Rencananya Aditya ingin membawa Zara pergi dan tinggal bersama dengannya. Tapi gadis itu menolak mentah-mentah. Dia tak mau pergi dari rumah Pak Chandra.
Bayangkan saja. Selama ibu, ayah tiri, dan kakak-kakaknya sedang berada di luar negeri, Zara berusaha mencari keberadaan Pak Chandra secara sembunyi-sembunyi. Setelah bertemu, dia memutuskan untuk menginap di kontrakan sederhana ini tempat ayah kandungnya tinggal. Setidaknya sampai sang ibu pulang ke Indonesia.
Setelah lulus sekolah nanti, Zara juga ingin berkuliah di negara lain mengikuti jejak kedua kakak perempuannya. Maka dari itu dia ingin memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk bisa terus dekat dengan Pak Chandra. Biarpun dia harus tinggal di tempat yang sangat kecil dan sempit seperti ini.
Setiap kali sang ibu menanyakan keberadaannya, Zara selalu mengatakan jika dirinya sedang menginap di rumah sahabatnya yaitu Kanaya. Dan sekarang Aditya malah ingin membawa dia pergi sesuka hati? Oh tentu saja Zara tidak akan mau.
Beberapa kali Aditya membujuknya dengan alasan agar tak merepotkan Pak Chandra, tetapi Zara terus saja mencetuskan banyak penolakan.
Pak Chandra sendiri pun sudah tidak mau ikut campur lagi dalam urusan rumah tangga mereka. Dia memberikan kebebasan. Jika tetap mau tinggal di sini, silakan. Tapi jika Aditya ingin membawa putrinya pergi pun juga tidak masalah selagi Aditya bisa melindunginya.
Setelah menguras banyak tenaga dan pikiran hanya untuk bersilat lidah dengan istri kecilnya ini, akhirnya Aditya pun menemukan jalan tengah yang paling adil untuk mereka.
"Yah, kontrakan di sebelah kosong kan?" Aditya bertanya pada Pak Chandra.
"Iya, Nak. Baru saja di kosongkan beberapa hari lalu."
"Kalau boleh tahu yang punya kontrakannya tinggal di mana ya? Atau mungkin ayah ada nomor handphonenya? Aditya mau menghubungi dia sekarang."
"Ada kok. Sebentar Ayah lihat dulu."
Zara yang tadi sudah mulai sibuk dengan layar ponselnya, mendadak langsung menatap Aditya dengan penuh tanda tanya.
"Mau ngapain?" tanyanya jutek.
"Kita tinggal di sebelah saja ya? Kan katanya kamu tidak mau jauh-jauh dari Ayah."
"Terus aku tinggal satu atap sama Bapak gitu?" Zara menatap Aditya dengan tatapan mencemooh.
"Iyalah, Ra. Sekarang kan saya suami kamu. Sudah seharusnya kita tinggal serumah agar saya bisa terus menjagamu."
Zara memberengut kesal. Bibir tipisnya mengerucut. Aditya yang melihat pemandangan itu pun merasa sangat gemas dengan tingkah laku sang istri. Ternyata di luar sekolah, Zara bisa bertingkah seperti anak kecil begini. Karena yang selalu Aditya lihat hanyalah tampang dewasa dan dinginnya saja.
***
Di hari itu juga mereka sudah menempati kontrakan yang sejajar dengan tempatnya Pak Chandra. Zara begitu tidak suka. Tak pernah ada sedikit pun bayangan di benaknya bahwa dia akan tinggal di kontrakan seperti ini sebagai seorang istri.
Di dalam sana sudah ada beberapa perabot rumah ala kadarnya. Misalnya kasur lantai, karpet, sofa kayu, lemari yang tidak terlalu besar, dan lain sebagainya. Kata Aditya ini semua merupakan barang-barang miliknya di tempat tinggal yang lama. Lalu pria itu menyewa pick up untuk membawanya ke sini.
Zara sangat frustasi. Dia bimbang harus menumpahkan keluh kesahnya ini pada siapa. Gadis itu tak punya teman cerita selain Dona dan Kanaya. Namun, sayangnya Zara tak mungkin menceritakan pernikahan ini pada mereka.
Jika Dona dan Kanaya tahu tentang pernikahan Zara, kemungkinannya hanya ada dua. Pertama, mereka akan marah besar karena Zara menikah dengan guru tampan pujaan mereka. Dan yang kedua, mereka akan memberitahukannya pada Gallen. Zara tidak mau Gallen tahu kalau dia sudah menjadi istri dari orang lain. Terutama dari pria miskin seperti Aditya. Zara sangat malu!
Selama seharian ini, Zara dan Aditya tak banyak berkomunikasi. Setiap kali Aditya membuka percakapan di antara mereka, Zara selalu mengacuhkannya. Gadis itu terus menjadikan ponsel miliknya sebagai kekasih sekaligus teman. Hanya ada mereka berdua. Tak ada Aditya.
Aditya sudah mencoba meminta maaf jika keputusannya untuk menikahi Zara membuat gadis tersebut sedih. Tapi Zara masih menutup mulut seakan ucapan permintaan maafnya Aditya hanyalah hembusan angin yang berlalu.
Saat malam tiba, Aditya membuka sedikit pintu kamarnya. Dia melihat Zara yang sedang berbaring membelakangi posisinya saat ini. Aditya memandangi punggung indah itu dengan datar.
Ada banyak perasaan yang bermain di dalam batinnya saat ini. Namun dari banyaknya percampuran semua rasa itu, yang paling menonjol adalah rasa bersyukurnya Aditya karena telah berhasil menikahi Zara.
Aditya tahu jika gadis itu tidak lebih baik dari yang lain. Zara merupakan muridnya yang sombong, keras kepala, tidak punya sopan santun, dan lain sebagainya. Mungkin jika ada sebuah kompetisi dengan kepribadian paling minus, pasti Zara akan menjadi pemenangnya.
Tapi di balik semua itu, Aditya memiliki alasan tersendiri. Dia punya alasan mengapa dirinya ingin menikahi dan meminang gadis ini.
Aditya juga menjadi saksi atas sisi lain dari kepribadian seorang Zara. Pria itu berani bersumpah bahwa sebenarnya Zara adalah gadis yang baik nan polos. Hanya saja titik baik dan mulia itu sudah tertutupi oleh sikap sombongnya sehingga tak semua orang bisa melihatnya.
Tatapan Zara kosong. Dia pikir malam pertamanya kelak akan disambut oleh banyak kejutan mewah yang seringkali dia dambakan. Tapi ternyata tidak. Alih-alih kamar mewah yang dihiasi banyak dekorasi khusus pengantin baru, kini yang dia tatap hanyalah dinding polos yang warna catnya sudah kusam. Semiris inikah hidupnya? Sebenci itukah takdir terhadap dirinya? Kesalahan apa yang dia perbuat sampai-sampai Tuhan menghukumnya seperti ini?
Kedua manik Zara terbelalak saat dia merasa ada seseorang di sampingnya. Refleks Zara berbalik badan. Sebelum Aditya merebahkan kepalanya di atas bantal, Zara segera mendorong tubuh tinggi pria itu.
"Jangan dekat-dekat," kata Zara.
Bibir tipis Aditya sedikit terbuka ketika mendapatkan perlakuan seperti ini. Bahkan tidur bersama dengannya pun Zara juga tidak mau? Padahal dia tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh. Biarpun mereka sudah menjadi suami-istri, tapi Aditya cukup sadar diri untuk tidak melakukan malam pertama mereka.
Zara menjauh dari kasur itu. Dia mengambil bantal dan selimut yang ada kemudian bergerak ke arah luar. Segeralah Aditya menahan pergelangan tangannya. Dia tak mau istri kecilnya ini pergi.
"Kamu mau ke mana?"
"Ya mau tidur di luar lah," balas Zara dengan jutek. Tentu saja kata 'luar' yang dia maksud adalah ruang tamu.
"Tidak baik jika gadis sepertimu tidur di luar, Zara."
"Di sini ada Bapak. Saya ogah tidur sama pria seperti Bapak."
Perkataan Zara ibarat sebuah pedang yang menghunus tajam ke lubuk hati terdalamnya Aditya. Biarpun dia seorang pria, tetap saja ada sedikit rasa sakit saat gadis yang selama ini ia kagumi berkata demikian.
Tapi seperti biasanya, Aditya harus tetap sabar. Selama dia mengajar di sekolah dan berhadapan dengan Zara pun dirinya juga sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini. Bukan hanya dia saja, tapi orang lain juga.
"Baiklah, saya yang akan keluar. Kamu tetap di kamar saja. Saya tidak akan mengganggumu."
Aditya meninggalkan kamar itu dengan perasaan kecewa. Zara tak peduli. Dia tetap bersikap acuh dengan pria itu. Apakah perkataannya menyakiti perasaan Aditya atau tidak, Zara sama sekali tidak mau mengurusinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments