Sebuah pulau yang indah dengan suasana pantai dan pemandangan yang memanjakan mata. Namun suasana seperti ini tidak benar-benar di nikmati oleh sepasang suami istri yang baru saja sampai dengan niatan untuk berbulan madu. Tapi tentu saja bulan madunya juga hanya sebuah sandiwara, karena pernikahan mereka pun hanya sandiwara.
"Kalau kamu mau makan, cek saja di dapur biasanya suka sudah di siapkan oleh pengurus Villa jika tahu akan ada yang berkunjung"
Zaina mengangguk, dia mengikuti suaminya yang membawa koper ke kamar utama di Villa ini. "Biar aku saja yang membereskannya Mas"
Gevin mengangguk, dia membiarkan Zaina yang membereskan barang-barang yang mereka bawa. "Aku ke dapur dulu kalau gitu"
"Iya Mas"
Gevin berlalu ke dapur Villa ini hanya untuk mengmabil minuman. Setelah itu dia berjalan keluar Villa, hanya untuk jalan-jalan di sekitar pantai saja. Rasanya sampai saat ini masih tidak percaya jika dia telah menikah dengan Zaina. Wanita yang selama ini hanya dia anggap sebagai saudara saja, tidak lebih dari itu. Namun, Gevin juga tidak bisa menyalahkan Zaina atas semua yang telah terjadi, karena pastinya gadis itu juga merasa terpaksa menikah dengannya.
Tidak tahu saja Gevin, jika Zaina menikah dengannya tanpa keterpaksaan apapun. Dia memang menginginkannya, namun sayangnya karena Gevin yang tidak menyadarinya.
"Maafkan aku Zaina, tapi aku benar-benar tidak bisa mencintaimu" lirihnya, merasa sangat bersalah pada Zaina.
Di dalam Villa, Zaina baru saja selesai membereskan barang-barang. Dan sekarang dia sedang mencari bahan masakan untuk makan malam mereka. Membuka lemari es dan mengambil beberapa bahan makanan di dalamnya.
Duduk di kursi meja makan dan mulai mengiris beberapa sayuran. Zaina menghela nafas pelan ketika dia ingat bagaimana pernikahan yang dia sangat harapkan selama ini, ternyata hanya sebuah sandiwara yang harus dia jalani.
"Aww.."
Karena terlalu banyak berpikir membuat dia tidak fokus dengan apa yang sedang di kerjakannya, hingga pisau tajam itu melukai jarinya.
"Ya ampun Za, kamu gak hati-hati si"
Gevin yang baru sampai di dapur langsung menghampiri Zaina yang sedang mencuci tangannya di wastafell dengan darah yang masih mengalir. Gevin meraih tangan Zaina dan meniupnya pelan. Hal itu membuat Zaina terdiam dengan segala perasaan dalam hatinya.
Jika kamu terus perhatian seperti ini padaku, bagaimana aku bisa melupakan perasaanku ini padamu.
"Duduk dulu, aku ambilkan obat"
Gevin mendudukan Zaina di kursi meja makan, lalu dia mengambil kotak obat di laci. Kembali lagi pada Zaina dengan membawa kotak obat itu, menarik kursi di depan Zaina dan duduk disana.
"Mana jari kamu"
Zaina langsung memberikan tangannya pada Gevin, dia menempelkan plester di jari Zaina yang terluka itu. Semua yang di lakukan oleh Gevin tidak luput dari perhatian Zaina, tentu saja dia tidak bisa menahan debaran hatinya dengan sikap Gevin ini.
"Lain kali lebih hat-hati Za, aku tidak mau karena kamu bersama denganku dalam sandiwara pernikahan ini, kamu jadi terluka seperti ini. Aku akan tetap menjaga kamu Za, karena kamu tetap temanku"
Rasanya lucu sekali dengan semua itu, dia adalah istrinya namun suaminya hanya menganggap dia sebagai teman. Benar-benar sebuah sandiwara pernikahan.
"Iya Mas, kamu tenang saja, karena aku tidak mungkin membuat diri aku terluku"
Meski hatinya sudah benar-benar terluka dengan kenyataan yang ada. Dimana dia yang harus menjadikan dirinya sebagai seorang istri jika di depan kedua orang tuanya dan orang-orang. Tapi tetap menjadi seorang teman di saat mereka hanya berdua saja.
"Kamu diam saja, biar aku yang masak"
"Memangnya kamu bisa?" tanya Zaina dengan pandangan meledek.
"Jangan menghina aku, nanti coba saja masakan aku ya"
Zaina hanya terkekeh pelan mendengar kesombongan suaminya itu. Dia menatap punggung lebar Gevin yang sedang mengaduk masakan di dalam wajan. Seandainya dia tahu bagaimana perasaan Zaina yang sebenarnya, mungkinkah Gevin masih bisa bersikap seperti ini padanya. Mungkin mereka akan merasa canggung dengan sandiwara pernikahan ini.
Lebih baik aku memendam perasaan ini selamanya. Karena tidak mungkin Gevin juga mempunyai perasaan yang sama denganku.
Zaina bisa hidup dan menikah dengan Gevin saja sudah membuatnya bahagia. Karena dengan seperti ini, maka dia dan Gevin akan bisa lebih dekat. Setidaknya Zaina bisa terus bersama Gevin, meski Gevin tidak pernah menganggapnya sebagai istri.
"Sudah jadi, mie goreng pedas ala chef Gevin"
Zaina tertawa kecil melihat Gevin yang menyimpan sepiring mie dengan prosi dua orang itu di atas meja, benar-benar seolah dia adalah seorang chef.
"Cobain deh, kamu itu adalah wanita pertama yang mencoba masakan aku ini"
Zaina tersenyum mendengar itu, dia mengmbil mie itu dan mencobanya. "Semoga enak ya, biar aku merasa beruntung karena menjadi wanita pertama yang mencoba masakan kamu ini"
"Tentu saja, kamu akan sangat merasa beruntung"
Zaina memakan mie goreng buatan Gevin itu. Dan ya, dia merasa jika untuk seorang pria, Gevin ini adalah sosok yang nyaris sempurna karena dia juga bisa membuat makanan yang cukup enak dan cocok di lidah Zaina.
"Bagaimana? Enak 'kan?"
"Ya, aku akui memang makanan buatan kamu ini enak"
"Jadi kamu beruntung 'kan menjadi wanita pertama yang mencoba masakan aku ini"
Zaina tertawa kecil, dia mengangguk mengiyakan ucapan suaminya. Dan aku beruntung bisa menjadi wanita pertama juga yang kamu nikahi, meski belum tentu aku menjadi wanita terakhir. Gumamnya dalam hati.
Selesai makan, mereka langsung mandi dan berdiam di dalam kamar Villa ini. Zaina yang duduk di sofa dekat jendela, memandang indahnya pantai di malam hari. Suara gemuruh ombak yang semakin terdengar jelas jika di malam hari seperti ini.
"Za, setelah pulang dari sini. Kita langsung ke Apartemen aku saja ya"
Zaina menoleh dan mengangguk, lalu dia kembali fokus pada pemandangan malam hari di pantai ini. Gevin juga kembali fokus pada ponsel di tangannya. Sampai dia merasa bosan, lalu menyimpan kembali ponsel di atas nakas.
"Za, kamu pindah kesini. Biar aku yang tidur di sofa"
Zaina mengangguk, dia berjalan ke arah tempat tidur, membiarkan Gevin mengambil bantal dan selimut cadangan di dalam lemari. Zaina duduk di pinggir tempat tidur, dia menatap suaminya yang sedang bersiap untuk tidur di atas sofa itu.
Bulan madu mereka hanya seperti ini, bahkan keduanya tidur terpisah. Meski masih dalam satu kamar yang sama. Tapi Zaina juga tidak bisa melakukan apapun karena dirinya yang juga tidak mungkin memaksa suaminya untuk bisa menerima dia sebagai istrinya.
Aku akan berusaha agar kamu bisa menerima aku sebagai istrimu.
Zaina merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dan malam pertama bulan madu mereka itu hanya sebatas seperti ini saja.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments