Malam semakin larut namun sepinya terasa amat berbeda. Entah itu sepi dalam hatinya ataukah memang suasana sekitarnya yang memang selalu merasa hidup seperti sendiri. Tak ada suara serangga berisik yang mengusik. Tak ada suara anak- anak kos yang mendendangkan lagu asyik dengan iringan gitar akustik yang biasanya mampu membuat dirinya ikut mengetuk- ngetukkan sepuluh jarinya di meja makan. Ikut bernyanyi menghibur raga yang lelah setelah seharian berjibaku dengan segala hiruk pikuk suasana Hotel yang akan terasa lebih ramai jika menjelang akhir pekan seperti ini.
Aisyah memeluk erat guling empuknya.Saat ia akan membenahi posisi bantal persegi empat yang berlapis busa tebal itu, tiba-tiba indra penglihatannya menangkap sebuah poto seorang wanita cantik bersurai panjang sebahu dengan wajah tirus dan satu lesung pipinya yang terlihat seolah menatap ramah kepada siapa saja yang melihatnya itu terpampang nyata di bantal milik Ale.
"Dia siapa?" ucapnya lirih seraya memasatkan lagi penglihatannya.
"Kamu pasti pacarnya Pak Ale suamiku ya?" tanyanya lagi dengan tubuh yang sudah terasa panas dingin.
"Maaf ya, aku sudah merebut pacarmu, tapi aku bukan pelakor Mbak!" ucap Aisyah sudah seperti orang gila yang bicara pada benda mati.
"Istimewa sekali gadis ini. Bahkan dalam tidur pun Pak Ale selalu memeluknya," Aisyah semakin jauh berpikir, hingga ia mendengar suara pintu kamar di buka.Rupanya hari sudah berganti pagi.
"Selamat pagi, apa kamu tidak tidur semalaman Ai?" tanya Ale seraya duduk mendekati Aisyah yang masih memeluk erat selimut dan gulingnya. Ale meletakkan dua buah sterefoam di atas nakas.
"Saya bawakan sarapan bubur ayam untukmu, makanlah!" titahnya seraya mendekatkan sarapan untuk Aisyah.
Aisyah tampak menjauhkan makanan yang di bawa oleh Ale.
"Kenapa? Kamu nggak suka sarapan bubur?" tanyanya lebih mendekat lagi kepada Aisyah lalu meraih sarapannya.
"Ini enak dan sehat lho Ai," ucapnya lalu mulai menyantap bubur ayam miliknya.
"Saya bukan Bapak, saya nggak biasa sarapan seperti itu, sarapan saya nasi putih atau cukup. mi instan saja," jawab Aisyah.
"Mulai sekarang kurangi makan mi instan, nggak baik untuk kesehatan!" saran Ale yang kembali melanjutkan sarapannya.
Aisyah merasa hadirnya belum menjadi sesuatu yang cukup berarti untuk Ale. Dia ingin juga lah merasakan mencuci lalu menyetrika pakaian sang suami sebelum ia berangkat ke kantor, merapikan dasinya seperti yang sering ia lihat pada sinetron di televisi- televisi itu. Nyatanya Ale selalu sudah rapih jika keluar dari kamarnya.
Malam hari Ale belum juga pulang ke apartemennya, ia masih sibuk dengan semua urusan proyek yang baru saja di pegangnya, karena kini sang Ayah lebih memilih memantau pekerjaan dari rumah saja. Dia hanya akan ke kantor untuk hal-hal yang membutuhkan kehadiran dirinya. Selebihnya semua urusan ia serahkan kepada sang putra sulung.
Evan sudah lebih dulu pulang ke rumahnya. Nampaknya Ale lupa jika kini ada hati yang tengah was- was menantikan ke pulangannya selain sang Mama. Hingga waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam Ale belum juga membereskan pekerjaannya.Dia adalah seorang pekerja keras. Walaupun Perusahaan tersebut adalah milik orang tuanya namun,bukan berarti dia hanya ongkang- ongkang kaki lalu terima gaji setiap tanggal muda.
Sementara itu di apartemen.Aisyah coba memejamkan matanya namun tak jua terpejam.
"Pak Ale kemana sih?"
Aisyah tampak mengetikkan pesan untuk Ale namun, kembali di hapusnya hingga berkali-kali.
"Ganggu nggak ya, kalau aku kirim pesan tengah malam begini?"
"Apa dia sudah tidur? Atau sedang asyik sama pacarnya yang aduhai cantiknya itu?" pikiran- pikiran negatif terus saja singgah dalam benaknya. Hingga akhirnya ia tertidur.
Ale masuk kedalam mobilnya.Ia terkejut saat menyadari bahwa malam ini dirinya harus kembali ke rumah orang tuanya. Itu artinya sang istri akan tidur sendiri lagi malam ini.
"Ai, maaf ya, lupa mengabarimu, jika malam ini saya tidak pulang ke apartemen," Ale segera mengirimkan pesan untuk Aisyah. Namun, hanya centang dua abu-abu.
"Pasti dia sudah tidur, ampuni hamba Tuhan," sesalnya sebelum melajukkan kendaraannya.
pov Ale.
"Apa tidak ada hari esok Al, jam segini kok baru pulang. Kalau begini namanya kamu cuma numpang tidur di sini, terus besok kerja lagi. Kapan mikirin pendamping hidup sih kamu Al?" Mama langsung memberondongku dengan pertanyaan dan jawabku yang juga masih sama. Namun kali ini hati kecilku merasa sangat bersalah karena telah membohongi mereka.
"Tulang rusuk Ale nggak akan tertukar Ma, kalau sudah saatnya pasti akan Ale kenalkan ke Mama. Sabar ya, doakan Ale terus," pintaku agar sedikit mengurangi beban pikirannya yang selalu mendesakku untuk segera menikah.
Apa reaksi Mama dan Papa jika tau anak yang di bangga- banggakannya ternyata sudah menikah secara diam-diam, sakit hati atau murka kah mereka terhadapku, sejujurnya aku ingin sekali membawa Aisyah kerumah besar ini. Tapi aku takut reaksi mereka terhadap Aisyah. Entahlah, kurasa ketakutanku sungguh tak beralasan. Karena Mama dan Papa bukanlah tipe pemilih. Tapi untuk Aisyah? Akupun belum berani menduga-duga.
"Kalau doa sih nggak pernah putus Al, tapi yang sedang di doakan ini kira- kira sedang berikhtiar juga nggak sih? Kalau ternyata hanya pasrah, rasanya doa Mama ini hanyalah kesia- siaan belaka," keluh Mama dengan wajah ditekuknya.
"Istighfar Ma! Tidak ada doa yang sia-sia. Kita tidak taukan doa yang mana yang lebih dulu terijabah," ucapku lalu duduk di samping Mama yang kini menatap heran padaku.
"Kamu abis ikut kajian online Al?" tanya Mama heran.
"Mama apa sih, Ale bicara sesuai apa yang Ale tau aja Ma," protesku tak Terima, padahal sesungguhnya aku juga heran kenapa aku bisa bicara seperti itu.Apakah ini adalah salah satu pengaruh baik dari Aisyah?
"Ya udah, kamu istirahat sana! Jangan nunggu ayam berkokok baru berangkat bobok," pesan Mama yang aku jawab dengan anggukan kepala.Namun sebelum Mama benar-benar masuk ke kamarnya, aku sempatkan untuk menggoda Mama.
"Ayam siapa Ma?"
"Ayam Tuk Dalang," Mama segera menutup pintu kamarnya.Aku tertawa kecil, lalu masuk ke kamarku.
Pagi hari.
Mama heran saat melihat penampilanku.
"Ganteng banget anak Mama, hari ini free Al?" tanya Mama dengan terus memandangi diriku. Mengenakan celana chargo selutut dan atasan kaus Polo polos hitam, aku memang libur hari ini.
"Ini kan hari minggu Ma, masa iya weekend Ale masih ngantor juga," ucapku lalu duduk di kursi di samping Mama yang kini tengah menuangkan teh hangat untukku.
"Ya kirain, kamu kan gila kerja orangnya Al, apa itu namanya? Kerja holic ya?" ucap Mama lagi.
"Nggak lah Ma, hari ini Ale memang libur kok," ucapku menegaskan.
"Alhamdulillah, itu artinya hari ini kamu milik Mama dong,"
Degh. Rasanya seperti tertimpa batu besar yang ku gelindingkan sendiri. Sakitnya akan lebih terasa saat orang-orang tau jika aku sengaja menyakiti ragaku sendiri. Kenapa rasanya Malaikat Munkar tak henti- hentinya mencatat amal burukku karena menyembunyikan pernikahan ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
վմղíα | HV💕
bakalan tidak bisa menjumpai Aisah bisa ngamuk dia
2023-06-07
1