Hari yang membuatnya suntuk sepanjang perjalanan, berakhir mengenaskan bagi Rima saat dirinya hendak pulang kembali ke rumahnya. Dua kendaraan yang datang dari arah depan dan belakang secara bersamaan menghantam tubuh Mira. Bagi saksi yang melihatnya, pasti akan berpikir bahwa Mira telah mati dalam sekejap.
Ya, jika dipikir secara logika memang begitu. Tulang-tulang remuk, kulit tersayat hingga ke daging. Benturan tak terelakkan membuatnya terluka di setiap bagian fatalnya.
“Panggilkan ambulans! Lalu polisi! Cepat! Cepat! Ada kecelakaan di sini!”
“Baik!”
Semua orang ricuh, terutama para penjual di sekitar lokasi kejadian. Mereka histeris sebab kejadian itu berlangsung sangat singkat. Ada rasa tidak percaya karena kendaraan itu bergerak dengan aneh. Ada pula yang hanya berdiam diri karena merasa tidak berdaya.
Lalu, seseorang yang berperan sebagai pengamat. Entah siapa ia sebenarnya, selain orang yang selalu mengenakan tudung berjubah. Saat dirinya menghampiri Mira di bawah bagian dari antara dua mobil, waktu terasa terhenti.
Setiap aktivitas di jalan ini sepenuhnya terhenti saat orang itu datang. Ia ingin membawa Mira, namun saat tangannya hendak sampai ke tubuh Mira, ada seseorang berteriak dan membuatnya terkejut.
“Kau siapa?! Jangan dekati dia!!”
Teriakannya cukup keras, waktu yang telah terhenti membuat ia sedikit bingung. Namun setelah beberapa saat ia akhirnya membuat keputusan. Tanpa menjawab apa pun, ia lantas pergi dan waktu pun kembali seperti sedia kala.
“Dia—!”
Sementara itu kondisi si gadis,
Darahnya menggenangi tubuh, bahkan setengah wajah gadis itu tertutup. Bau anyir tak mengenakkan terus tercium di kedua lubang hidung. Butuh beberapa waktu hingga arus jalan kembali berjalan lancar serta insiden mengerikan ini juga terselesaikan.
Setelah beberapa jam,
Perlahan-lahan, Mira membuka kedua matanya. Ia mulai sadar namun sepertinya masih tidak ingat dengan kejadian sebelum ini.
“Di mana ini?” Mira bertanya.
“Maaf. Ini rumahku, Mira. Apa kamu baik-baik saja?” Seseorang menjawab lalu setelahnya bertanya mengenai keadaan Mira sendiri.
Setelah ia sadari, rumah ini cukup familiar dalam kilas ingatannya.
“Toko barang antik?!” pekiknya tanpa sadar. Ia bangkit dari kursi sofa panjang, setelah tahu tempat yang ia singgahi saat ini.
“Ya, benar. Kamu ternyata ingat ya dan juga sehat. Syukurlah kalau begitu.”
Seorang pria tua yang tinggal bersama putri seusia dirinya. Tempat ini adalah rumah bagi mereka sekaligus toko barang antik, tempat di mana semua barang antik dijual.
“Paman ...kenapa aku di sini ya?” Mira masih dalam keadaan bingung.
Tiba-tiba saja berada di sini itu tidaklah masuk akal.
“Apa kamu tidak ingat?” Ia menunjuk ke arah luar. Spontan Mira menoleh ke arah yang ditunjuk.
Bekas gesekan ban kedua mobil cukup terlihat jelas termasuk darah yang masih tergenang sampai saat ini. Tidak hanya itu, para petugas kepolisian juga ada di sana.
“Tidak. Sama sekali. Apa sebelumnya aku terjatuh?”
“Bukan jatuh tapi kau ditabrak,” jawab seorang gadis yang duduk di kursi roda. Jawabannya terdengar ketus sekali.
“Aku ...ditabrak?”
Tidak ada tanda-tanda kegelapan yang biasa ia lihat, terutama saat adanya kecelakaan seperti ini. Mira masih belum mengerti kejadian yang sebenarnya, namun tampaknya ia tidak memusingkan hal itu terus-menerus.
“Aku juga bingung harus menanggapinya bagaimana. Intinya, kamu benar-benar ditabrak dua mobil dari arah berlawanan.”
“Itu terdengar mengerikan, paman.”
“Benar juga.”
Paman penjual barang antik itu kemudian mendekat, ia menepuk pelan ujung kepala Mira seraya berkata, “Tenang saja. Kamu tidak terluka sedikitpun.”
“Kalau benar begitu, bukankah aneh? Di sana ada banyak sekali darah dan—”
Saat melihat pakaiannya ia baru sadar, pakaian yang ia kenakan bukanlah seragam sekolah melainkan pakaian biasa.
Gadis itu menyahut, “Itu pakaianku. Seragam punyamu jadi merah semua.” Lagi-lagi ia menjawabnya dengan sangat ketus.
“Be-begitu ya? Terima kasih.”
“Kenapa kau berterima kasih? Kau menyusahkan saja. Lagi pula mana ada orang selamat dari kecelakaan seperti itu. Apalagi hanya bajumu yang terkena darah sementara kau tidak—”
“Kina!!” Ayah dari anak gadis itu meninggikan nada suaranya. Memperingatkan ia agar tak menjelaskannya begitu detail.
“Tidak masalah, paman. Aku akan mendengarkannya baik-baik jadi ...,”
“Tidak perlu. Bagus jika kamu tidak ingat itu. Karena itu akan membuatmu semakin terpuruk,” ucap si paman.
Ia tak tega apabila Mira mengingat hal buruk terutama mengenai dirinya sendiri. Sebab itu akan mengingatkan Mira mengenai kedua orang tuanya.
“Tapi aku penasaran. Kenapa ...aku sama sekali tidak terluka?”
Jika di pikir-pikir selama ini ia tidak pernah merasakan sakit. Demam atau sejenisnya juga tidak pernah. Apalagi luka luar.
Tidak merasakan rasa sakit, tidak membuatnya merasa tenang. Tetapi, jika terus dipikirkan akan membuat perasaan negatif muncul dan mahluk yang menyerupai hantu atau sejenisnya akan membuat ia semakin merasa takut.
“Mira, ini makanlah.” Paman itu menyodorkan beberapa buah dalam satu keranjang.
“Ya, terima kasih. Maaf merepotkan.”
“Ya! Kau itu sangat merepotkan Ayahku. Lain kali kalau ingin memperburuk keadaan jangan dekat-dekat di sini!” pekik Kina. Anak dari paman penjual barang antik.
“Kina! Jangan berkata seperti itu.” Paman kembali meneriakinya, karena merasa bahwa perkataan Kina sang anak sangat tidak sopan.
“Iya, iya. Aku tahu!” Setelahnya Kina menggerakkan kursi rodanya sendiri menuju ke kamar. Wajah yang kesal itu tak pernah lepas dari bayangan Mira, takut akan bayang-bayangan perasaan negatif tersebut.
Mira mengambil buah apel, akan tetapi ia justru teringat akan warna kulit apel yang sama seperti warna darah, membuatnya enggan memakan buah itu. Lantas ia meletakkan kembali ke dalam ranjang.
“Paman, maaf. Aku akan pulang ke rumah hari ini. Terima kasih.”
“Tidak ingin istirahat dulu?”
“Tidak.” Mira menggelengkan kepala.
“Hei!!” Kina kembali berteriak pada Mira yang hendak pergi. Lantas melemparkan seragam yang penuh akan darah itu.
Sang Ayah kembali memarahinya namun Kina tidak peduli. Ia kemudian berkata, “Itu punyamu, jadi aku kembalikan. Dan jangan lupa pakaian yang kau pakai itu adalah punyaku, kembalikan dalam keadaan bersih!”
“Kina, kamu ini benar-benar ya!”
“Apa sih, Ayah?! Aku 'kan sudah bilang, jangan dekat-dekat dia! Dia lah penyebab semua masalah di kota ini!” amuk Kina.
“Aku mengerti!” Mira meninggikan suara dengan berani. Sekali lagi ia berucap namun lirih, “Aku akan segera mengembalikannya ...dalam keadaan bersih.”
Tanpa banyak kata-kata lagi. Mira membuka pintu toko dan lekas pergi dengan berlari cepat menuju ke rumah. Tapi karena langkah terburu-burunya ia mendapatkan luka gores di bagian jari saat membuka pintu toko.
“Eh?”
Hal yang paling mengejutkan adalah saat ia sadar bahwa luka gores itu perlahan pulih tanpa menyisakan sedikit bekas pada luka. Yang tersisa hanyalah setetes darah barusan.
“Apa-apaan? Bukankah aku terluka? Aku barusan merasakan sakit tapi sekarang tidak lagi? Dan ke mana perginya luka itu?”
Langkahnya melambat, seraya ia mengusap bagian jari yang terluka. Tetapi berusaha sekeras apa pun, lukanya tetaplah menutup seolah tak pernah terluka sejak awal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
ciber ara
ceritanya menarik!!
2023-10-09
0