Dea membuka amplop itu dan mengambil sepuluh lembar uang seratus ribuan dan di berikan pada Lea.
"Belilah Beberapa stel baju," kata Dea.
Ini terlalu banyak, Bun, aku belanja di toko dekat sini saja, Bun, harganya lebih murah, malah kemarin Lea di tawarin untuk bantu jualan pakaian kalau Lea tidak terpanggil di perusahaan itu." katanya sambil tertawa
"Tidak apa-apa bawa saja, sisanya untuk pegangan kamu, jawab Dea.
"Trimakasih, Bun, Lea sayang Bunda," ucapnya sambil memeluk dan mencium pipi Dea, lalu berlari keluar kamar bundanya itu.
Dea tersenyum beranjak dari tempat duduknya lalu menyimpan kembali uang pemberian Setta, semenjak tragedi itu terjadi, Setta begitu memperhatikannya dan mencukupi kebutuhannya dan anak-anak panti, bahkan telah menganggapnya sebagai saudara perempuannya sendiri.
...----------------...
Hari masih pagi Relea mematut dirinya di cermin dengan rambut sepanjang bahu yang digerai indah lalu bibir merah alami dipoles dengan dengan lipstik warna nude, semua nampak kelihatan mempesona, alis tebal dan mata besar nan indah serta bulu mata yang lebat nan lentik menambah penampilan nampak sempurna di mata pria yang memandangnya.
Dia pun melangkah keluar kamarnya dengan menenteng sepatu di tangannya menuju ruang tengah, semua sudah berkumpul dan duduk di atas karpet yang telah tersaji menu sarapan sederhana di sana, ikan gabus goreng yang di ambil di kolam belakang dan sambel terasi buat mbok Gina yang luar biasa sedapnya serta lalapan selada yang di tanam sendiri di kebun belakang rumah membuat perut ku semakin menjerit untuk minta di isi.
Lea meletakan sepatunya di lantai yang tak tertutup karpet dia bergabung dengan adik-adik juga bunda dan Rizki.
"Masyaallah cantik sekali anak Bunda ini, sini sarapan dulu sebelum berangkat," ajak Bunda.
"Iya, Bun, nanti siapa yang antar Bunda ke kantor atau berangkat bersama dengan Lea bagaimana?" tanya Lea.
"Bunda sama Rizki dia kan sekantor dengan Bunda," jawab Dea sambil mengambil makanan kedalam piring dan diberikan pada Lea lalu dia mengambil kembali untuk dirinya sendiri, mereka pun makan dengan tenang.
Setelah selesai Lea mencuci tangan di wastafel di ruang tengah lalu kembali dan untuk berpamitan pada Bunda Dea yang saat ini pun, sedang bersiap berangkat kerja.
"Bun Lea berangkat dulu, ya," pamitnya. Lalu dia memakai sepatunya dan bangkit dari duduknya berjalan keluar rumah menoleh sebentar pada Rizki yang baru keluar kamarnya sambil menenteng tas punggungnya.
"Ki, hati-hati bawa motornya, yaa!" teriaknya lalu berjalan keluar menuju motornya sendiri.
"Beres! Jangan kawatir, itu Bunda aman berada di sampingku," kekehnya.
Lea menaiki motor beatnya dan menjalankan dengan kecepatan sedang menuju tempat kerjanya hari pertama, dadanya berdebar dengan cepat berulang kali dia menghembuskan nafas membuang rasa gugup di hatinya.
Setelah tiga puluh menit berlalu dia pun sampai ke gedung perusahaan tempatnya bekerja, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang IT kliennya tidak hanya di dalam negeri tetapi di luar Negeri, sesaat dia terkagum dengan bangunan yang besar menjulang tinggi.
Gadis itu melangkahkan kaki menuju meja resepsionis dan bertanya. "Maaf kak saya mendapat panggilan dan disuruh keruang CEO, di mana tempatnya, ya?"
"Apa nama mbak bernama, Relea Melati?" tanya resepsionis itu padanya.
"Betul, kak itu saya," jawab Lea dengan cepat.
"Sudah di tunggu Bapak di ruang ruangannya, mbak langsung ke lantai atas saja mbak hanya dua ruangan di sana ruang CEO dan wakilnya," jawab resepsionis.
"Baik mbak, trimakasih banyak," ucap sambil berlalu dan berjalan memasuki lift.
Sementara itu Setta ruangannya sedang menelpon seseorang yang tidak lain adalah Dea.
"Apa di sudah berangkat?" tanyanya di panggilan telepon selulernya.
"Sudah, kenapa? Apa dia belum sampai?" tanya Dea yang saat ini baru saja turun dari boncengan motor Rizki.
"Belum, tapi bukan itu yang akan aku bicarakan padamu. Dea aku sudah siap untuk bertemu dengannya tolong nanti kau hubungi dia untuk datang jam delapan malam, di restoran western katakan padanya untuk naik taksi saja karena aku ingin mengajaknya ke suatu tempat," kata Setta panjang lebar pada Dea.
Dea terkekeh. "Kenapa tidak kau katakan sendiri? Kau katakan sendiri saja, sebentar lagi kamu akan bertemu dengannya bukan?" tanya Dea.
"Itu beda lagi, aku sekarang sebagai atasannya dan nanti aku sebagai Ayah angkatnya," jawabnya sedikit ketus.
"Baiklah akan ku sampaikan, Apa lagi yang harus ku lakukan?" tanyanya sambil terkekeh.
"Kau jangan tertawa terus, Dea! Jangan lupa belikan dia baju yang bagus akan kirim uangnya ke rekening mu," katanya.
"Tidak usah, Ta, masih ada yang kemarin kau sudah banyak membantuku," kata Dea.
"Tidak usah kau pikirkan aku telah menganggap mu sebagai saudara ku, ya sudah kau akan bekerja kan, selamat bekerja," ucapnya lalu menutup telpon.
Tak lama kemudian, terdengar ketukan pintu.
"Masuk!" perintahnya.
Pintu terbuka dan seorang gadis dengan balutan seragam kerja masuk kedalam ruangan, Setta mendongakkan kepalanya dan terpukau, ia seperti melihat bayangan Sinta 21 tahun yang lalu ada rasa sesak di dada dan kemarahan yang seperti mendesak ingin keluar. Namun logika berusaha meredam perasaan itu.
"Duduklah!" perintahnya pada gadis itu.
Relea sesaat tertegun, dia sangat terpesona dengan calon bosnya itu, begitu tampan dan bersahaja, dia terpaku beberapa saat dan tersadar saat suara terdengar bariton calon atasannya.
"Apa kau akan berdiri di situ saja, kemarilah dan duduklah!" perintahnya kembali.
"Ba--baik, Tuan, maaf," jawab Relea sambi berjalan menuju kursi di depan meja kerja sang calon atasan.
"Kenapa gugup, apa aku terlihat menakutkan buatmu," tanya Setta pada gadis itu.
"Tidak, Tuan, sepertinya saya perna bertemu Anda," jawab Relea.
"Benarkah, jika benar kau perna bertemu dengan ku, maka dimana itu?" tanya Setta pada gadis itu dengan lembut.
"Maaf, apa ini bagian dari interview?" tanya pada pria yang di depannya itu.
"Hemm," jawab pria itu.
"Ok! Maaf, saya bertemu Anda di mimpi," jawabnya sambil menundukan wajahnya tajam.
Lelaki itu tergelak mendengar penuturan gadis itu.
"Itu artinya aku sangat familiar sehingga engkau sampai sudah mengenalku dalam mimpi," jawabnya tanpa menghentikan tertawanya.
Relea tertegun, dia menikmati wajah yang semakin rupawan saat dia tertawa, hatinya mulai tergelitik degup jantungnya mulai berdetak, entah kenapa dia lebih tertarik dengan pria matang yang seumuran ayah jikalau masih ada di dunia ini.
"Ok! Aku tanya kenapa melamar pekerjaan padahal kamu masih usia sekolah?" tanya pria itu pada Relea.
"Karena saya kasihan sama Bunda, jadi saya ingin bekerja untuk membantu beliau," katanya lagi.
"Apa dia setuju?" tanya Setta lagi pada Relea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
mis FDR
aku sudah mmpir kk, semangat terus untuk kk nya☺️
2023-07-05
0
Gadis Bar-bar
Lanjutkan Mom
2023-06-27
0
Nadin
Cinta pada pandangan pertama nih
2023-06-21
0