Bab 4

Kina menghampiri, ia membuka pintu lantas menatap sinis Mira. Saking terkejutnya, Mira sampai jatuh terjungkal ke belakang. Ia terdiam dengan perasaan campur aduk sebab perasaan negatif Kina kian menguat seiring berjalannya waktu.

“Kau ...apa yang kau lakukan di sini?”

“Ma-maaf ...aku hanya ingin bicara sebentar denganmu. Boleh—”

“Nggak!” sahut Kina dengan berteriak. Tatapan tajam dan sinis darinya benar-benar membuat Mira tak berkutik sama sekali.

Meski begitu Mira adalah gadis pantang menyerah. “Ke-kenapa?” Ia bertanya namun dengan ucapan terbata-bata.

“Kenapa katamu? Bukankah sudah jelas? Aku tidak mau bicara denganmu. Pergilah sebelum aku melakukan hal buruk padamu!”

“Bu-bukan!” Sedikit berteriak meski masih terbata-bata. Mira menegaskan bahwa ia bukan akan berbicara sembarangan pada Kina.

“Aku ...kakimu—”

BRAK!

Tapi, karena terlalu gugup untuk berbicara. Kina meninggalkannya dan dengan membanting pintu. Tampak begitu jelas seberapa marahnya ia sekarang.

Langkah Mira terlalu tergesa-gesa, akan tetapi Mira merasa bahwa urusan yang menyangkut kedua kaki Kina tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Namun mungkin karena ia sering kali dianggap sebagai gadis pembawa masalah, semua orang termasuk Kina mengucilkannya.

“Bukannya aku ingin mengejek atau apa. Aku hanya ingin membantumu meringankan beban itu. Dan alasanku membantumu adalah karena aku tidak mau berhutang budi.”

Kenyataan, bahwa Mira benar-benar ditabrak oleh dua kendaraan memang tak bisa lagi disangkal. Ingatannya pulih dalam waktu singkat sehingga membuat perasaannya yang bingung kini menjadi sedikit lega. Walau seharusnya tidak lega karena kecelakaan itu seharusnya merenggut nyawa.

Daripada mementingkan hal yang telah berlalu. Mira memikirkan utang budi pada Kina dan Ayahnya yang telah menyelamatkan Mira hari ini.

“Nak Mira. Sepertinya suasana hati Kina sedang buruk. Mungkin akan lebih baik, kalau kamu tidur saja.”

“Maaf, paman. Aku merepotkan kalian lagi.”

“Tidak, tidak. Tidak merepotkan sama sekali.” Paman menggelengkan kepala seraya mengumbar senyum lembutnya.

Jarang sekali melihat orang sebaik paman. Mira sempat curiga namun agaknya itu adalah dugaan yang keterlaluan. Nyatanya paman ini benar-benar berhati baik tak seperti kebanyakan orang. Mira merasa senang.

“Ya.” Ia kemudian membalas senyumannya.

Lantas pergi ke lantai atas, di mana kamar sementaranya berada di toko ini. Ia menginap bukan karena keinginannya melainkan karena permintaan paman.

***

Sementara itu, di kamar Kina.

Ia masih duduk di kursi roda sembari menghadap ke arah luar dari balik jendela kecil. Makanan yang sudah tersaji tepat berada di atas meja namun tak pernah ia sentuh sedikitpun. Terkesan tidak ada keinginan untuk mengisi perut, dan lebih memilih untuk terus memandangi arah luar tanpa tujuan tertentu.

“Kenapa sih orang itu? Selalu saja ikut campur. Apa dia tidak tahu kalau dia sendiri itu terkutuk? Siapa pula yang mau bermain denganmu? Heh!”

Tentunya hari ini membuat mood Kina semakin memburuk, terutama setelah pertemuannya dengan gadis bernama Mira. Sepanjang waktu ia habiskan dengan menggerutu, sesekali ia memukul pegangan yang ada pada kursi roda demi melampiaskan emosinya.

Dan tentu saja itu berdampak pada kedua kakinya yang telah dinyatakan lumpuh. Dua mahluk yang bersemayam di sana tampak semakin hidup, mereka bergeliat seperti ular, mata yang terang serta mulut terbuka lebar seakan senang mendengar ocehan si gadis emosian itu.

Semakin kuat perasaan negatifnya baik terhadap seseorang lain ataupun diri sendiri maka semakin kuatlah mahluk yang bisa disebut kegelapan manusia tumbuh. Mira bahkan merasakannya hingga saat ini.

***

Keesokan pagi harinya. Mira kembali pulang ke rumah lebih awal. Hari ini tidak ada sekolah, karena sebentar lagi akan tiba saatnya kelulusan. Itulah saat Mira akan mengambil kesempatan.

“Pagi, Mira. Hari ini ada apa?” tanya paman.

“Maaf. Ingin mengajak Kina.”

“Begitu. Kamu ingin memperbaiki hubunganmu dengan Kina rupanya. Baiklah tunggu sebentar.”

Mira tidak begitu berharap bahwa Kina akan mau begitu saja. Setelah apa yang ia perbuat pada Kina sewaktu malam itu.

Hasilnya,

“Hah?! Kenapa aku harus jalan-jalan bersamamu?!” pekik Kina. Reaksi yang biasa. Sesuai dugaan. Mira juga telah berpikir begitu, tapi ia tetap memaksanya. Berhubung dua mahluk di kedua kakinya kian menguat.

“Kina. Apa kamu merasa berat di bagian bawah kakimu?” tanya Mira.

“Tentu saja berat, karena aku tidak bisa menggunakan kakiku! Lalu, kenapa juga kamu memanggilku begitu akrab?” amuk Kina.

“Berat?”

Mira yang tetap mendorong kursi roda untuk membantunya. Sekaligus mereka berjalan-jalan sebentar di sekitar jalanan ini.

Tempo hari kecelakaan yang terjadi di sekitar, Mira sebagai korban. Kini jalanan sudah kembali normal karena kasus tersebut sudah ditunda. Tidak ada garis polisi atau sejenisnya di sini. Seperti dari awal tidak ada kecelakaan sama sekali.

Hal itu membuat keduanya sedikit lebih tenang karena tidak merasa terganggu.

“Kina, maaf. Aku bertanya begitu karena ada alasan tertentu. Dan bukankah aneh kalau kedua kakimu yang tidak bisa digerakkan justru terasa berat?” pikir Mira. Ia mencoba memancingnya sedikit.

“Begitukah?”

“Ngomong-ngomong kamu ternyata tidak keberatan jika aku bersamamu. Aku senang.”

“Jangan merasa senang!! Aku ikut karena permintaan konyol dari Ayahku! Dengar ya, aku sebenarnya tidak mau berjalan-jalan di pagi hari bersamamu!” pekik Kina. Suaranya yang khas benar-benar membuat telinga Mira pekak.

“Sudah, sudah. Jangan malu begitu.”

“Siapa juga yang malu?!”

“Maaf. Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja aku melihat sesuatu yang tidak kamu lihat. Jadi maklumi lah aku, Kina.”

“Kenapa juga kamu minta maaf? Aku yang berteriak,” lirih Kina.

“Eh? Apa barusan kamu mengatakan sesuatu?” tanya Mira.

“Tidak! Sudahlah! Aku mau pulang!”

“Tu-tunggu sebentar!” Sama-sama berteriak, Mira kemudian menahan pegangan kursi roda itu agar Kina tak sembarangan pergi.

Selagi ia mencoba memastikan sesuatu. Yang berkaitan dengan kedua kaki Kina. Perlahan mahluk tersebut menyusut. Akan tetapi masih tetap melekat pada kedua kaki Kina. Aura negatif yang terpancar di sekitar Kina tidak begitu meningkat seperti malam itu.

'Apa ini karena dia tidak rela kakinya lumpuh?' Pemikiran tersebut lantas terbesit dalam benaknya begitu saja.

“Apa-apaan kau?! Melihat kakiku dengan wajah begitu?!” amuk Kina. Ia berusaha menyingkir karena Mira. Dan itu membuat perubahan lagi pada kedua kakinya.

Semakin kuat saat itu menyangkut kedua kaki Kina. Dengan begini Mira sudah dapat memastikan, kecelakaan yang menimpa Kina adalah penyebab dari aura negatif itu sendiri.

Kadangkala ketidakrelaan ada karena insiden yang begitu mencengangkan. Mungkin saja berkaitan dengan apa yang ia impikan namun sekarang kandas karena salah satu anggota tubuhnya terenggut.

“Maukah kita menyebrang? Aku ingin membeli sesuatu di hari libur ini.” Tanpa menunggu jawaban, Mira langsung membawanya ke zebra cross untuk menyebrang.

Baru saja satu langkah untuk menyeberangi jalan. Kina berteriak, “TIDAK! AKU TIDAK MAU KE SANA!” Sontak saja Mira terkejut, dan kedua kakinya pun kembali seperti semula. Kegelapan pekat hampir menyelimuti seluruh tubuhnya saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!