Bab 4.

"Kamu mau kemana, Din?" Tanya Riri kala mendapati adik iparnya bergabung di meja makan dengan berpakaian rapi.

Padahal ini akhir pekan, sudah pasti kantor libur. Lalu kenapa Andini sudah rapi saja, sebelum kabur dari rumah dulu, Andini adalah orang paling malas bergerak kalau sudah hari libur.

Namun kini gadis itu sudah terlihat cantik dan rapi saja. Tentu saja menimbulkan pertanyaan dari keluarganya yang merasa heran dan tidak biasa.

"Mau ke kosan, Mbak. Ambil barang-barang yang di sana," ucap Andini santai.

"Kamu gak akan tinggal di sana lagi kan, Nak? Kamu sepenuhnya pulang ke sini kan?" Tanya bu Asih penasaran.

Ia merasa tidak siap jika harus berpisah lagi dengan anak gadisnya yang baru saja pulang setelah lama pergi.

"Enggak, Ma. Aku bakalan tinggal di sini lagi, kosannya juga sudah habis hari ini waktunya. Jadi dari pada perpanjang di sana mending di rumah aja, gratis."

"Ya iyalah gratis, kan kamu tinggal di rumah sendiri bukan numpang, kecuali kalau kamu mau bayar sama Mas, sudah pasti Mas terima dengan senang hati," kata Anton sembari tersenyum jahil pada Andini.

"Harusnya Mas Anton yang kasih uang untuk aku, bukan minta sama aku. Kan Mas Anton kerja di kantor sebagai Direktur, uangnya pasti lebih banyak dari pada aku," ujar Andini tidak terima.

"Tapi Mas kan juga masih makan gaji dari papa, berarti kita harus minta papa dong kalau begitu." Anton melihat pak Bejo yang sedang makan dengan tenang.

"Papa, minta uang jajan." Andini langsung mengungkapkan pada papanya akan keinginannya.

Pak Bejo acuh dan masih asik sarapan, ia merasa geli saja melihat bagaimana cara Andini minta uang padanya. Hal itu mengingatkannya pada saat anak gadisnya masih sekolah.

Andini selalu meminta uang cash karena tidak mau bawa kartu ATM. Jadi setiap hari Andini akan minta uang jajan sebelum berangkat sekolah. Bahkan hingga kuliah, hal itu masih sering di lakukan Andini.

"Pa!" Panggil Andini karena tak mendapatkan respon dari papanya.

"Habiskan dulu sarapannya, Din. Nanti baru bicara lagi," tegur bu Asih pada Andini yang langsung menuruti perintah ibunya.

Selesai sarapan, Andini bergerak untuk pergi ke kosannya. Dengan membawa mobil hadiah ulang tahunnya 3 tahun yang lalu sebelum kabur. Andini keluar rumah dengan santainya, ia sudah menyiapkan mentalnya untuk menemui Alfin dan mengutarakan maksudnya nanti.

"Dini!" gadis yang di panggil itu menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Kenapa, Pa?" Tanyanya saat mendapati sang papa yang berjalan mendekatinya di pintu keluar.

"Ini, ambillah." Pak Bejo menyodorkan kartu unlimeted pada Andini.

"Wah, Papa serius kasih kartu tanpa batas ini untuk aku?" Tanya Andini seraya mengambil kartu yang di sodorkan padanya.

"Iya, itu memang hak kamu. Bagian kamu yang dari perusahaan, semuanya ada di dalam kartu itu. Papa menyimpannya selama ini karena kamu gak mau nawa kartu ATM."

"Terimakasih, Papa." Andini memeluk pak Bejo dengan haru.

Ia tak menyangka kalau ternyata dirinya mendapatkan bagian dari perusahaan orang tuanya meski tidak ikut bekerja di sana. Tidak ingin munafik dengan menolak kartu itu, Andini juga butuh untuk membeli kebutuhan pribadinya.

Selama ini Andini selalu berhemat demi bisa memberi uang gajinya untuk keperluan kuliah Alfin. Dan sekarang saatnya bagi Andini untuk menikmati sendiri semua hasil jerih payahnya. Dan gadis itu juga sudah berencana untuk mendapatkan kembali semua uang yang sudah dia keluarkan.

Setelah berpamitan pada sang papa, Andini pergi meninggalkan rumah orang tuanya menaiki mobil.

"Masih nyaman aja nih mobil di naiki, papa memang yang terbaiklah," gumam Andini tersenyum senang.

Bagaimana tidak senang kalau akhirnya ia bisa kembali menaiki mobil yang dulu baru 3 bulan di gunakannya lalu di tinggalkan begitu saja. Bahkan dulu juga jarang di gunakan oleh Andini, hanya jika pergi dengan mamanya saja baru mobil itu keluar.

Alfin sendiri tidak tahu bagaimana kehidupan Andini yang sesungguhnya. Karena dulu di kampus Andini selalu berpenampilan biasa saja meski harga pakaiannya tidak biasa.

Jadi tidak ada yang tahu kalau Andini adalah anak orang kaya. Ke kampus pun hanya naik motor yang ternyata milik salah satu satpam di rumah Andini.

Gadis itu tidak ingin ribet dengan bawa mobil ke kampus. Karena kondisi jalan yang tidak pasti membuatnya lebih suka naik motor meski harus meminjam. Pak Bejo sudah sering menawari motor sendiri untuk Andini.

Tapi gadis itu menolak karena sudah nyaman naik motor matic milik satpam rumah mereka. Jadi Andini di kira hanya orang kalangan biasa saja oleh teman-teman kampusnya.

"Loh, Andini! Kamu dari mana aja? Semalam aku cariin kamu tapi gak ada. Di kantor kamu gak kelihatan lagi setelah jam makan siang, di kosan juga gak ada sampai malam."

Seorang gadis mencecar Andini yang baru saja naik ke kamar kosnya yang ada di lantai dua.

"Sory, Nda. Aku semalam pulang ke rumah orang tuaku, karena keasikan melepas rindu jadi lupa mau kabarin kamu," ucap Andini yang merasa tidak enak pada temannya itu.

Dinda menghela napas lega mendengar ucapan Andini. Ia kira temannya itu mengalamu hal yang tidak baik atau pergi entah kemana hingga tidak ada di kosan dan sulit di hubungi.

"Syukurlah kalau kamu pulang ke rumah orang tuamu. Ku kira kamu entah kemana sampai gak bisa di hubungi," kata Dinda.

"Bantuin aku beres-beres dong, Nda."

"Lah mau kemana kamu? Gak nerusin ngekos lagi?" Tanya Dinda ikut masuk ke dalam kamar Andini yang tepat di samping kamar kosnya.

"Enggak, aku mau tinggal sama orang tuaku aja. Lagian waktunya juga tinggal hari ini."

Andini menurunkan koper yang dulu di bawanya pergi. Mengepak pakaiannya yang tidak seberapa banyak, lalu sepatu dan sendalnya. Dinda sendiri membantu Andini mengemas alat make up ke dalam tas kecil.

"Apa terjadi sesuatu makanya kamu memilih pulang setelah sekian lamanya?" Tanya Dinda menatap Andini setelah ia selesai mengemas alat make up dan melipatkan selimut.

"Hah, gimana kalau kita jalan-jalan? Nanti aku ceritakan sama kamu semuanya."

"Wah, ini yang selalu aku tunggu-tunggu dari dulu. Udah insaf kamu makanya ngajakin jalan duluan? Biasanya susah banget di ajakin sekedar nyalon," ucap Dinda semangat.

"Udah sana buruan siap-siap, aku mau masukin ini ke mobil dulu," kata Andini.

"Siap bos, tungguin ya."

Dinda balik ke kosannya dengan secepat kilat, Andini hanya bisa geleng kepala saja melihat tingkah temannya yang selalu semangat itu.

Andini dan Dinda memang baru bertemu saat sama-sama melamar kerja di perusahaan Varel. Yang ternyata mereka juga satu tempat kosan hanya beda kamar.

Sejak saat itu, Andini dan Dinda selalu bersama dan berbagi cerita. Dinda yang merupakan anak perantauan sangat senang mendapatkan teman baru.

Dinda juga tergolong anak dari keluarga cukup berada. Hanya saja ia memilih jauh dari keluarga karena ingin mandiri dan mencari pengalaman baru.

Andini dan Dinda saling menguatkan dan saling membantu karena sama-sama jauh dari keluarga meski kasusnya beda.

"Uwih, naik mobil kita." Dinda yang sudah sampai di bawah menghampiri Andini yang baru saja menutup pintu belakang mobilnya.

"Iya, hari ini aku bakalan traktir kamu sepuasnya, kita bakalan jalan-jalan dan liburan sepuasnya. Nanti kita ke salon dan belanja-belanja, aku yang traktir semuanya," ucap Andini semangat.

"Ngak perlulah begitu, An. Kita bisa gantian-gantian traktirnya, kalau kamu semua yang traktir nanti gaji kamu habis."

"Sudah tenang aja, kali ini kita happy-happy pakai uang ku dulu. Nanti kalau kita jalan lagi baru kamu yang gantian traktir aku sepuasnya."

"Okelah kalau begitu," kata Dinda setuju dengan usul Andini.

Setelah mengembalikan kunci kamar pada pemilik kos. Mobil melaju meninggalkan tempat kosan itu menuju jalan raya.

Terpopuler

Comments

syahdewi diana

syahdewi diana

aku suka punya sahabt suka duka bersama...klop deh merka

2023-08-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!