Pak Chandra tampak sangat terkejut setelah mendengar aduan orang-orang yang mengantarkan Zara dan Aditya. Tatapan kekecewaan pun terhunus tajam pada putrinya. Benarkah putri bungsunya ini melakukan hal tabu itu?
Zara menggelengkan kepala dengan tegas, menandakan bahwa ini hanyalah omong kosong. Belum puas dengan tanggapan yang Zara berikan, Pak Chandra mengalihkan tatapannya pada Aditya.
"Tolong percaya, Pak. Ini semua tidaklah benar. Saya dan Zara tidak melakukan apa-apa."
"Mas, Anda kalau berani berbuat, harus berani bertanggung jawab juga dong. Kasihan anak Bapak ini. Sudah kamu mainkan, tapi tidak mau mengakui perbuatanmu."
Lagi-lagi para warga itu membuat suasana semakin panas. Mereka kembali menjadi hakim yang seolah-olah perkataannya paling mutlak.
Zara dan Aditya masih tidak terima. Zara sangat marah. Seluruh sumpah serapah dan kalimat-kalimat tajam kembali ia tumpahkan pada orang-orang itu. Berbeda dengan Aditya yang terlihat lebih tenang meski dirinya dituduh telah melakukan hal tidak senonoh pada gadis ini.
Kegaduhan pun kembali diciptakan oleh Zara dan lawan debatnya. Mendapatkan kabar tidak enak dari warga setempat yang tak sengaja mendengar kegaduhan mereka, sang ketua RT langsung meluncur ke rumah Pak Chandra.
Setelah mengetahui kelakuan Zara dan Aditya berdasarkan sudut pandang orang-orang yang menjadi saksi atas perbuatan mereka, Pak RT hanya geleng-geleng kepala. Sungguh kejadian yang sangat miris baginya.
Semenjak Zara menginap di rumah Pak Chandra, gadis ini memang selalu membuat masalah. Ada saja hal-hal kecil yang menjadi bahan keributan antara warga setempat dengan dirinya. Mungkin salah satunya dikarenakan adab Zara yang super minus sekaligus rasa sopan santun yang masih sangat kurang dalam diri gadis itu. Hingga sekarang pun Pak RT sudah tidak kaget lagi jika mendengar kelakuan tabu Zara di luar sana.
Zara berharap ayahnya mengeluarkan seuntai kalimat yang menunjukkan jika pria itu percaya padanya. Tapi harapan tetaplah menjadi harapan. Pak Chandra sama sekali tidak mengatakan apa pun. Raut wajahnya sudah menjawab semuanya. Terlihat jelas jika Pak Chandra masih syok. Itu berarti dia lebih percaya pada kesaksian orang-orang ini.
Zara merasa dadanya begitu sesak. Dia ingin menangis dan berteriak sekencang-kencangnya. Namun, dia tak boleh terlihat lemah di hadapan mereka. Ya, dia bukan wanita lemah! Zara harus terlihat berani dan tegas. Pokoknya dia harus menunjukkan kalau dirinya tidaklah bersalah.
"Kalian semua hanyalah bapak-bapak tua yang tidak tahu apa-apa! Kalian bukan Tuhan yang bisa menghakimi perbuatan saya. Jangan merasa paling suci seakan-akan kalian tidak pernah berbuat dosa. Daripada mengurusi hidup saya, lebih baik urus hidup kalian sendiri. Sudah bau tanah, Pak. Banyakin taubat!"
"Zara, jaga bicaramu." Aditya kembali mengkritik, tapi Zara pura-pura tidak mendengar. Alih-alih menutup mulutnya, Zara malah mengeluarkan senjata lain berupa kalimat yang jauh lebih menyakitkan dari perkataannya barusan.
Pak Chandra menatapi putrinya yang masih bersilat lidah serta Aditya yang terus membujuk Zara untuk menjaga ucapannya. Pak Chandra benar-benar belum mendapatkan pencerahan. Meskipun Zara adalah putri kandungnya, namun dia belum terlalu mengenal sosok dewasa gadis ini. Benarkah putri bungsu kesayangannya berani melakukan perbuatan hina tersebut?
"Nak, kamu masuk dulu ya ke kamar. Biar Ayah yang bicara pada mereka," ujar Pak Chandra.
"Tidak mau, Yah. Zara masih harus memberi pemahaman ke orang-orang sok tahu ini. Kalau tidak diginiin, mereka tidak akan mengerti. Otaknya sudah mulai—"
"Zara, ayah bilang masuk ke kamar sekarang!!"
Ketegasan Pak Chandra yang secara tiba-tiba itu bagaikan ilustrasi sambaran petir untuk Zara. Gadis tersebut sungguh tak menyangka sang ayah berani bicara dengan nada tinggi padanya hanya karena para warga yang menyebalkan itu.
Zara terpaku selama sekian detik. Kenapa? Kenapa tidak ada yang mempercayainya? Apakah gadis sombong dan tidak sopan seperti dirinya tak pantas untuk dipercayai? Kalau dia tidak bisa mendapatkan kepercayaan dari ayah kandungnya sendiri, lalu dari mana lagi?
Zara sudah tak bisa membendung buliran air matanya. Sebelum mereka melihat Zara dalam keadaan lemah seperti ini, Zara langsung meninggalkan mereka. Dia masuk ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kencang.
Pak Chandra hanya menggelengkan kepala seraya mengusap dada melihat keegoisan putrinya itu. Sementara Aditya ingin mengejar Zara dan menenangkan gadis tersebut, tapi dia mengurungkan niat. Kalau dia masuk ke dalam kamar itu juga, justru akan membuat keadaan semakin parah.
Zara menjatuhkan dirinya yang rapuh dan duduk di balik pintu. Gadis itu membenamkan wajahnya di antara kedua lutut dan menumpahkan seluruh perasaan sesak yang melanda. Zara menangis tanpa suara. Tak henti-hentinya dia merutuki diri sendiri.
Jika seandainya tadi dia tidak menarik tangan Aditya, mungkin mereka tidak akan jatuh bersama. Jika seandainya dia tidak menatapi dan mengagumi Aditya terlalu lama, mungkin para warga tidak akan memergokinya dalam posisi seperti itu.
Zara bingung harus menyalahkan siapa. Dia sama sekali tak mau menyalahkan dirinya sendiri. Pokoknya dia tidak pernah salah! Termasuk dalam kasus ini sekalipun.
Zara begitu sedih melihat ayahnya dengan sikap tegas seperti itu. Selama 13 tahun Zara dipisahkan dari Pak Chandra dan baru bertemu kembali sekitar 3 minggu yang lalu, Pak Chandra selalu memperlakukannya dengan sangat baik.
Selama ini ibunya Zara terus mengatakan jika Pak Chandra adalah pribadi yang kasar dan itulah yang menjadi penyebab perceraian mereka dahulu. Namun setelah diam-diam mencari keberadaan sang ayah dan takdir mengizinkan mereka untuk bertemu, Zara merasa ibunya salah besar.
Pak Chandra tidak seperti yang sang ibu katakan. Beliau sangat baik dan penyayang. Tak pernah sekalipun memperlakukan dirinya dengan kasar. Bahkan pria paruh baya itu selalu bicara lemah lembut padanya.
Kecuali hari ini. Ya, hari ini adalah kali pertamanya Pak Chandra meninggikan suara saat bicara dengannya. Dan semua disebabkan oleh bapak-bapak sok tahu itu. Mereka yang membuat suasana terus panas dan tidak memberikan Zara kesempatan untuk membuktikan kebenarannya.
Zara juga kesal dengan Aditya. Kenapa pria itu terus membujuknya untuk menutup mulut? Padahal sudah sepantasnya orang-orang menyebalkan seperti mereka mendapatkan kalimat pedas darinya.
Kalau Aditya juga merasa menjadi korban sama seperti Zara, seharusnya pria itu mendukung tindakannya kan? Tapi kenapa malah tidak? Jangan bilang jika Aditya mulai lelah menjelaskan yang sebenarnya dan pasrah, alias membiarkan para warga itu berspekulasi sesuka hati mereka.
Deg.
Pikiran tersebut membuat tangisan Zara meredup. Perasaannya tak tenang. Bagaimana kalau dugaannya benar? Bagaimana jika di luar sana Aditya malah membenarkan perkataan orang-orang itu dan bilang bahwa mereka memang melakukannya? Tidak. Ini sama sekali tidak bisa dibiarkan. Zara harus mencegahnya.
Ketika Zara bangkit dan hendak keluar kamar untuk mengawasi Aditya, tiba-tiba gadis itu hampir menabrak tubuh Pak Chandra yang sudah berdiri di depan pintu. Zara terkejut. Mengapa Pak Chandra menatapnya seperti itu? Apa yang baru saja terjadi di luar sana? Apa yang tadi mereka bahas saat Zara sedang tidak ada?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments