Kembali ke dalam kamar, Zaina benar-benar bingung dengan apa yang di bicarakan oleh Gevin dan Papa Gara di ruang makan tadi. Zaina menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.
"Mas, bagaimana dengan rencana Papa kamu itu? Kita tidak mungkin menjalani bulan madu dengan pernikahan yang hanya sebatas sandiwara itu"
Hatinya benar-benar tersayat ketika mengucapkan perkataan itu. Dia tahu bagaimana dirinya yang seharusnya senang dengan rencana bulan madu ini. Tapi rasanya malah sangat menyakitkan, ketika Zaina mengingat jika pernikahan ini hanyalah sebuah sandiwara.
"Tidak papa, agar mereka tidak curiga. Kita lakukan saja apa yang mereka inginkan. Itung-itung jalan-jalan saja, nanti di sana kita tetap menjadi teman"
Zaina tersenyum miris dengan ucapan suaminya itu. Tentu saja dia terlalu banyak berharap dengan pernikahan ini. Namun ternyata dia harus di bangunkan dengan kenyataan yang tidak seperti apa yang dia harapkan.
"Sekarang tdiurlah, kamu pasti lelah setelah acara seharian ini"
Zaina mengangguk, dia berjalan ke arah tempat tidur dan merebahkan tubuhnya disana. Menatap Gevin yang mengambil selimut di lemari. Gevin berjalan ke arah tempat tidur, tubuhnya sedikit membungkuk di dekat tubuh Zaina. Mengambil bantal di sebelah Zaina, tidak sadar jika posisinya begitu dekat dengan Zaina.
Zaina sampai menahan nafas ketika dia melihat kepala Gevin yang berada dekat sekali dengan dirinya. Apalagi ketika Gevin sedikit menolehkan wajahnya sekilas pada Zaina. Bena-benar membuat Zaina terkejut dan tidak bisa menahan diri untuk tidak berdebar.
"Tidurlah, aku akan tidur di sofa"
Zaina mengangguk, dia menatap Gevin yang berlalu ke arah sofa tanpa terlihat gugup sekalipun seperti apa yang dia rasakan saat ini. Membuat Zaina sadar jika suaminya itu memang tidak mempunyai perasaan apapun.
Ternyata memang tidak ada rasa sedikit pun dalam hatinya.
Zaina merebahkan tubuhnya dengan membelakangi Gevin yang tertidur di sofa. Tak terasa air mata menetes mengenai bantal. Tidak bisa menutupi kesedihan tentang sandiwara pernikahan yang dia alami saat ini.
Kuatkah aku Ya Tuhan.
Malam pertama dalam pernikahan, dia harus tidur terpisah dengan suaminya. Sama sekali tidak seperti malam pertama pernikahan yang banyak orang lain alami. Namun malam pertamanya, dia tidak merasa kebahagiaan yang dia bayangkan. Namun luka dan rasa sakit yang dia rasakan.
Apa memang sesakit ini untuk mencintai.
Jika bisa, Zaina ingin menghilangkan perasaannya pada Gevin agar dia tidak begitu terluka dengan sandiwara ini. Namun nyatanya Zaina tetap tidak bisa menghilangkan perasaan cintanya pada Gevin. Dia sudah terlanjur mencintainya dengan tulus.
######
Pagi ini Gevin terbangun, dia memegang lehernya yang pegal. Tidur di atas sofa membuat dia sedikit tidak nyaman. Gevin menatap ke arah tempat tidur, istrinya sudah tidak ada disana. Gevin berjalan ke ruang ganti, masuk ke kamar mandi untuk segera bersih-bersih.
Ketika Gevin selesai mandi, dia terdiam melihat pakaian ganti yang sudah siap untuk dirinya. "Dia menyiapkan semuanya untuk aku, padahal tidak seharusnya dia melakukan ini. Karena aku tidak akan menuntut apapun dari dia atas pernikahan ini. Aku tahu jika menjalani pernikahan tanpa cinta tidak perlu mengharapkan apapun"
"Mas, di panggil Papa"
Gevin langsung menoleh dan melihat Zaina yang sedang berdiri di ambang pintu. Cukup terkejut juga dengan kehadiran istrinya yang tiba-tiba itu.
"Iya sebentar, aku mau ganti baju dulu"
Zaina mengangguk, dia menutup kembali pintu ruang gantii. Menghela nafas pelan, dia jelas mendengar apa yang di ucapkan oleh suaminya itu. Namun dia terlihat biasa saja, dia mencoba untuk terbiasa dengan semua ini.
"Kamu pasti bisa Zaina, yakin kalau kamu bisa mempertahankan pernikahan ini dan menjadikan pernikahan ini sebagai pernikahan yang nyata, bukan hanya sandiwara"
Zaina kembali ke lantai bawah dan menemui Ibu mertuanya. Zaina masih merasa bersyukur ketika mertuanya yang begitu baik padanya.
"Dimana Gevin, Za?"
"Lagi pake baju dulu Bu"
Zaina membantu Ibu mertuanya untuk menata makanan di atas meja, untuk sarapan pagi ini. Adik Iparnya datang, Genara sudah siap dengan pakaian rapi. Mungkin dia akan pergi kuliah.
"Wah pagi ini cerah sekali ya, mungkin karena ada pengantin baru di rumah ini"
Zaina hanya tersenyum tipis mendengarnya, tentu kata pengantin baru untuknya tidak berarti apa-apa. Karena kenyataannya dia tidak menjalani pernikahan yang semestinya. Semua ini hanya sebuah sandiwara.
"Bagaimana malam pertamanya, Kak?" tanya Genara sambil menatap lekat pada Zaina.
"Anak kecil tidak usah tahu" sambar Gevin yang baru saja datang di ruang makan itu. Zaina menghela nafas pelan, karena dirinya merasa terselamatkan oleh Gevin atas pertanyaan Genara barusan.
Genara cemberut ketika Kakakya datang dan mengacak rambutnya yang sudah rapi. "Aku sudah besar Kak, bukan anak kecil lagi"
Gevin hanya tersenyum tipis mendengar ucapan adiknya itu. Gevin duduk di samping istrinya, dia mengelus kepala Zaina, lalu meraih tangannya yang berada di atas meja. Apa yang Gevin lakukan ini benar-benar persis seperti seorang suami baru saja yang menikah.
Tidak tahu saja jika apa yang dia lakukan itu berhasil membuat Zaina semakin tidak bisa menahan perasaannya. Namun Zaina harus tetap bisa memerankan sandiwara pernikahan ini dengan sangat baik. Jadi jangan sampai dia terlihat gugup dengan apa yang di lakukan oleh Gevin.
"Gevin, Papa sudah jadwalkan keberangkatan kalian nanti siang. Jadi setelah dari sini, kalian tidak perlu kembali dulu ke Apartemen, tapi lebih baik langsung berangkat untuk bulan madu saja"
"Baik Pa"
Zaina hanya menunduk dengan makanan yang dia kunyah itu. Makanan yang entah kenapa terasa hambar dan bahkan sangat sulit untuk dia telan. Zaina memikirkan bagaimana nanti mereka disana, saat mereka menjalani bulan madu bersama. Sungguh tidak bisa terbayangkan oleh Zaina tentang hal itu.
Dan siang ini, mereka benar-benar berangkat untuk bulan madu. Di dalam pesawat, Zaina hanya menatap keluar jendela, menatap awan putih yang terlihat begitu sangat dekatnya. Sama sekali tidak berbicara atau mengobrol dengan suaminya yang jelas duduk di sampingnya. Mungkin orang-orang yang melihatnya akan beranggapan jika mereka adalah sepasang suami istri yang sedang bertengkar.
"Kita pergi hanya satu minggu saja, tapi sepertinya aku bisa mempercepatnya hingga hanya tiga hari saja. Karena tidak mungkin juga kita berada disana terlalu lama, kita 'kan bukan untuk berbulan madu seperti yang di rencanakan Papa dan Ibu"
Zaina menoleh dan tersenyum, meski hatinya begitu terluka dengan ucapan Gevin barusan. Namun dia tetap menunjukan senyumnya pada Gevin.
"Terserah kamu saja Mas, aku menurut saja apa kata suamiku"
Deg..
Ada sebuah debaran aneh dalam hati Gevin, ketika dia mendengar Zaina memanggilnya dengan sebutan suamiku.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
uyhull01
hal hal kecil sperti itu yng akan bikin kmu mngingatnya Vi ,
2023-06-06
0