Surga Kedua Suamiku
"Mas, jika aku belum bisa memberikan kamu anak, apa kamu akan tetap setia padaku?" Saat keduanya tengah asik sarapan, sebuah pertanyaan membuat Dirga langsung meletakkan sendoknya. Lalu, menoleh ke arah sang istri, tidak lupa membelai lembut rambut Anisa dengan seulas senyuman yang terbit di bibir Dirga.
"Meski kamu tidak bisa memberikan mas anak, mas akan tetap setia karena itu kan, janji kita. Apapun yang terjadi percayalah mas tidak ada niatan untuk meninggalkan kamu." Ucapan Dirga membuat Anisa langsung terharu, dengan apa yang baru saja didengarnya seolah memberikan kekuatan tersendiri baginya.
"Ya sudah, lanjutin makannya. Mas tidak mau pagi-pagi membahas sesuatu yang nantinya akan membuat kamu semakin terluka dan sedih." Dirga menambahkan lagi, dengan kata-kata lembut pada Anisa.
Anisa pun tersenyum dan mengangguk, lalu melanjutkan acara sarapannya karena sekarang sudah pukul tujuh, itu artinya Dirga harus segera berangkat ke kantor.
"An, mas berangkat dulu ya, kamu hati-hati di rumah." Dirga lalu berpamitan.
"Tentu Mas, kamu juga di jalan hati-hati." Jawab Anisa sekaligus memberi peringatan untuk suaminya, agar tetap waspada saat berkendara.
"Tentu, Sayang."
Setelah itu, Anisa mencium punggung tangan Dirga dan dibalas oleh sebuah kecupan di keningnya.
Selepas kepergian Dirga, Anisa membereskan rumah dan sekarang begitu sangat menikmati sebagai ibu rumah tangga, tapi lagi-lagi ucapan mertuanya, membuatnya seketika lesu kala teringat akan kata-kata dari Ibu suaminya.
"Apa memang aku yang mandul? Tapi Mas Dirga juga perlu diperiksa, bukan. Kenapa harus aku yang dipersalahkan disini," ucap Anisa lirih karena kerap menjadi landasan emosi mertuanya. Sampai diancam jika Dirga akan dinikahkan dengan wanita yang lebih dari segalanya, dan tentunya tidak mandul seperti dirinya sekarang.
"Ingat An, jika kamu tidak bisa memberikan saya cucu. Maka Dirga akan saya nikahkan dengan wanita pilihan ibu, mau terima atau tidak, saya tidak peduli!" itulah ucapan mertuanya tempo hari. Sangat menyakitkan bukan, saat wanita yang diperistri anaknya dituntut untuk mengandung dan sampai detik ini belum juga terkabulkan.
Untuk sejenak Anisa tidak akan mengingat akan ucapan itu, karena hari ini dirinya akan bermain ke panti asuhan. Di mana dia dulu tumbuh dewasa di sana, sampai sekarang sudah bersuami mungkin cara itu lebih baik pikirnya. Menghindar dari kalimat tajam yang selalu melukai hatinya.
Yah, memang orang tua Dirga tidak setuju saat sang anak meminta restu untuk menikahi Anisa, karena di samping itu. Tidak tahu asal usulnya dan dengan kegigihan Dirga, akhirnya meluluhkan hati Ibunya dan berakhir dengan pernikahan.
"Semoga saja Ibu tidak akan pernah berani menyuruh Mas Dirga berbuat tega padaku," gumam Anisa dan ia pun langsung bersiap-siap untuk melihat adik-adiknya yang ada di panti.
..............
Beberapa saat kemudian.
Mobil taksi yang ditumpangi Anisa sudah sampai dan disambut oleh anak-anak yang ada di situ.
"Kakak!" teriak anak-anak antusias.
"Hai sayang, apa kabar?" sapa Anisa pada mereka semua dengan ramah.
"Baik, Kak." Jawab mereka serentak.
"Alhamdulillah."
Anisa tersenyum bahagia, sebelum masuk. Ia bertemu Ibunya tepatnya Ibu Asuh di panti asuhan di mana dirinya berada sebelum menikah dengan Dirga.
"Loh An, kenapa gak kasih kabar dulu kalau ke sini?" kata Bu Nining pada Anisa.
"Gak Bu, tadi aku langsung datang saja. Oh ya, ini ada makanan buat anak-anak." Anisa memberikan sesuatu dari tangannya sebuah kresek berukuran besar.
"Kamu selalu saja begitu, apa tidak apa-apa jika seperti ini terus?" tanya Bu Ning yang nampak cemas karena beliau takut tanpa izin dari suaminya. Anisa memberikan makanan dan sejumlah uang pada panti tersebut.
"Ibu tenang saja semua aman kok. Ya udah Bu, kalau gitu aku cuma sebentar dan habis ini langsung pulang." Seketika wajah Bu Ning murung saat Anisa ingin berpamitan.
"Loh An, kok sudah mau pulang?" bu Ning bertanya dengan rasa heran, karena tidak biasanya Anisa pulang lebih cepat dan tidak menunggu waktu makan siang juga.
"Di rumah kerjaan masih banyak Bu, jadi aku harus secepatnya untuk menyelesaikan." Jawab Anisa tersenyum.
"Baiklah hati-hati di jalan," ucap Bu Ning dan tidak lupa memeluk anak asuhnya yang kini sudah berubah menjadi wanita cantik, ia juga harus terpaksa membiarkan Anisa pulang meski sedikit tidak rela.
Pukul 14:00 siang.
Anisa yang baru saja pulang, tidak sengaja melihat mertuanya sudah berada di teras. Entah kenapa akhir-akhir ini perempuan paruh baya itu kerap datang ke rumah yang sekarang dihuni oleh Anisa dan juga suaminya.
"Bagus ya kamu, mertua dari tadi datang bukannya anteng di rumah, justru kelayapan!" sebuah sambutan saat Anisa pulang membuat Anisa sejenak menghela napas.
"Maaf Bu, tadi aku ada urusan sedikit dan baru sejam kan. Bukan seharian aku pergi," ujar Anisa membela diri.
Bukan Anisa tidak bisa membalas akan kata-kata orang tua dari suaminya itu. Hanya saja Anisa masih menghargai beliau menjadi sosok mertua, jika teringat ingin rasanya mencakar mulutnya yang tak pernah bisa menghargai orang, apalagi dengan kalangan jelata seperti dirinya yang selalu mendapat hinaan.
"Alasan saja, jangan-jangan kamu selingkuh ya kalau anakku sedang tidak ada di rumah?" ucap Bu Marina dengan tatapan sinis.
"Astagfirullah Bu, aku tidak seperti yang Ibu kira! Lagian hari ini aku hanya berkunjung ke panti dan setelah itu pulang." Anisa tidak menyangka jika Ibu mertuanya bisa punya pikiran sedemikan rupa terhadapnya.
"Alah itu hanya alasan kamu saja kan, lagian kenapa gak sekalian tinggal di sana saja sih. Kamu tau gak kalau kedatanganmu di keluarga saya itu adalah sebuah kesialan, dasar benalu!" bentak bu Marina dengan memasang wajah angkuhnya, lantas tega menuduh Anisa selingkuh. Di tambah jika dirinya adalah seorang benalu.
Anisa tidak menjawab, atau pun membalas akan kata-kata menyakitkan itu. Dia lebih memilih pergi karena tidak mau emosi yang sudah ditahannya, akan membuatnya lepas kontrol jadi lebih baik menghindar, dan itu adalah pilihan yang tepat.
"Tunggu saya belum selesai bicara An! Sungguh tidak sopan kamu ya." Bu Marina terus saja mencari kesalahan pada Anisa.
Entah kenapa Beliau sangat membenci Anisa, terlebih lagi Bu Marina memang tidak setuju saat Dirga menikahinya, terpaksa merestui itulah yang dilakukan dulu karena Anisa bukanlah menantu idamannya, hanya tidak mau membuat kecewa Dirga dan jadilah memberi restu meski sampai detik ini, Bu Marina tetaplah tidak suka.
Pernikahan antara Anisa dan Dirga sudah berjalan lima tahun, tapi belum juga dikaruniai anak. Sedangkan mertuanya yang sudah benci kini semakin benci karena Anisa tak kunjung hamil.
"Dasar wanita mandul!" teriak ulang bu Marina, dan seketika Anisa berhenti melangkah, lalu memutar tubuhnya menatap mertuanya tanpa berkedip.
"Apa Ibu yakin jika hanya aku yang mandul, dan melempar semua kesalahan padaku?" Anisa tidak bisa lagi menahan amarahnya, jika Dirga mau periksa tentu semua akan jelas kan, tapi sayangnya Bu Marina tidak setuju jika putranya di periksa karena beliau yakin jika semua baik-baik saja.
"Maksud kamu bisa saja putraku yang mandul? Jaga bicaramu wanita miskin!" ucap Bu Marina tidak terima saat Anisa berkata seakan memberitahu bahwa putranya lah yang mandul.
"Jika tidak periksa mana tahu Bu, dan jangan hanya aku saja yang di salahkan di sini! Bukankah aku sudah dua kali periksa, dan Ibu tahu kan hasilnya seperti apa! Lantas kenapa Ibu bisa menyimpulkan kalau aku mandul." Jawab Anisa yang berusaha bersikap sopan pada mertuanya.
"Jangan lancang kamu ya! Bisa jadi semuanya sudah kamu atur dan membayar orang untuk menukar hasilnya. Dasar wanita licik," ucap Bu Marina yang tak mau kalah.
"Lihat saja, saya pastikan Dirga akan menceraikanmu!" tekan bu Marina.
Hufff.
"Kuatkan aku Tuhan, dalam menghadapi ujianmu." Anisa mengusap dadanya rasa sesak kian menjadi karena kata-kata yang baru saja ia dengar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
neng ade
hadir disini thor .. 🙏
2024-03-28
0
neng ade
jahat banget sih itu ibu mertua .. orang kaya tapi minim akhlak !!
2024-03-28
0
ayu nuraini maulina
preet lain d mulut lain d hati
2023-07-12
1