Setelah selesai mengecek lokasi proyek, Ale kembali ke kantor untuk mengurus berkas- berkas keuangan sesuai jabatannya sebagai seorang CFO (Chief finansial officer) di kantor tersebut.
Saat melihat jam di pergelangan tangannya Ale terkesiap.
"Ternyata udah jam 5 sore," ucapnya lalu segera membereskan seluruh file-file yang baru saja dibukanya.
"Saya pulang ke apartemen malam ini Van, kamu pakai kendaraan kantor saja ya, maaf," ucapnya sebelum melangkah keluar.
"Ck, Kok minta maaf segala sih Pak," gerutu Evan yang sesungguhnya dia terharu akan sikap bos mudanya ini. "Low profile," gumamnya lagi,lalu berjalan mengikuti Ale.
Sementara itu di apartemen Ale.
Aisyah sudah sejak tadi terjaga dari tidurnya. Ia sudah selesai membersihkan tubuhnya. Mengenakan setelan longgar berwarna navy,Aisyah duduk menyandar di atas ranjangnya seraya menimang-nimang smartphone bututnya.
"Suami? Jadi bener aku udah memiliki suami?" gumamnya dengan ujung kelopak mata yang mulai mengembun.
"Ayah, Ibu. Maafin Aisyah karena mengambil keputusan sebesar ini tanpa meminta izin dan restu kalian, maaf. Aisyah janji akan memberitahu kalian tentang pernikahan ini," janjinya pada diri sendiri.
Aisyah berniat menghubungi sang Ibu melalui panggilan suaranya. Namun ia urungkan saat mendengar suara tombol berbunyi dan pintupun terbuka.
Aisyah tersenyum. Entah mengapa ada gurat bahagia saat melihat sang suami ternyata tak mengingkari janjinya untuk pulang ke apartemen malam ini.
"Rasanya seperti melihat Ayah pulang dari ladang dengan membawa satu tenteng ikan mujairnya," ucapnya dalam hati.
"Maaf sudah membuatmu terlalu lama menunggu. Apa ada masalah selama saya tinggal?" tanyanya dengan pandangan bergerilya keseluruh sudut ruangan apartemennya ini.
Aisyah menggeleng lalu meraih tas kerja dari tangan Ale.
"Bapak pasti lelah," ucapnya sebelum berlalu masuk ke kamar.
Ale mengangguk, lalu ikut masuk.
"Apa kamu tidak makan hari ini Ai? Semua makanan masih utuh," tanyanya heran saat membuka lemari pendingin dan ternyata semua makanan masih pada posisi sebelumnya saat dia menjelaskan pada Aisyah siang tadi.
Aisyah menggeleng.
"Kenapa?" tanyanya lagi seraya berjalan mendekat kepada sang istri.
"Kan saya sudah bilang, saya nggak bisa menggunakan alat memasak yang Bapak sebutkan tadi, salah-salah bisa kebakaran nanti," keluh Aisyah dengan memalingkan wajah kesalnya.
"Kamu lapar?"
"Pertanyaan macam apa itu, tentu saja aku lapar Bos," umpatnya dalam hati.
"Saya akan pesan delivery, panggil saya jika ada yang datang!" pinta Ale lalu meraih ponsel di atas nakas. Tak ingin berlama-lama berduaan di dalam kamar, Aisyah memilih keluar dengan menutup pintu kamar mereka.
"Pak, ada yang datang" ucapnya seraya mengetuk daun pintu kamarnya.
Ale segera membuka pintu. Namun melihat Aisyah yang kini malah menutupi kedua mata dengan dua tangannya Ale pun heran. Dia mulai memindai penampilannya dari ujung ke ujung.
"Ya Tuhan, maaf," ucapnya cepat,lalu kembali masuk ke kamarnya.
"Ceroboh sekali," Ale tersenyum malu saat melihat pantulan tubuhnya di depan cermin. Rupanya dia hanya mengenakan boxernya saja tadi.
"Pantas saja Aisyah menutup kedua matanya, huh," ucapnya lalu melangkah keluar.
"Siapa yang datang?" tanyanya. Aisyah menggeleng.
"Kenapa nggak coba dilihat?" Ale menarik pelan tangan Aisyah agar ikut bersamanya.
"Kamu bisa melihatnya dari sini,"tunjuknya pada lubang kecil yang terhalang kaca.
Aisyah mengangguk, ia buru- buru bersembunyi saat Ale membuka pintu.
"Makanlah! Kamu pasti sangat lapar kan," ucapnya seraya meletakkan dua buah sterefoam di atas meja makan.
"Pak," Aisyah memberanikan diri untuk menyampaikan uneg- uneg dalam hatinya.
"Hmm," Ale menjawab tanpa menoleh karena ia tengah fokus pada laptopnya.
"Apa saya boleh kembali bekerja?"
Pertanyaan Aisyah langsung membuat Ale menyudahi kegiatannya. Ia tutup layar laptopnya lalu menatap intens terhadap Aisyah.
"Berapa nomor rekeningmu?"
Aisyah menggeleng.
"Kamu tidak punya nomor rekening?" tanyanya lagi.
"Bapak salah paham, bukan itu maksud saya. Saya punya kok tabungan," protesnya tak terima.
" Ya sudah cepat katakan berapa nomornya!" pinta Ale lagi.
"Saya ini ingin bekerja bukan minta di kasihani Pak! Lagi pula di sini saya juga nggak ngapa-ngapain, pagi menunggu siang, siang menunggu sore, seterusnya hingga malam lalu Bapak pulang. Saya suntuk Pak," keluhnya.
"Saya akan penuhi semua kebutuhanmu Aisyah, semuanya, apapun yang kamu inginkan akan saya berikan,"
"Saya ini tulang punggung untuk keluarga saya di desa Pak. Adik- adik saya semuanya masih sangat membutuhkan banyak biaya untuk sekolah dan kuliahnya. Ayah saya cuma seorang buruh tani, kalau saya tidak bekerja bagaimana dengan sekolah kedua adik saya?" ucapnya dengan raut wajah sedih jika mengingat tentang kehidupan mereka yang susah di desa.
"Berikan nomor rekening Ayahmu! Sekarang mereka semua menjadi tanggung jawabku," Ale tak ingin lagi berdebat dengan istri kecilnya ini.
Ya, Aisyah yang masih berusia 23 tahun sementara dirinya sudah menginjak usia 35 tahun perbedaan usia yang cukup terpaut jauh antara keduanya.
Ale segera menuju mobile banking pada smartphonenya.
"Untuk urusan pekerjaan kita bicarakan lain waktu. Tapi tidak dalam waktu dekat ini, saya sedang sangat sibuk di kantor,oke?" Ale menepuk pelan lengan Aisyah.
Ponsel Aisyah berdering.
"Ayah," gumamnya masih belum menjawab panggilan suara dari sang Ayah.
"Angkat saja, janji tidak akan bersuara," ucap Ale yang seolah tau arti tatapan mata sang istri yang terlihat ragu sebelum menerima panggilan suara dari Ayahnya itu. Ale mengacungkan dua jarinya kembali meyakinkan Aisyah.
"Assalamu'alaikum Yah. Maaf Aisyah belum bisa kirim uang sekarang, Aisyah belum gajian Yah. Maaf,"lirihnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Kamu ngomong apa sih Ai,ayah malahan bingung sama jumlah uang yang kamu kirim, kenapa banyak sekali? Kamu tidak salah kirim kan?" tanya sang Ayah.
Aisyah menoleh kepada Ale yang kini berpura-pura sibuk dengan ponselnya padahal sebelumnya ia tengah fokus mendengar pembicaraan Aisyah dengan Ayahnya.
"Ai, kenapa diam? Kamu baik- baik saja kan?"
"Aisyah baik- baik saja Yah, iya ada rezeki lebih untuk Ayah, Ibu dan juga adik-adik," sesalnya karena harus berbohong. Kebohongan yang pasti akan berbuntut pada kebohongan- kebohongan yang lainnya.
"Huh," Aisyah menghembuskan nafasnya lelah. Baru saja ia akan berterimakasih kepada Ale, ternyata sang suami sudah lebih dulu beranjak dari duduknya.
Pagi hari di meja makan.
"Malam ini saya pulang ke rumah orang tua saya, jika ada situasi darurat segera hubungi saya, saya pasti segera datang," Aisyah mengangguk lalu meletakkan sendoknya. Mereka sedang sarapan pagi ini.
Ale sudah bersiap ke kantor.Namun, sang Mama memintanya untuk pulang ke rumah malam ini. Entah apa yang ingin di bicarakan.Ale tak ingin banyak bertanya, baginya semakin banyak bertanya maka akan semakin lama menjadi terdakwa untuk sang Mama.
"Kapan pulang ke sini Pak?" tanya Aisyah memastikan.
"Besok pagi sebelum ke kantor saya akan singgah ke sini. Kenapa? Apa kamu takut di sini sendirian?"
"Saya masih asing dengan tempat dan para penghuni di sini Pak, bohong banget kalau saya bilang tidak takut," jawab Aisyah kesal.
"Pura-pura tak tau pula rupanya dia," umpatnya lagi.
"Tenang, saya akan temani sampai kamu tertidur,"
Aisyah mengerutkan keningnya bingung.
"Kamu tunggu saja malam ini, saya pergi dulu,"
"Saya pergi dulu da," ucapnya menirukan ucapan Ale seraya menutup pintu apartemennya.
*
*
*
Terimakasih sambutan hangatnya untuk tulisan recehku ini. Like, fav dan komentar kalian sangat berarti untukku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
վմղíα | HV💕
lanjut thor
2023-06-03
1