Harusnya Anisa tak seberani itu pada orang tua dari suaminya, tapi kata-katanya telah Membuat Anisa berani untuk menjawab karena tiba-tiba saja, rasa marah tengah menguasainya dan berusaha sabar meski selalu saja Bu Marina kerap mencari celah agar Anisa salah dimata beliau.
Malam yang kian larut, Anisa yang sudah lelah menunggu tetap harus menanti kepulangan suaminya.
Semua masakan sudah dingin dan sepertinya Dirga tidak akan makan karena sekarang sudah pukul sembilan malam.
"Mas, ini bukan kali pertama kamu pulang dengan jam yang cukup larut. Semoga dimanapun kamu berada, Allah akan selalu melindungi kamu." Anisa dengan mata yang sayu karena menahan kantuk, tidak lupa terus membawa sang suami ke dalam doa.
Anisa juga tidak berniat untuk membersihkan meja yang penuh dengan makanan yang masih utuh. Lelah rasanya jika harus sering seperti ini. Bukan tubuhnya yang lelah, tapi hati dan pikiran Anisa yang cukup lelah.
Dua tahun belakangan ini, suaminya dengan perlahan menampakkan perubahan. Dengan alasan lembur dan proyek harus selesai itu juga. Anisa pikir meski lembur tidak harus pulang menjelang pagi kan, tapi lagi-lagi Anisa tidak punya pikiran akan kepergiannya yang entah ke mana, tapi Anisa merasa jika suaminya sedang berbohong. Akan tetapi, Anisa tidak pernah punya rasa apa pun itu, karena sebuah keyakinan yang selalu diberikan oleh Dirga membuatnya selalu percaya dengan ucapan manisnya.
Lelah menunggu hingga akhirnya Anisa terlelap di ruang tengah, dengan keadaan TV yang menyalah.
Paginya.
Eummmmm.
Anisa mengangkat kedua tangannya dan mengumpulkan beberapa nyawanya. Sebelum dirinya benar-benar sadar dan turun dari ranjang.
"Loh aku kok sudah ada di kamar saja, bukannya semalam aku ...."
"Astaghfirullah, benar dan sepertinya Mas Dirga yang membawaku naik ke atas." Anisa bergumam sebelum memutuskan untuk turun dari ranjang, karena sekarang sudah pukul 04:15 dan waktunya untuk menghadap Sang Illahi.
"Alhamdulillah, terima kasih Ya Rabb, engkau masih memberiku kesempatan untuk bisa melaksanakan kewajibanku." Tak lupa Anisa pun mengucap syukur pada Sang Illahi karena masih diberi umur panjang.
Setelah sholat. Anisa menatap suaminya yang masih terlelap, dengan suara dengkuran halus. Sebelum wanita itu membangunkannya dan terlihat wajah kelelahan begitu nampak jelas yang diperlihatkan oleh suaminya meski keadaan tidur sekalipun.
Cukup lama Anisa memandangi wajah lelaki yang selama ini sudah menemaninya, lelaki yang mampu membuat Anisa yakin untuk mengambil keputusan dan menerima Dirga Aditama 30 tahun, karena sebuah keyakinan yang diberikan hingga Anisa luluh.
Meski banyak orang yang menentang pernikahannya, dan Anisa pun mencoba bertahan karena suaminya sangat baik dan bertanggung jawab, tapi selama ini lelaki itu tidak tahu bahwa orang yang selalu dihormatinya, menaruh rasa tidak suka padanya.
Beberapa saat kemudian, Anisa yang sudah selesai sholat. Buru-buru membangunkan sang suami, bukan Dirga tidak mau sholat. Hanya saja Dirga selalu absen dengan waktu yang mepet hal itu menjadikan Anisa selalu sholat sendiri dan setelah itu, baru membangunkan suaminya.
"Mas, bangun! Ini sudah jam lima." Anisa dengan halus membelai pipi sang suami, berharap lelaki yang masih tertidur pulas itu akan bangun.
"Eum, iya Sayang. Mas akan bangun," timpal Dirga yang meregangkan kedua tangannya dan setelah itu dirinya bangun.
Sedangkan Anisa masih diam mematung karena Dirga tak sekalipun menatap atau bertanya sudah sholat atau belum, tapi lelaki itu justru langsung melengos pergi meninggalkan Anisa yang masih berdiri di sisi ranjang.
"Apa ini hanya perasaanku saja? Atau memang kamu sudah berubah Mas, aku berharap kamu tak akan pernah berubah."
Tidak ingin larut dalam kesedihan, Anisa pun beranjak dari kamar dan segera membereskan rumah.
Huff.
"Akhirnya selesai juga dan sekarang waktunya untuk masak." Anisa berkata lirih sambil berjalan menuju dapur.
Tangan mungil Anisa dengan cekatan langsung memotong-motong bumbu dengan sangat lihai.
Jika kebanyakan orang akan sarapan dengan roti, maka berbeda dengan Dirga yang lebih memilih sarapan nasi. Dikarenakan nasi akan membuatnya lancar dalam berpikir sekaligus mengenyangkan perut.
Setengah jam kemudian, Anisa telah selesai masak dan waktunya untuk membereskan hal lainnya. Seperti mencuci dan lain sebagainya.
"Kebiasaan banget, menaruh baju selalu di sini. Bukankah sudah ada keranjang untuk baju kotor!" Anisa menggerutu karena suaminya tak pernah bisa diajak kerja sama.
"Bau ini, kenapa bau parfum wanita? Sudahlah aku tidak mau berburuk sangka dengan Mas Dirga, mana mungkin dia berbuat di luar batas." Anisa yang tadinya curiga, perlahan tidak ambil pusing. Bisa jadi parfum tersebut milik seorang temannya yang kebetulan dekat dengan Dirga karena di kantor tidak hanya lelaki, tapi perempuan juga, jadi wajar hal itu terjadi.
Tidak ingin mempunyai pikiran negatif, Anisa langsung memasukkan baju-baju tersebut di keranjang dan lekas membawanya ke belakang untuk dimasukkan di mesin cuci.
Saat berjalan mata Anisa menangkap sosok tampan sedang duduk di sofa. Dengan sesekali menyeruput minuman yang sudah disediakan olehnya.
"Eh An, sini duduk. Mas ingin bicara sama kamu," panggil Dirga saat ini.
"Mas, Mas ingin bicara apa?" Anisa lantas menimpali dan langkah yang sedang menghampiri.
"Sini!" kata Dirga dengan seulas senyuman yang memabukkan.
Tampan.
Itulah yang ada dipikiran Anisa yang tak henti-hentinya memuji sang suami.
"Sayang, sepertinya mas akan pergi yang cukup lama."
"Mas ...." Sesaat Anisa tertegun saat mendengar ucapan Dirga.
"Sini!" Dirga menepuk pahanya, dan Anisa pun tahu apa yang harus dilakukannya.
Dengan sesekali membelai rambut panjang milik Anisa, Dirga berbisik seakan mereka akan berpisah lama.
"An, mas nanti malam akan berangkat ke luar kota! Kamu tidak apa-apa kan kalau sendirian di rumah?" kata Dirga karena semalam ia pulang hampir menjelang pagi, jadi baru sekarang dirinya bisa mengatakan soal kepergiannya yang akan ke Bali.
"Mas, kenapa mendadak sekali. Memangnya kamu berapa hari di sana?" tanya Anisa sedikit lesu saat sang suami berpamitan untuk tugas di luar kota.
"Tidak lama, hanya dua minggu. Ada proyek yang harus Mas tangani, jadilah harus turun ke lapangan langsung." Jawab Dirga menjelaskan soal kepergiannya yang mendadak sekali.
Anisa dengan sejenak menatap wajah lelaki yang sekarang ada di depan matanya. Keduanya saling memandang dan mata keduanya saling bertemu, mencari sesuatu di wajah masing-masing.
Bagi Anisa tidak ada masalah karena hal itu memang sering terjadi, tapi mengapa harus mendadak tulah yang disayangkan Anisa.
"An, maaf. Lagi-lagi aku tidak bisa mengajak kamu karena ini semua menyangkut soal pekerjaan," ujar Dirga yang merasa tak enak hati. Impian Anisa adalah berlibur di Bali, tapi hanya kata maaf lah yang kerap ia terima jika Dirga bekerja di sana.
"Mas, jangan meminta maaf. Aku pun menyadari jika kamu sedang bekerja dan bukannya main-main," kata Anisa tersenyum pada Dirga, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Terima kasih Sayang, aku sangat mencintaimu." Ucapan Dirga sejenak membuat Anisa melayang-layang.
"Aku tahu, maka sekarang lepaskan aku. Soalnya cucian sedang menumpuk," ujar Anisa.
"Baiklah, sayang." Jawab Dirga yang kini sudah melepaskan Anisa untuk berdiri dari pangkuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
guntur 1609
palingan selingkuh. org surga si bodat yg tak setia
2024-12-07
0
Vivi Bidadari
Anisa jika kamu punya prasangka ada sesuatu jgn abaikan itu suatu pertanda, dan jgn terlalu naif kamu juga harus mencari tau bukan nya sdh ada kejanggalan ya
2023-07-08
0
Hanipah Fitri
sdh mulai keliatan sikap suaminya
2023-07-03
0