4. Dijenguk Galang

"Apa yang kamu katakan, Sinta?" tanya Ariel tak terima.

"Itu yang terbaik buat kamu, Mas." Sinta menangkup wajah Ariel dengan tangannya.

Ariel menggeleng pelan, ia mengambil tangan Sinta lalu menggenggamnya. "Nggak, Sin. Nggak akan. Kamu tahu aku cuma cinta sama kamu. Kamu itu nggak tergantikan."

"Tapi aku nggak bisa kasih kamu anak, Mas," ujar Sinta lagi.

"Masalah anak ... kita bisa pikirkan nanti. Kamu cuma perlu menyembuhkan diri kamu dulu, Sin. Dengar," kata Ariel ketika Sinta membuka kembali bibirnya, "kita bisa mengadopsi anak besok jika kita memang ingin memiliki anak."

"Gimana dengan orang tua kamu? Mereka nggak akan menerima menantu seperti aku, Mas. Mereka bahkan udah menentang pernikahan kita dulu karena aku cuma ... aku anak orang miskin, Mas. Sekarang, aku ... aku udah semakin nggak berharga lagi, Mas."

Ariel membuang napas panjang. Ia menyugar rambut seraya menegakkan diri. "Kita nggak perlu kasih tahu mereka. Untuk saat ini."

"Lalu? Mereka bakalan tanya di mana bayi kita? Seharusnya cucu mereka lahir bulan depan!"

"Kita nggak bisa bohong tentang kecelakaan itu, kita bisa bilang yang sebenarnya, tapi masalah pengangkatan rahim kamu, itu bisa kita rahasiakan dari mereka."

Sinta tertawa getir. Apa artinya menyembunyikan semua itu? Sama seperti dirinya, mungkin mereka bisa merelakan bayinya yang telah tiada. Namun, mereka juga menginginkan seorang cucu, seorang pewaris. Dan sampai kapanpun, ia tak akan pernah bisa memberikan itu pada mereka.

"Aku kan udah bilang, suatu hari nanti kita bisa adopsi bayi atau ... kita bisa cari cara yang lain," kata Ariel meyakinkan.

Kedua mata Sinta membola. "Cara yang lain? Apa maksud kamu?"

"Kita bicarakan lain kali, Sayang. Aku mau kamu istirahat dulu sekarang. Masalah anak, aku nggak mau kamu mikir terlalu keras sekarang. Plis, kamu cepet sehat ya," kata Ariel.

Sinta menatap suaminya penuh tanya. Meskipun Ariel berkata ia baik-baik saja dengan kondisinya sekarang, ia masih merasa tidak tenang. Ia sudah berharap bisa melahirkan bayi dan bisa memberikan kebahagiaan di keluarga Ariel, ia juga berharap agar kedua orang tua Ariel bisa lebih menerimanya sebagai menantu.

Ia dan Ariel mungkin bisa merahasiakan kondisinya dari orang tua Ariel. Mereka juga bisa mengadopsi seorang bayi suatu hari nanti, tetapi bisakah mereka menerimanya? Mereka pasti menginginkan bayi kandung Ariel, seseorang yang mewarisi DNA-nya, seseorang yang mirip dengan Ariel.

"Mas," panggil Sinta tiba-tiba. Ia baru ingat, ia mengalami kecelakaan dengan Elin. "Gimana kondisi Elin? Aku kecelakaan bareng Elin, Mas."

"Elin baik-baik saja," jawab Ariel dingin. Ia masih merasa kesal dengan Elin.

"Kamu yakin? Apa dia juga luka parah?" tanya Sinta menerka-nerka.

"Dia nggak papa, kamu nggak usah mikirin Elin."

Sinta membuka bibirnya, tanpa Ariel bicara pun, ia tahu ada sesuatu yang membuat suaminya itu terlihat masam. "Kamu kenapa, Mas? Sejak semalam kamu di sini? Kamu nggak jenguk adik kamu?"

"Aku bilang dia baik-baik aja, Sin. Dia udah dewasa jadi dia bisa jaga diri. Mungkin sekarang, dia udah panggil temennya buat datang ke sini."

Sinta mengalihkan tatapan ke atas meja dan nakas. "Kamu udah ambil ponsel aku? Apa semua barang aku sama Elin udah diambil dari mobil?"

"Belum, sepertinya semua barang diamankan oleh polisi. Aku belum ke sana," kata Ariel.

"Ehm, kalau gitu pasti Elin juga belum dapat ponselnya, Mas. Coba kamu ambil dulu, sekalian kamu lihat kondisi Elin. Jangan-jangan dia sendirian, Mas."

Ariel kembali membuang napas panjang. "Dengerin aku, Sin," kata Ariel, "kemarin kenapa kamu sama Elin bisa pergi sejauh itu dari rumah? Kamu nggak cuma keluar buat makan siang kan?"

"Ya. Elin butuh laptop baru, jadi kami mau sekalian mumpung udah keluar," jawab Sinta. Ia menatap wajah masa Ariel. "Kenapa? Kamu marah sama Elin?"

"Semua gara-gara Elin. Harusnya dia nggak sembarangan bawa kamu pergi kayak gitu," ujar Ariel. Ia berdiri dan merapikan selimut Sinta. "Aku keluar bentar, aku bilang sama perawat biar kamu ditungguin ya."

Sinta menarik tangan Ariel ketika suaminya berpamitan. "Itu kecelakaan, Mas. Kamu jangan marah sama Elin."

"Kecelakaan itu nggak bakal terjadi kalau Elin nggak bawa kamu pergi." Ia mencium pipi Sinta dan mengusapnya. "Nanti aku belikan sesuatu buat kamu kalau aku balik ke sini."

Ariel pun meninggalkan kamar Sinta usai ia memastikan Sinta dalam keadaan nyaman dan ditemani seorang perawat.

***

Sementara itu, Elin dibuat kaget dengan kedatangan Galang. Pria itu benar-benar datang ke kamarnya. Bahkan, Galang membawa beberapa makanan untuknya.

"Kamu sendiri aja? Bukannya di sini kamu tinggal sama kakak kamu, El," ujar Galang.

"Ehm, iya, Pak. Soalnya saya kecelakaan bareng sama kakak ipar saya. Jadi, Kak Ariel pasti jagain Mbak Sinta."

"Ah, jadi kamu nggak ada yang nunggu?" Galang membelalak.

Elin tersenyum tipis. "Nggak masalah, Pak. Saya kan nggak sakit parah. Besok juga udah boleh pulang."

"Tapi kamu kan pasti kan butuh bantuan kalau kamu mau ke toilet atau kamu mau makan." Galang menatap lengan kanan Elin yang dibalut perban. "Kamu pasti nggak bisa makan dengan baik pakai tangan yang diperban gitu."

"Bisa kok, Pak. Tenang aja."

Galang berdecak jengkel. Ia sudah bolak-balik mengingatkan Elin agar bersikap santai ketika mereka di luar pekerjaan. "Kamu nggak perlu panggil saya kayak gitu, El. Kita kan nggak lagi kerja."

"Nggak enak lah, Pak." Elin menggeleng pelan. "Ngomong-ngomong, Pak Galang baru ke mana kok bisa langsung ke sini?"

"Nggak jauh dari sini kok," jawab Galang. "Ehm, kamu lapar kan? Ayo makan dulu. Ini saya bawakan sop ayam. Kamu suka kan?"

"Ah, nanti aja, Pak."

Galang sepertinya tak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Elin. Karena tanpa permisi, pria itu mulai menata meja makan untuk Elin. Ia sudah melihat baki makanan rumah sakit yang masih utuh, artinya Elin belum makan siang. Jadi, ia sengaja meminta Elin untuk makan sekarang.

"Saya yakin kamu lapar, El. Ayo, makan dulu." Galang menyendok sesuap kuah lalu menyodorkannya ke depan bibir Elin.

"Saya bisa makan sendiri, Pak."

"Panggil mas, atau Galang aja. Kita kan cuma beda dua tahun," kata Galang dengan nada menuntut. Kedua matanya terpaku pada sepasang manik kecoklatan Elin.

"Nggak enak kalau ada yang denger, Pak." Elin mencoba mengambil sendok di tangan Galang, tetapi pria itu dengan cepat menariknya. "Saya bisa makan sendiri."

"Tangan kanan kamu sakit. Kamu pasti kesusahan kalau makan dengan tangan kayak gitu. Lagian kalau kamu makan sendiri, saya yakin kamu pasti nggak habis banyak," kata Galang. Ia mengangkat alisnya, membuat Elin akhirnya menyerah. Galang tersenyum puas ketika Elin menerima suapan pertamanya. "Nah, gitu dong. Nggak usah jaim, El. Tangan kamu banyak istirahat aja dulu. Kamu harus menulis banyak naskah ke depannya. Kita punya banyak proyek. Jadi kamu fokus sembuh aja, saya yang suapin kamu."

Elin tertawa mendengar ucapan Galang. "Kan nggak mungkin aku disuapin kamu terus, Mas."

Senyum Galang melebar mendengar Elin sudah mengubah panggilan untuknya. "Nah gitu dong, kalau kamu panggil saya mas kan enak didenger. Lagian kita nggak di kantor. Jadi santai aja. Makan lagi, aak!"

Galang mengambil tisu, ia mengulurkannya pada Elin. Meskipun Elin masih merasa agak sungkan dengan perhatian Galang, ia juga tidak enak untuk menolak. Galang memang selalu baik padanya, itu membuat Elin teringat akan segala perhatian yang diberikan oleh Ariel dulu sebelum ia menikah. Ia masih ingat, ketika ia sakit, Ariel pasti akan panik dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.

"Ini minum dulu," ujar Galang ketika Elin tiba-tiba tersedak. "Pelan-pelan aja makannya, saya kan nggak buru-buru nyuapinnya."

"Maaf, Mas. Ternyata aku laper banget." Elin terkekeh seraya meletakkan gelasnya di atas meja.

Galang tertawa mendengar ucapan Elin. Ia sudah cukup lama menyukai Elin, tetapi mendekati Elin tidak mudah. Padahal ia sudah mengerahkan semua pesonanya di depan Elin. Kali ini, ia berharap bisa mengambil hati Elin.

Tanpa mereka berdua sadari, sejak tadi, Ariel sudah mengamati mereka dari ambang pintu. Ia tidak percaya dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Ia berniat mengantarkan ponsel Elin sekaligus membawakan makanan untuk adiknya itu. Namun, rupanya ada seseorang yang datang lebih dulu.

"Bisa-bisanya kamu tertawa seperti itu, El. Sementara aku dan Sinta berduka!"

Terpopuler

Comments

Enung Samsiah

Enung Samsiah

aaahhh,,, siaril egois kauu

2023-10-11

0

Lisa Meliana

Lisa Meliana

astaga siii Ariel slah sangka lagi ke elin🤧🤧🤧 elin ketawa kaya gtu krna ada galang yang support dia

2023-07-18

0

Al-rayan Sandi Syahreza

Al-rayan Sandi Syahreza

Ariel itu yah,itu kan musibah harusnya tidak terlalu menyalahkan Elin donk

2023-06-27

0

lihat semua
Episodes
1 1. Kecelakaan
2 2. Kondisi Sinta
3 3. Mengetahui Fakta
4 4. Dijenguk Galang
5 5. Kemarahan Ariel
6 6. Mengabari Orang Tua
7 7. Pulang ke Rumah
8 8. Permintaan Sinta
9 9. Petaka di Tempat Kerja
10 10. Membuat Rencana
11 11. Meminjam Rahim Elin
12 12. Minta Waktu
13 13. Memberitahu Sinta
14 14. Surat Kontrak
15 Bab 15. Pernikahan Elin & Ariel
16 16. Malam Pertama
17 17. Makan Siang dengan Galang
18 18. Menolak Cinta Galang
19 19. Malam-malam Panas
20 20. Elin Mual-mual
21 21. Elin Hamil
22 22. Kebahagiaan Sinta
23 23. Antar Jemput Elin
24 24. Permintaan Elin
25 25. Kecemburuan Sinta
26 26. Pekerjaan Mulai Kacau
27 27. Diminta Berhenti Bekerja
28 28. Ditinggal Sendirian di Rumah
29 29. Di Rumah Lama
30 30. Elin Mendapatkan Mangga Muda
31 31. Pertengkaran Ariel dan Sinta
32 32. Surat Pengunduran Diri Elin
33 33. Elin Menjadi Pengangguran
34 34. Rasa Sedih Elin
35 35. Berduaan dengan Elin
36 36. Dibenci Istri Pertama
37 37. Meminta Penjelasan Elin
38 38. Sinta Jatuh Sakit
39 39. Elin Tak Bisa Tidur
40 40. Sarapan untuk Sinta
41 41. Memahami Elin
42 42. Bertemu Galang & Firda
43 43. Mendengarkan Detak Jantung
44 44. Membantu Sinta Membuat Kue
45 45. Cinta Elin Lebih Besar
46 46. Telepon dari Mama
47 47. Elin Sakit Hati
48 48. Ditinggal Malam Mingguan
49 49. Elin Terjebak
50 50. Elin Mengunci Diri
51 51. Memutuskan Pergi
52 52. Mencari Elin
53 53. Elin di Tempat Sepi
54 54. Elin Bertemu Galang
55 55. Petunjuk dari Elin
56 56. Ariel Cemburu?
57 57. Sekamar dengan Ariel
58 58. Permintaan Maaf Ariel
59 59. Bicara dengan Sinta
60 60. Galang Curiga
61 61. Membujuk Elin Pulang
62 62. Ketahuan Galang?
63 63. Akan Dikurung?
64 64. Pulang ke Rumah
65 65. Sikap Ariel di Rumah
66 66. Para Penjaga
67 67. Sinta yang Licik
68 68. Elin Dijaga Ketat
69 69. Pagi Hari yang Berbeda
70 70. Tendangan Bayi
71 71. Ingin Mencintai
72 72. Sinta Bersama Miko
73 73. Elin Bertemu Firda
74 74. Keegoisan Ariel
75 75. Kekesalan Elin
76 76. Sinta Marah
77 77. Ingin Mengungkapkan
78 78. Melihat Rumah Baru
79 79. Sinta dan Miko
80 80. Sinta Ketagihan
81 81. Untung Tak Ketahuan
82 82. Meminta Jarak
83 83. Kejutan!
84 84. Menjelaskan
85 85. Dibawa Oleh Mama
86 86. Berpisah
87 87. Elin Melahirkan
88 88. Derita Elin
89 89. Pergi untuk Selamanya
90 90. Pertemuan
91 91. Dari Hati ke Hati
92 92. Akhir Kisah
Episodes

Updated 92 Episodes

1
1. Kecelakaan
2
2. Kondisi Sinta
3
3. Mengetahui Fakta
4
4. Dijenguk Galang
5
5. Kemarahan Ariel
6
6. Mengabari Orang Tua
7
7. Pulang ke Rumah
8
8. Permintaan Sinta
9
9. Petaka di Tempat Kerja
10
10. Membuat Rencana
11
11. Meminjam Rahim Elin
12
12. Minta Waktu
13
13. Memberitahu Sinta
14
14. Surat Kontrak
15
Bab 15. Pernikahan Elin & Ariel
16
16. Malam Pertama
17
17. Makan Siang dengan Galang
18
18. Menolak Cinta Galang
19
19. Malam-malam Panas
20
20. Elin Mual-mual
21
21. Elin Hamil
22
22. Kebahagiaan Sinta
23
23. Antar Jemput Elin
24
24. Permintaan Elin
25
25. Kecemburuan Sinta
26
26. Pekerjaan Mulai Kacau
27
27. Diminta Berhenti Bekerja
28
28. Ditinggal Sendirian di Rumah
29
29. Di Rumah Lama
30
30. Elin Mendapatkan Mangga Muda
31
31. Pertengkaran Ariel dan Sinta
32
32. Surat Pengunduran Diri Elin
33
33. Elin Menjadi Pengangguran
34
34. Rasa Sedih Elin
35
35. Berduaan dengan Elin
36
36. Dibenci Istri Pertama
37
37. Meminta Penjelasan Elin
38
38. Sinta Jatuh Sakit
39
39. Elin Tak Bisa Tidur
40
40. Sarapan untuk Sinta
41
41. Memahami Elin
42
42. Bertemu Galang & Firda
43
43. Mendengarkan Detak Jantung
44
44. Membantu Sinta Membuat Kue
45
45. Cinta Elin Lebih Besar
46
46. Telepon dari Mama
47
47. Elin Sakit Hati
48
48. Ditinggal Malam Mingguan
49
49. Elin Terjebak
50
50. Elin Mengunci Diri
51
51. Memutuskan Pergi
52
52. Mencari Elin
53
53. Elin di Tempat Sepi
54
54. Elin Bertemu Galang
55
55. Petunjuk dari Elin
56
56. Ariel Cemburu?
57
57. Sekamar dengan Ariel
58
58. Permintaan Maaf Ariel
59
59. Bicara dengan Sinta
60
60. Galang Curiga
61
61. Membujuk Elin Pulang
62
62. Ketahuan Galang?
63
63. Akan Dikurung?
64
64. Pulang ke Rumah
65
65. Sikap Ariel di Rumah
66
66. Para Penjaga
67
67. Sinta yang Licik
68
68. Elin Dijaga Ketat
69
69. Pagi Hari yang Berbeda
70
70. Tendangan Bayi
71
71. Ingin Mencintai
72
72. Sinta Bersama Miko
73
73. Elin Bertemu Firda
74
74. Keegoisan Ariel
75
75. Kekesalan Elin
76
76. Sinta Marah
77
77. Ingin Mengungkapkan
78
78. Melihat Rumah Baru
79
79. Sinta dan Miko
80
80. Sinta Ketagihan
81
81. Untung Tak Ketahuan
82
82. Meminta Jarak
83
83. Kejutan!
84
84. Menjelaskan
85
85. Dibawa Oleh Mama
86
86. Berpisah
87
87. Elin Melahirkan
88
88. Derita Elin
89
89. Pergi untuk Selamanya
90
90. Pertemuan
91
91. Dari Hati ke Hati
92
92. Akhir Kisah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!