DIPERMAINKAN TAKDIR

Leon menggeliat karena terkena sinar matahari yang mengintip dari celah tirai jendela, membuat dia menutup kedua mata dengan tangan.

Dia melirik untuk mencari keberadaan wanita yang telah melewatkan malam panas bersamanya, tapi Jecy sudah tidak ada. Hanya ada Leon di kamar hotel ini.

"Ke mana dia?" gumam Leon parau, tubuhnya masih dalam keadaan polos, belum lagi aroma bekas percintaan yang memenuhi kamar.

Mata hazel menemukan bercak berwarna merah, sangat mencolok karena menodai seprai yang berwarna putih gading.

"Wow, dia benar-benar masih perawan," desis Leon lirih.

Tepat ketika pria itu turun dari ranjang untuk memakai kimono tidurnya, suara pintu yang terbuka tidak mengejutkannya.

Leon terlihat sangat santai. Wajahnya berseri-seri, persis diliputi kebahagiaan. Sampai Marvin Peterson──sekretarisnya yang baru saja masuk, mendadak kebingungan.

"Apa ada sesuatu yang istimewa, Tuan?" tanya Marvin, yang terus memandangi Leon dengan penuh keheranan.

Sebelumnya, bahkan dia tidak pernah melihat pria itu seperti ini.

"Hmm? Tidak apa-apa," jawab Leon, lalu melirik arloji mahal miliknya yang tergeletak di atas meja sebelah ranjang yang berantakan, dan dengan santai berucap, "Sudah lewat tiga jam."

Mendengar hal itu, Marvin menghela napas pelan. Dia menyerahkan berkas pada Leon. Karena kelakukan bosnya yang casanova, dia harus mengundur jadwal meeting. Sampai mendapat ocehan dari beberapa pihak.

Tapi sialnya, Leon justru bersikap acuh tak acuh. Seolah tidak memikirkan resiko apa yang akan dihadapi.

Leon meraih berkasnya, dan tiba-tiba memberikan perintah pada sang sekretaris, "Carilah informasi dari wanita yang tidur denganku tadi malam."

"Memang ada apa dengan wanita itu, Tuan? Apa dia membuat kesal──"

"Oh, tidak, tidak, aku ingin bermain dengannya lagi," Leon menggeleng kepalanya dan dengan cepat menyela, dia menyeringai lebar.

Biasanya dia tidak pernah bermain dengan wanita yang sama, tapi untuk banyak alasan Leon ingin mencobanya lagi. Dan dia yakin sekali kalau Jecy pasti akan datang lagi padanya. Lalu mengemis seperti wanita-wanita lainnya.

Karena baginya, kebanyakan dari wanita memandang materi dari seorang pria. Akan ada cinta, jika memiliki uang.

**

Tenaganya habis terkuras tidak tersisa. Jecy meringkuk duduk di bawah shower, menatap air yang kini mengguyur tubuhnya dan jatuh ke lantai di atas kamar mandi.

"Ugh, sakit..."

Erangan tiba-tiba keluar dari mulutnya, namun yang lebih mengejutkan adalah suara yang keluar. Suara yang begitu serak, seperti angin yang bersiul melewati tenggorokan. Dan itu sungguh menyakitkan seperti terbakar.

Mengapa semuanya terasa begitu sakit? Sendi-sendinya seperti berdenyut. Dari pinggang, perut, kaki, dan titik sensitifnya, semuanya terasa sakit seperti segerombolan orang baru saja memukulinya tanpa henti. Rasa sakit menyengat di setiap bagian tubuhnya.

Tidak ada satu tempat yang tidak sakit!

Entahlah, dia sendiri tidak paham kenapa hatinya terasa remuk. Dia teringat kembali pada kejadian malam sebelumnya. Kepedihan seketika mencabik-cabik hatinya.

Jecy mengigit bibir keras-keras. Merasa muak pada dirinya sendiri yang tidak dapat mempertahankan harga diri dan kehormatannya. Dia tidak mempunyai pilihan lain... dia harus menanggungnya. Meski rasa sakit menghunjamnya sampai ke ulu hati.

Setelah ini, bagaimana dia bisa melihat wajah sang ibu lagi?

Bagaimana jika ibunya tahu apa yang telah dia lakukan? Apa dia akan dibenci? Apa ibunya akan kecewakan padanya?

Jecy semakin terisak, menyeka air mata yang terus mengalir. Karena apa yang telah terjadi, benar-benar kesalahan.

Sekujur tubuh yang terasa sakit mulai kedinginan. Dengan susah payah, Jecy berdiri dan mematikan shower. Diraihnya handuk yang terlipat rapi di atas rak.

Mencoba menguatkan diri, wanita itu menarik napas panjang. Lalu dia keluar dari kamar mandi. Dia ingat untuk membereskan urusan kontrasepsi karena semalam Leon mengeluarkan pelepasannya di dalam.

Namun, sebelum minum pil, tepat ketika pintu kamar mandi terbuka, ponsel Jecy berbunyi. Diraihnya ponsel yang menunjukkan notifikasi internet banking masuk. Dengan tangan bergetar dia buka pemberitahuan itu.

Udang sejumlah 2 Milyar telah dikirim ke rekeningnya. Dengan sebuah pesan, "Ini bayaran untuk servismu."

Leon memenuhi janji membayar kencan semalam mereka, bahkan tiga kali lipat dari harga yang ditawarkan mucikari di bar. Apakah Jecy harus merasa senang sekarang? Namun, dia hanya merasa kosong.

Nyatanya bukan manusia yang memainkan peran paling penting di dunia ini, tapi uang.

Drrtt, drrtt. Dering pertanda ada sebuah panggung masuk di ponsel yang masih ia genggam menginterupsi, dan buru-buru Jecy menjawab panggilan itu. Yang ternyata dari rumah sakit, tempat ibunya di rawat.

"Halo? Apa? Baik, saya akan ke sana sekarang!" ucapnya memutus panggilan dengan cepat.

**

Tubuh Jecy gemetar. Terguncang ketika mendapat telepon dari rumah sakit yang memberi kabar kalau kondisi ibunya kembali kritis dan harus segera menjalani operasi.

Bagi Jecy yang hanya memiliki ibunya sebagai keluarga satu-satunya, setelah ayahnya meninggal dua tahun yang lalu karena overdosis minuman keras dan obat-obatan. Sang ibu adalah hidupnya. Dia takut terjadi sesuatu yang buruk pada wanita yang telah melahirkannya itu.

Setelah mengurus pembayaran untuk operasi, yang bisa dilakukan Jecy sekarang hanya duduk dan berdoa untuk kesembuhan ibunya. Kekhawatiran terlihat di mata yang memerah dan banjir air mata.

Sang ibu selalu merasa dirinya sehat. Tidak pernah memikirkan pusing atau nyeri di kepala. Dia kira itu hanya faktor umur. Kenyataannya terdapat tumor yang tumbuh besar di kepala bagian belakang, menekan berbagai syaraf karena sudah berkembang sedemikian ganas.

Jalan satu-satunya adalah melakukan operasi yang sangat beresiko, dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Jika sesuatu yang buruk terjadi pada ibunya, maka Jecy tidak sanggup bertahan lagi. dia tidak tahu harus menjalani hidup seperti apa lagi jika sang ibu memutuskan meninggalkannya sekarang.

Jam demi jam berlalu, sampai Jecy tidak tidak sadar diri dan tidur dalam duduk. Dia terbangun saat mendengar pintu terbuka, tepat di mana dokter yang menangani ibunya keluar dari sana.

Jecy tahu dari ekspresi dokter tersebut bahwa bukan kabar baik yang akan dia dengar. Dia bisa mengetahuinya.

Dia terdiri dan kembali meneteskan air mata, berharap ada sesuatu keajaiban yang terjadi. Berharap ekspresi dokter hanya karena lelah saja. Dirinya masih berharap bahwa ibunya akan tetap hidup dan menemaninya di dunia ini, karena Jecy tidak punya siapa-siapa lagi.

"Operasi telah selesai, tapi saya selaku dokter pemimpin di sini ingin menyampaikan bahwa Mrs. Dania telah tiada, beliau..." Dokter tidak bisa meneruskan kalimatnya.

"Tidak! Tidak mungkin! Ibu saya masih hidup, Dok!" pekik Jecy histeris saat mendengar hal yang tidak diinginkan.

Sang dokter diam dan menggelengkan kepala. Dia menatap penuh rasa duka pada wanita yang sedang menerima takdir.

Maka semuanya sudah jelas. Ibunya telah tiada. Dania tidak berhasil melewati operasi.

"Dokter bilang kemungkinan hidup ibuku masih ada! Kenapa kau berbohong padaku? Kenapa dia tidak mau membuka mata? Bangunkan dia! Bangunkan ibuku!" jerit Jecy membahana, membuat seisi lorong menoleh kepadanya dan memandang pilu.

Jecy langsung memasuki ruang operasi, dia ingin memastikan keadaan sang ibu dengan mata kepalanya sendiri.

Langkahnya pelan, kaki dirasa lemas. Dia menghampiri jasad ibunya dan menatap matanya yang terpejam rapat. Tidak ada lagi kehangatan pada telapak tangannya yang biasa menyentuh pipi Jecy dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Ibu tidak boleh mati sebelum aku mati! Jangan mati, Bu! Aku tidak ingin ibu mati..."

Diana hanya bergeming. Wanita paruh baya itu benar-benar sudah tidak bernyawa.

"Kumohon padamu, Tuhan! Kumohon! Kumohon! Jangan ambil ibuku!"

Napas Jecy berat, menahan semua getar kehilangan.

Perpisahan terberat adalah melepas seseorang yang sangat kita cintai. Jecy tahu itu sekarang. Dia tidak tahu lagi apa yang menjadi alasan untuk hidupnya sekarang.

Air mata Jecy mengalir deras ketika mencium kening sang ibu yang dingin.

Sekarang dia sendirian. Lalu apa yang bisa dia lakukan?

**

Minggu berikutnya Jecy tidak mendapatkan tamu bulanannya, dan beberapa hari kemudian dia mendapatkan kepastian bahwa dirinya tengah mengandung.

Hamil adalah hal terseram di kondisinya saat ini. Dia benar-benar tidak mengerti akan situasinya saat ini. Seolah semua kemalangan menimpa dirinya. Apa memang takdir akan selalu berpihak buruk padanya?"

Entahlah, dia sendiri tidak tahu kenapa semua tampak serumit ini. Hatinya dan kepalanya terasa kacau dan kosong.

Bisakah Jecy menghadapi takdir yang seolah mempermainkannya?

_To Be Continued_

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

sediiihll liat jecy 🥺🥺

2023-06-11

1

Sadiah

Sadiah

wahh bakalan bucin nie leon sama jecy palagi ada calon baby nya..kasian banget sma hidup nya pasti ada kebahagian setelah nya,, 😊

2023-06-05

1

Fatma Kodja

Fatma Kodja

miris banget hidupnya jecy berkorban hingga harus menjual keperawanannya tapi pada akhirnya nyawa ibunya tidak bisa terselamatkan meskipun sudah di operasi tapi pada akhirnya takdir berkata lain, sang ibu pada akhirnya tidk bisa bertahan

2023-06-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!