bertahun2 Nikah tp gak punya momongan juga..
2025-02-27
0
Qaisaa Nazarudin
Gila ya Egois banget nih duo iblis,Kesel aja aku mau2 nya Biru sama Ara menampung dan baik ma mereka..🙄🙄😡😡
2025-02-27
0
Qaisaa Nazarudin
Anaknya Ara udah gede..
2025-02-27
0