Hardi tiba-tiba terbangun, dia tak bisa mengingat sedikitpun siapa gadis kecil itu.
"Loh mas Hardi sudah bangun, bagaimana perasaannya? apa masih merasa tak nyaman?" tanya Hana yang selesai memasak untuk makan siang.
"Mbak Hana, sudah terasa mendingan, maaf Vina dan aku merepotkan mbak, dan terima kasih sudah mau di repotkan seperti ini,"
"Mas Hardi ini ngomong apa, orang tua kita berteman jadi kita sudah seperti keluarga sendiri tak usah sungkan seperti ini, dan lain kali mas Hardi bisa bercerita apapun padaku, jika memang butuh teman untuk bercerita dari pada di pendam sendiri pasti capek," kata Hana yang membuat Hardi merasa begitu tenang.
"mau datang ke pesta pernikahan mantan ku, aku sepertinya tak akan sanggup jika berangkat sendiri," tanya Hardi memberanikan diri.
"tentu saja, mau pakai baju warna apa, setidaknya aku bisa mencocokkannya nanti dengan mas Hardi," tanya Hana yang tak keberatan membantu pria itu.
"apa saja mbak, tapi apa nanti tak akan ada yang marah nanti,"
"tentu saja tidak, karena aku tidak memiliki kekasih karena aku masih fokus belajar untuk meraih gelar pasca sarjana,"
"apa masih ada pria yang di tunggu," tanya Hardi yang ingat ucapan Vina,jadi dia mencoba memastikan sesuatu yang dia inginkan.
"masih berusaha melobi dengan doa, semoga dia memang jodoh ku yang sudah di pilihkan, sudah ya mas makan siang sudah aku masak ada di belakang, semua juga sudah bersih dan saya pamit dulu mau ke kampus karena ada kuliah siang,"
"iya mbak Hana, terima kasih atas kunjungannya yang sudah suci merawat pria renta ini," kata Hardi tersenyum mencoba menggoda Hana.
"mas masih muda dan tidak renta, hanya sedang lelah itu saja, saya pamit, assalamualaikum..."
"wa'alaikumussalam..."
akhirnya Hana pun pamit pergi, Hardi kaget melihat semua cucian beres dan rumah benar-benar bersih.
"ah ... kenapa aku merasa tak enak begini, sudahlah besok biar aku belikan hadiah untuknya, karena sudah membereskan semua kekacauan yang Vina perbuat," kata Hardi yang kembali beristirahat.
tapi rumahnya malah tercium seperti aroma parfum Hana yang tertinggal.
tapi bukannya merasa tak nyaman, aroma itu sangat membuatnya nyaman dan tenang.
pukul tiga sore Vina dan Feby baru pulang dari sekolah, keduanya tampak kelelahan karena ada ekstrakurikuler bola voli.
Hardi duduk di teras sambil menikmati teh panas saat kedua gadis itu pulang.
"wah mbak Hana benar-benar hebat ya, mas Hardi sudah sehat dengan cepat saat di rawat oleh mbak Hana," kata Vina yang mencium tangan Hardi begitu pun dengan Feby.
"bagaimana mas, cocok jadi istri bukan?" tawar Feby pada Hardi.
"apanya,kamu menawarkan mbak mu seperti menawarkan barang Feby," kesal Vina.
"kamu sih tak punya kakak perempuan, aku itu kasihan dengan orang tua ku dan mbak Hana tau, dia sudah berusia dua puluh lima tahun tapi masih sibuk kuliah. padahal semua temannya sudah punya anak, dan dia sudah di cap sebagai perawan tua yang tak laku karena hal itu, dan ibu sering mengenalkan mbak Hana pada para pria yang di anggap baik, tapi mbak Hana terus menolaknya dengan berbagai alasan," kata Feby yang mengambil teh dingin di kulkas yang memang tersedia di depan ruang tamu.
"ya karena dia menunggu pria bodoh yang tak sadar ada wanita cantik yang mencintainya, karena dia sedang buta dengan cintanya, benar gak mas," tanya Vina.
"apa sih, sudahlah tak usah bicara, cepat makan sana tadi mbak Hana sudah masak ayam goreng kesukaan mu,"
"kayak mas gak suka saja, cih..." kesal Vina yang menyeret Feby masuk kedalam rumah.
sedang Hardi kini dilema, dia merasa kasihan pada Hana. tapi dia sendiri baru saja patah hati.
tak mungkin bisa membuka diri untuk wanita secepat itu, di tambah Hana ini gadis yang sangat baik tak pantas jika dia bersanding dengan dirinya yang kadang goblok.
pukul dua belas malam, Hardi terbangun dan tiba-tiba dia merasa hatinya sangat gundah.
jadi dia memutuskan untuk sholat tahajud, di rumah yang lain seorang gadis masih setia bersujud pada sang pencipta untuk berdoa untuk jodoh yang diinginkan.
setelah sholat, Hana memilih mengaji sebentar hingga merasa mengantuk.
sedang Hardi memilih untuk berzikir dan mendoakan orang tuanya yang sudah pergi terlebih dahulu menghadap Tuhan.
esok paginya, Hardi sudah memutuskan untuk berkeliling desa dengan lari santai.
beberapa warga menyapanya dengan sopan, dan ada juga yang melihatnya seperti hewan pemburu yang lapar.
"aduh mas Hardi ini makin ganteng saja, kapan nikah sudah lulus kuliah masak betah menjomblo sih, gak mau ada yang ngurusin," kata Bu RW yang menarik Hardi untuk berhenti di tempat penjual sayur.
"iya ini Bu RW, saya lagi galau karena beberapa pilihan, dan Vina terus mendesak ku agar segera menikah," kata Hardi dengan ramah.
"benarkah, pasti beruntung sekali wanita yang akan menikah dengan juragan muda yang mewarisi begitu banyak dari juragan Hartono ya," kata Bu RW.
"tidak selalu kebahagiaan di ukur dari harta Bu,benar tidak Hardi,karena aku akan mencarikan gadis terbaik untuk putra kesayangan ku ini," kata Alfi yang kebetulan datang dan menarik pria itu pelan ke arahnya.
"tentu saja Tante, semua harus di setujui Tante dan om, siapapun itu gadisnya," jawab Hardi yang sudah menganggap Alfi dan Abdi sebagai orang tuanya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments