KENCAN SEMALAM

Bibir keduanya bertemu, Jecy mencium Leon namun seperti mencium batu. Terasa sangat kaku.

"Apakah ini yang kau sebut mencium?"

Leon menggeram tidak puas. Ayolah, dia tidak meminta sebuah ciuman anak SMA yang seperti gesekan daun! Dia ingin ciuman yang dalam dan bergairah!

Jecy gelagapan, menunduk takut, dua tangannya saling meremas satu sama lain, "Maaf, Tuan."

Leon tidak pernah merasa lemah dalam menghadapi seseorang. Hati besi atau manusia tanpa perasaan adalah julukan yang sudah tersemat dan melekat erat dalam dirinya. Namun, kali ini berbeda. Dia nampak tidak berdaya mendengar permintaan maaf Jecy, itu sangat menggelikan juga mengerikan.

Tangan Leon bergerilya ke tengkuk Jecy, menarik wanita itu hingga bibir mereka kembali bertemu. Dia mencium dengan begitu tiba-tiba. Terasa, pelan, hangat, dan mesra. Seakan mencicipi buah kesukaan dan tidak ingin segera berakhir.

Jantung Jecy seolah melompat tidak karuan. Sama sekali tidak menyangka akan dicium sedemikian hangat oleh Leon dengan segala keangkuhan pria itu.

Selama ciuman Jecy tidak berani membuka mata. Dia tidak tahan menatap ketampanan Leon yang begitu dekat di depannya. Napas sang CEO terdengar menderu, terasa jelas mendesir di pipinya.

Bibir Leon mengait bibir bawah Jecy. Sedikit mengigit dan menarik ke atas, dengan sangat perlahan. Diulangi terus oleh lelaki itu sampai empat kali baru dia kembali mencium keseluruhan bibir sang wanita. Tangannya mendorong tengkuk Jecy hingga tekanan bibir keduanya semakin hebat. Dengan ciuman lebih intens, tanpa jeda.

Di sisi lain, Jecy merasa sulit bernapas. Bukan saja karena rentetan ciuman yang tanpa sela, tapi juga karena hentakkan di dalam jantung yang mulai menikmati ini semua.

Ya, menikmati. Terbuai dalam ciuman yang ternyata rasanya tidak seburuk ia duga. Lupa bagaimana menyeramkannya tatapan intimidasi seorang Leon Januartha.

"Kau sangat manis," bisik Leon ciuman itu tanpa peringatan.

Leon melihat si pemilik wajah cantik secara lebih dekat. Keringat wanita itu terlalu banyak dan rambutnya sedikit berantakan karena ciuman tadi. Dia tak menduga bahwa Jecy malah menampilkan wajah yang begitu menggoda. Bibir merah sampai berubah warna dan basah oleh saliva, apalagi pandangannya yang dibuat seolah penuh kepasrahan. Penyerahan diri.

Astaga, ia hampir berpikir bahwa Jecy mungkin punya pengalaman ranjang yang hebat.

Tiba-tiba Leon merasa gerah, efek yang ditimbulkan dari mencium dan menatap seorang Jecy Ketlovly melebihi keinginannya bercinta dengan wanita lain. Dia sampai harus melepas kancing teratas kemejanya untuk sejenak menghirup udara sebanyak mungkin. Panas, Jecy membuat ruangan AC kamar hotel tidak berguna.

Jecy dapat melihat pancaran nafsu yang tidak ditutup-tutupi di wajah Leon. Pria itu merengkuhnya ke dalam pelukan dan kembali mencium bibirnya. Hingga akhirnya, dia kini terbaring pasrah di atas kasur empuk yang akan menjadi saksi akan kencan semalam mereka.

Jari-jari solid membelai ke rambut cokelat muda yang benar-benar terasa lembut. Dengan posisi Jecy yang berada di bawah kungkungan pria bermata hazel, kini Leon telah siap untuk menikmati tubuh wanita itu dan mencari kenikmatan.

Mulanya, Leon menghirup dalam leher jenjang berkulit putih itu. Dia menyukai wanginya. Seperti Lavender dan Rosemary. Sesekali dia menghembuskan nafas beratnya, yang membuat Jecy mendesah tanpa disadari.

Rasa hangat yang menjalar di salah satu titik sensitifnya itu membuat tubuh Jecy menegang, apalagi saat lidah nakal mulai mengecap rasa kulit mulusnya.

"Tuan!"

Pekikan kecil terdengar kala lidah nakal itu tergantikan oleh gigi Leon yang mulai mengigit pelan dan menghisap kulit leher Jecy yang terasa sedikit manis di mulutnya, hingga tanda merah keunguan mulai muncul di sana.

Leon mengusap tanda yang baru saja dia buat itu, lalu berbisik di telinga sang wanita, "Kau amat sangat cantik, Jecy. Amat sangat cantik, dengan surai rambut cokelat muda yang amat lembut dan mata kuning keemasan yang berkilau indah di bawah cahaya lampu."

Jecy berpikir ia tidak perlu memasukan ke dalam hati rayuan gombal itu. Bahaya kalau ia sampai terjebak di dalamnya, sementara pria itu mungkin hanya asal berbicara. Atau hanya mengutip rayuan gombal yang dimuat di majalah-majalah wanita.

Jecy merasa tubuh Leon semakin menegang dan otot-otot yang seketika menjadi kaku, tapi sejenak kemudian pria itu tampak sudah biasa lagi. Leon menjauhkan diri sedikit sambil menatap dengan wajah keras, ekspresinya sama sekali tak terbaca, sorot matanya suram.

"Buka gaunmu!" suara Leon terdengar berat yang menuntut.

"Jangan, Tuan. Saya malu. Bisakah aku tetap memakai pakaian?" Jecy mencoba nego.

"Ini adalah perintah. Aku mengeluarkan nominal uang yang cukup besar untuk menggemukan kantongmu. Sudah seharusnya kau tidak bernegosiasi denganku. Ya 'kan, Jecy?" sentak Leon memicingkan mata.

Bola mata amber melirik ke bawah, Jecy menahan air mata yang merebak di ujung pelupuk. Dia merasa dirinya terjebak dalam genggaman seorang monster.

Leon justru suka sekali melihat ketidakberdayaan Jecy. Menghadirkan rasa debar tidak ada henti. Dia menggeser tubuhnya agar sedikit berjauhan dari wanita itu, memberi ruang untuk Jecy yang mulai membuka gaunnya dan menyisakan pakaian dalamnya saja.

"Buka semua!" perintah Leon lagi.

Jecy meneguk saliva berat. Dia kembali menurut melakukan apa yang diminta. Tangannya mulai bergerak melucuti sisa kain terakhir.

Desah ringan terluncur dari mulut Leon ketika ia menjelajahi seluruh tubuh Jecy dengan tatapannya, membuat wanita itu merasa dilecehkan oleh tatapan cabul penuh hasrat dan kekaguman dari si pemilik mata hazel.

Leon bertanya-tanya dalam kekaguman. Kenapa semua yang dimiliki wanita penghibur itu terlihat sungguh menawan? Padahal, dia sama saja dengan puluhan wanita teman tidurnya sebelum ini. Lantas apa yang berbeda? Kenapa Leon berdebar?

Perasaan ini begitu asing untuknya, dan dia benci mendapati sesuatu yang tidak bisa dijelaskan, bahkan oleh dirinya sendiri.

Malam ini, Leon ingin semua yang ada pada gadis bersurai cokelat muda itu menjadi miliknya seutuhnya.

"Aku tidak menyangka kau akan seindah ini, Jecy," Leon kembali melancarkan rayuan gombal.

Dia melepas satu-persatu sisa kancing kemejanya. Bunyi berdering membuat Jecy melirik, ternyata bunyi ikat pinggang mahal Leon yang telah dilepas. Inilah saatnya pria itu melakukan aksi sesungguhnya.

Dua netra beradu pandang beberapa detik.

Leon kembali merengkuh, menahan kepala cantik sang wanita dan membawanya ke dalam ciuman panas untuk kesekian kalinya. Kini kembali pada posisi semula di mana Leon yang memegang kendali di atas tubuh Jecy. Kedua tangannya bergerak ke bawah. Jari-jemari solid dengan ahli menelusuri tempat yang paling sensitive pada tubuh wanita itu.

"Tuan!" bisik Jecy dengan tak berdaya.

"Panggil aku Leon."

"Le... Leon..."

"Ya, begitu. Gadis pintar, tidakkah kau ingin langsung ke permainan utama? Aku pastikan kau akan menyukainya," geram Leon lagi-lagi dengan rayuannya.

Kedua tangan Jecy mencengkram seprai kuat-kuat saat sesuatu yang berujung tumpul memasukinya, tapi terhalang sesuatu hingga Leon terlihat sedikit kesulitan. Mulutnya ingin menolak namun ini adalah pilihannya sendiri. Rasa sakit yang menjalar, perih dan panas. Jecy mulai menyesali keputusannya ini, dia tidak tahu kalau rasanya akan seperti ini.

"Hentikan, a-aku tidak menyukainya," bisik Jecy tak berdaya.

"Terlambat."

Pria itu bergerak dan langsung mendorong dengan kasar. Ia ingin segera masuk tanpa menunggu pintu tersebut terbuka lebar.

Dan dalam satu hentakan kuat──

"Akh!" Jecy berteriak kencang, dan meronta kesakitan.

Bola mata indahnya terbelalak, bahkan otot-ototnya mendadak lemas. Kukunya yang tidak terlalu panjang, menancap di kulit punggung Leon. Jecy menitihkan air mata. Terisak pilu.

Tiba-tiba dia merasa sebuah usapan lembut di ujung matanya, dan mendapati Leon yang melakukan itu.

Kemudian Leon berbisik pelan, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa."

Apanya yang tidak apa-apa? Ini benar-benar luar biasa sakit.

Leon masih menunjukkan wajah dingin dan arogannya, bahkan saat mereka berdua menyatu. Pria itu bersikap seperti tidak merasa bersalah sama sekali, atas apa yang sudah dia lakukan.

Pinggang pria itu bergerak dengan tempo teratur.

"Tuan Leon, hentikan," lirih Jecy disela rasa sakit yang saat ini masih menguasainya. Namun sepertinya pria yang saat ini tengah menindihnya itu tidak terlalu mempedulikan ucapannya, Leon terlalu sibuk dengan urusan yang tengah memasukinya semakin dalam. Dan lebih dalam lagi.

"Haa, Itu sungguh luar biasa..."

"Hiks... berhenti, sakit... keluarkan itu..."

Air mata tak terhenti sambil menoleh ke arah samping, Jecy tidak ingin melihat Leon yang tersenyum puas padanya. Wanita itu menangis dan meronta-ronta. Gerakan kasar yang dilakukan Leon, membuat telinganya terasa berdengung oleh rasa sakit yang menghantam sekujur tubuh.

"Jecy? Bagaimana kau menangis seperti ini? Kita bahkan baru saja memulainya."

Tuhan, Jecy berharap malam ini cepat berlalu.

_To Be Continued_

Terpopuler

Comments

Anik Trisubekti

Anik Trisubekti

pelan dong Leon 🤭

2023-06-12

1

Dewi Anggya

Dewi Anggya

hot....jeletot 🥴🤭✌️

2023-06-11

1

Hanung Tyo Sasmito

Hanung Tyo Sasmito

tiba" muncul hinata, kaget

2023-06-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!