Kepergok Warga

Saat jam pulang tiba, Zara mengambil mobilnya di area parkir. Mobil mewah berwarna hitam pekat miliknya bersebelahan dengan mobil milik Gallen. Di sekolah itu hanya mereka berdua lah yang selalu membawa mobil pribadi, sisanya memakai motor dan angkutan umum.

Zara melajukan mobilnya dengan fokus tingkat dewa. Perkataan Aditya tadi pagi masih melekat erat di benaknya. Zara menyesal karena dia tidak melawan Aditya di hadapan teman-temannya dan malah diam saja. Mungkin jika tadi Zara melawannya, dia tidak akan terlalu menyesal seperti ini.

"Dasar guru tidak jelas! Berani sekali dia menegurku seperti itu. Memangnya dia siapa yang bisa mengatur hidupku segala? Mau penampilanku seperti apa pun, itu bukan urusannya. Lagipula aku seperti ini juga karena dia. Dasar menyebalkan!"

Pikiran Zara masih panas. Dia mencoba menstabilkan otak panasnya itu dengan mendengarkan musik melalui earphone yang menempel di telinganya. Bagi Zara, menyetir mobil sendirian sambil mendengarkan musik bervolume full merupakan obat paling efektif untuk meredakan emosinya.

Benar saja. Seiring berjalannya waktu, Zara kembali lebih tenang. Dia tidak lagi memikirkan Aditya, namun sekarang pikirannya mulai beralih ke Gallen. Tak ada satu hari pun yang Zara lewati tanpa menjadikan lelaki itu sebagai bahan haluannya.

Ketika melewati jalanan yang cukup sepi, Zara merasakan ada yang aneh dengan mobilnya. Dia turun dan mencoba melihat apa yang terjadi. Ternyata ban belakangnya bocor. Zara mendesah kasar. Dirinya heran mengapa selalu ada saja masalah yang menimpanya.

Tanpa perlu berpikir panjang, Zara langsung mengirimkan pesan pada seseorang agar datang ke lokasi untuk memperbaiki mobilnya.

Dari kejauhan Aditya melihat seorang gadis berseragam putih abu-abu sedang membelakangi dirinya. Dari cara gadis itu menunduk, Aditya tahu kalau ponsel-lah yang sedang menjadi pusat perhatian gadis tersebut. Sejenak Aditya merasa tidak ada yang aneh sebelum dia menyadari kalau tubuh dan rambut indah gadis itu mirip sekali dengan Zara.

Ternyata benar dugaannya. Setelah melihat plat nomor mobil si gadis dari kejauhan, Aditya tak perlu melihat wajahnya terlebih dahulu untuk membuktikan kalau itu benar-benar Zara.

Aditya menepikan motor bebeknya di pinggir jalan. Pria itu berniat mendatangi Zara dan menanyakan apa yang terjadi. Mungkinkah mobilnya mogok? Bannya bocor? Atau masalah lainnya?

Baru saja Aditya mengambil beberapa langkah, tiba-tiba dari kejauhan ada dua anak muda yang tengah melajukan motor mereka dengan kecepatan tinggi. Sepertinya mereka sedang balapan?

Entahlah, Aditya tidak sempat memikirkan hal itu karena dia sudah terlanjur panik melihat posisi Zara yang terlalu ke tengah jalan. Tingkat kemungkinan gadis itu untuk terserempet sangatlah besar.

Dengan sigap Aditya bergerak ke arah Zara dan menyingkirkan gadis itu dengan sedikit kasar. Pastinya karena spontan.

Zara yang terkejut dan kehilangan keseimbangan pun refleks menarik tangan Aditya saat dirinya hendak terjatuh. Tarikan lembut itu membuat keduanya runtuh bersama.

Deg.

Netra Zara membelalak saat tubuh Aditya mengungkung dirinya. Dia kesulitan menelan ludah sendiri. Lidahnya kelu. Tubuhnya terasa kaku. Mulutnya tercekat, tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Dia tak peduli lagi dengan ponselnya yang terlempar maupun earphone yang terlepas dari telinganya.

Jantung Zara seakan berhenti saat dada mereka hampir saling berbenturan satu sama lain. Harumnya tubuh Aditya membuat Zara tak bisa berhenti menghirupnya. Wajah mereka sangatlah dekat. Hanya centimeter sajalah yang menjadi jarak di antara keduanya.

Sekilas Zara kehilangan kesadarannya. Dia terpaku dengan wajah tampannya Aditya. Sekarang Zara baru sadar mengapa Aditya berhasil merenggut posisi pria tertampan di sekolah. Karena memang setampan itu!!

Zara tak berkedip. Matanya memindai wajah Aditya sedetail mungkin. Tibalah saat di mana sorot mata Zara mendarat pada bibir tipisnya Aditya. Selain kehilangan kesadarannya, Zara sempat hampir kehilangan akal sehatnya juga sebelum tiba-tiba dirinya kembali ke dunia nyata.

"Astaghfirullah. Sedang apa kalian?!"

Dua orang bapak-bapak memergoki Zara dan Aditya dalam keadaan seperti itu. Zara tersentak kaget dan langsung mendorong tubuh Aditya untuk menjauh darinya.

"Maaf, Pak. Ini hanya salah paham. Tadi saya ingin menolongnya karena hampir diserempet motor. Tapi secara tidak sengaja kami malah jatuh bersama dengan posisi tidak senonoh itu."

Aditya berusaha menjelaskannya untuk meluruskan kesalahpahaman. Dia tahu apa yang saat ini menjadi dugaan dari dua bapak-bapak itu. Pasti mereka berpikir dirinya dan Zara sedang melakukan sesuatu.

"Alah, Mas. Kamu kira kami buta? Biarpun sudah tidak muda lagi, tapi penglihatan kami masih normal. Kami melihat jelas kalian sedang bermesraan seperti tadi. Anak muda jaman sekarang ada saja alasannya."

"Pak, kalau ngomong tuh dijaga ya! Kalian pikir saya wanita murahan? Wanita yang mau melakukan hal-hal gila seperti itu di pinggir jalan? Saya masih waras, Pak." Zara ikut mengambil alih dalam menumpahkan seluruh bantahannya.

"Neng, kamu pikir gadis seusiamu kalau melakukan hal-hal begini di mana? Ya ujung-ujungnya di tempat sepi seperti ini. Hadeuh ... masih bau kencur kok sudah rusak begini pergaulannya."

Zara semakin tidak terima. Apa mereka bilang? Pergaulan Zara rusak? Astaga. Ingin sekali Zara menampar dua pria itu kalau dia tidak ingat perbedaan umur mereka yang terlalu jauh.

"Sok tahu banget sih, Pak. Ada bukti yang jelas tidak kalau saya melakukan hal-hal tidak pantas yang Bapak maksud? Sudah tua curigaan terus bawaannya."

"Zara, omongannya dijaga." Aditya sempat menggenggam tangan Zara saat berkata demikian sebelum Zara kembali menepisnya.

"Tuh, Pak. Lihat ban belakang saya. Bocor! Ya kali saya begituan pas ban mobil saya bocor. Aneh-aneh saja pemikirannya."

"Zara!" tegas Aditya. Dia sangat tidak suka dengan gaya bicara gadis ini yang terlalu kasar.

Di tengah-tengah perdebatan itu, beberapa warga lainnya mulai berdatangan satu per satu menyaksikannya keributan yang ada. Walaupun Aditya dan Zara sudah berusaha menjelaskan yang sebenarnya, mereka tetap tidak percaya.

Setelah diperhatikan cukup lama, mereka menyadari bet bordir di seragam Zara yang menunjukkan nama sekolahnya. Ternyata Zara bersekolah di tempat yang tidak jauh dari pemukiman mereka. Hanya saja mereka belum tahu kalau Aditya juga merupakan guru di sekolah itu.

"Neng, kamu mau kita antar pulang sekarang dan memberitahukan kejadian ini pada orang tua kamu langsung, atau kita laporkan ke sekolahmu saja?"

Zara panik. Laporkan ke sekolah? Itu berarti masalahnya akan semakin panjang kan? Belum lagi kalau pihak sekolah mengubungi mamanya dan ayah tirinya. Bisa-bisa habis Zara saat itu juga. Lebih baik Zara diantarkan pulang ke rumah ayah kandungnya saja, tempat Zara menginap selama beberapa hari terakhir ini. Zara yakin Pak Chandra akan lebih percaya padanya.

Setelah didesak-desak seperti itu, terpaksa Zara memilih untuk diantarkan ke rumah Pak Chandra. Sementara mobilnya ditinggal di sana dan akan diantarkan oleh seorang warga paling amanah setelah mobil itu diperbaiki. Tentu saja diantarkan ke alamat yang Zara berikan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!