Bab 5.

"Kemana dulu nih kita?" Tanya Dinda saat mobil sudah melaju di jalan raya.

"Ke mall dulu sepertinya enak, kita shoping dulu baru makan. Soalnya tadi aku udah sarapan, kamu udah sarapan belum?" Andini melihat Dinda sekilas.

"Ya udah sih, gas langsunglah kita shoping." Semangat Dinda yang di angguki tak kalah semangat oleh Andini.

"Jadi, apa yang mau kamu ceritakan sama aku?" Dinda kembali membuka suaranya untuk mengingatkan Andini akan percakapan mereka sebelum pergi tadi.

"Hah ... Alfin selingkuh, bahkan udah mau 3 tahun katanya." Dinda melotot menatap Andini dengan wajah kagetnya.

"Tuh kan! Apa ku bilang dulu, si Alfin itu cowok gak beres. Buktinya aja, masa iya cowok minta di biayai kuliah S2 nya sama cewek. Kan gak modal banget tuh cowok, terbuktikan sekarang kalau dia cuma manfaatin kamu aja. Apa lagi dia sama selingkuhannya udah mau 3 tahun. Udah pasti itu dia jadikan kamu ATM berjalannya yang biayain kuliah, sedangkan uangnya sendiri untuk senang-senang sama selingkuhannya."

Dinda berucap dengan menggebu dan nampak cukup emosi. Bagaimana tak emosi kalau mendengar temannya yang sudah berjuang keras demi sang kekasih tapi malah di khianati.

"Trus sekarang apa rencana kamu? Jangan bilang kalau kamu bakalan diem aja setelah tahu semua itu? Apa kalian masih menjalin hubungan juga?" Cecar Dinda penasaran.

"Dia gak ngakui aku sebagai pacarnya, malah dia remehkan aku soal uang kuliahnya yang ku bayar hampir 300 juta itu sama semua uang tugasnya. Bahkan dia bilang bentar lagi mau tunangan sama cewek itu," ucap Andini santai namun kesal juga.

Hatinya masih sangat sakit kala mengingat bagaimana dirinya di rendahkan dan tidak di akui oleh Alfin.

"Wah, bener-bener definisi cowok kere tapi brengsek ya dia itu. Kamu gak punya rencana untuk balas dendam gitu?"

"Aku malas kalau harus balas dendam, cuma ngotori hati dan perasaan aja. Aku cuma mau semua uang yang udah ku keluarkan untuknya di kembalikan."

"Itu juga bagus, apa lagi uang 300 juta itu gak sedikit loh. Kamu bisa buka butik atau usaha lainnya dengan uang sebanyak itu."

"Itu lah yang aku pikirkan, makanya nanti kamu harus temani aku nemuin dia buat minta semua uang itu. Aku udah ada rinciannya dan semua bukti pengeluaran uang itu ke rekeningnya."

"Tapi gimana kalau nanti dia gak ngaku, Din? Secara kapau cowok brengsek itu selalu punya bermacam pikiran kotor untuk gak mengakui kesalahannya."

"Tenang aja, aku udah siapkan semuanya. Kalau dia berani macam-macam dan gak mau balikin uangku, aku bisa laporkan dia dengan pasal penipuan."

Andini tersenyum tipis namun terlihat mengerikan bagi Dinda yang melihatnya.

"Serem amat tuh senyuman, berasa mau eksekusi orang aja."

"Memang mau eksekusi cowok gak tahu terimakasih, kan? Kita habisi cowok brengsek." Andini bersuara sedikit keras di dalam mobilnya seakan memprovikasi dirinya untuk terus maju melawan penghianat.

"Habisi cowok brengsek!" Dinda ikutan berorasi juga hingga mereka berdua tertawa bersama karena tingkah mereka.

Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, akhirnya mereka tiba di mall. Kedua gadis itu nampak bersemangat memasuki mall dan mulai berbelanja.

"Ini bagus gak bajunya, Nda?" Tanya Andini yang di acungi jempol oleh Dinda.

"Bagus, kulit kamu yang putih di padukan sama baju hitam memang cocok, Din. Warna kulit kamu jadi makin kelihatan glowing," ucap Dinda.

"Kayak iklan produk kecantikan aja kamu pake ngomong glowing-glowing segala," kata Andini terkekeh.

"Ya namanya juga orang dapat gratisan, jadi harus banyak kasih pujian untuk donatur supaya makin royal."

Kedua gadis itu terkekeh pelan bersama, ucapan mereka yang terkadang terdengar tidak nyambung dengan pembahasan selalu membuat mereka tertawa geli sendiri.

Setelah memilih beberapa baju yang mereka inginkan. Keduanya menuju kasir untuk membayar, karena harga baju yang mereka pilih bukan baju yang berharga puluhan hingga ratusan juga.

Jadi semua baju yang mereka bayar tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak hingga menghabiskan gaji sebulan. Selesai membeli baju, Andini dan Dinda masuk ke tempat sepatu dan tas.

"Kamu serius ngajakin masuk sini, Din?" Tanya Dinda seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko.

"Iya, kenapa?" Tanya Andini heran menatap Dinda.

"Ini toko elit, Din. Harga satu tas aja paling murah puluhan juta, bukan 1 atau 2 juta kayak yang biasa kita beli," bisik Dinda lagi.

Meski berasal dari keluarga yang berada, Dinda tidak pernah masuk ke toko barang brandid yang sangat mahal. Bagi Dinda uang puluhan juta lebih baik di simpan dari pada untuk membeli barang mahal yang fungsinya sama dengan barang murah.

"Udah tenang aja, sesekali kita harus punya barang mewah yang mahal. Memang fungsinya sama seperti barang yang biasa kita beli, tapi biar pernah aja kita masuk sini sama punya walau satu," ucap Andini santai.

"Tapi nanti uang kamu habis, Din. Satu tas itu yang paling murah 2 kali lipat dari gaji kita di kantor," kata Dinda maish berbisik.

"Udah tenang aja," santai Andini yang membuat Dinda heran sekaligus cemas.

Ia tidak mau sampai temannya menguras tabungan hanya untuk satu barang mahal itu. Meski mereka biasa saling gantian traktir, tapi kalau yang di beli barang mahal seperti ini. Sama saja membunuh masa depan, batin Dinda.

Andini dengan santainya meminta pada pekerja di toko itu untuk mengambilkan tas yang di inginkannya.

"Yang modelan ini cuma ada satu ya, Mbak?" Tanya Andini setelah tas yang di inginkannya ada di hadapannya.

"Iya, Mbak. Khusu untuk tas yang ini hanya tersisa satu ini saja. Karena memang tidak banyak di produksi, jadi sangat sedikit orang yang memilikinya. Bahkan di negara kita hanya ada satu ini saja stoknya," jelas si pekerja toko.

"Saya mau yang ini ya, Mbak." Andini tersenyum ramah pada pekerja toko itu.

Tas yang cantik dan nyaman di gunakan serta cocok untuk semua model dan warna pakaian. Jadi Andini tidak perlu membeli banyak tas lagi hanya untuk pergi ke setiap acara dan ganti-ganti tas.

"Ka-kamu serius, Din. Mau beli tas itu? Harganya mahal loh, Din. Seratus lebih," ucap Dinda kaget.

"Stt."

Andini malah menyuruh Dinda diam dan memilih satu tas lagi untuk temannya yang masih shok itu.

"Ada tas lain lagi yang cuma ada satu gak, Mbak?" Tanya Andini.

"Ada, Mbak. Sebentar saya ambilkan."

Tidak lama kemudian pekerja toko itu datang dengan sebuah tas di tangannya.

"Ini Mbak barangnya, tas ini juga hanya tersisa satu dari 3 barang yang di jual di toko kami. Namun 2 barang lainnya terkirim ke kota lain sesuai pesanan. Jadi untuk di kota kita hanya ada ini saja, apa Mbak mau mengambilnya atau mau yang lain saja?"

Andini melihat tas itu, lalu di sodorkan ke arah Dinda yang hanya melongo saja dengan wajah tidak mengertinya.

"Bagus gak tasnya, Nda? Kalau menurutku sih tas ini cocok untuk kamu," ucap Andini yang membuat Dinda terkesiap.

"Ini mahal banget, Din. Hampir sam ..."

"Stt, kamu cuma di mintai pendapat bukan menolak apa lagi banyak protes. Jadi ini oke ya?" Dinda hanya mengangguk saja dari pada ia malu sendiri karena jaid pusat perhatian kalau sampai banyak protes.

Selain tas, Andini dan Dinda juga memilih sepatu dan jam tangan. Dompet dan aksesoris lainnya, tak lupa pula alat make up yang harganya sangat fantastis di beli oleh Andini untuknya dan Dinda.

Ia tidak ingin tanggung-tanggung mentraktir temannya. Memang seroyal itulah Andini pada orang lain hingga di manfaatkan oleh Alfin dulunya.

Untung Andini memiliki teman seperti Dinda yang selalu merasa tidak enakan. Kalau saja yang mereka masuki bukan toko barang mewah, sudah pasti Dinda akan menarik Andini pergi dan tidak jadi beli.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!