Bab 2 Curiga

"Sekarang ini, Mawar akan tinggal di rumah ini Bun. Jadi Rara bisa menganggap Mawar sebagai kakak perempuannya," jawab Rendra yang memberitahukan kepada Nindy, tentang tujuannya yang mengajak Mawar pulang ke rumahnya. Karena ia mau mengajak Mawar tinggal bersamanya.

Degh.

"Kenapa Mas Rendra tidak memberitahukan kepadaku terlebih dahulu? Dan langsung memutuskan mengajak Mawar tinggal di rumah ini. Sepertinya, aku harus berbicara dengan Mas Rendra," batin Nindi yang ingin mengetahui semuanya, dengan cara menanyakan langsung pada Rendra suaminya.

"Kak Arsen dan Rara, ajak main kak Mawar dulu ya. Nanti hadiah dari Ayah akan di antarkan oleh Bibi ke kamar kalian," ucap Nindi yang menyuruh kedua anaknya dan juga Mawar. Untuk pergi dari ruang tamu. Karena ia ingin berbicara dengan Rendra suaminya secara empat mata.

"Iya Bun," balas kedua anaknya.

"Yuk kak, kita main ke kamarku," ajak Rara sambil memegang tangan Mawar.

Mawar menanggapi ajakan Rara, dengan mengagukkan kepalanya. Mereka bertiga pun pergi meninggalkan ruang tamu, dan segera masuk ke dalam kamar untuk bermain di sana.

"Bi, Bi Narsih ..." teriak Nindi yang memanggil Bi Narsih pembantunya.

"Iya Nyonya," sahut Bi Narsih yang datang menghampiri majikannya.

"Bi tolong ambilkan oleh-oleh di dalam mobil, terus bawa ke dalam kamar anak-anak. Nanti Bibi jagain anak-anak, yang sedang bermain di dalam kamar," perintah Nindi pada Bi Narsih.

"Baik Nyonya," balas Bi Narsih yang segera pergi menuju mobil Rendra, yang terparkir di depan rumah. Untuk mengambil oleh-oleh di dalam bagasi mobil Rendra, dan ia akan membawa oleh-oleh itu ke dalam kamar kedua anaknya Nindi dan Rendra.

Setelah kepergian Bi Narsih, kini Nindi menatap tajam ke arah mata suaminya. Karena ia  ingin meminta penjelasan dari Rendra suaminya, yang tiba-tiba mengajak Mawar tinggal bersama mereka tampa memberitahukan kepadanya terlebih dahulu.

Rendra yang melihat tatapan mata Nindi, yang menatap tajam ke arahnya. Ia memutuskan untuk segera pergi meninggalkan Nindi, tanpa berpamitan kepadanya.

"Pasti Nindi mau menanyakan tentang Mawar. Sebaiknya aku masuk ke dalam kamar, untuk menghindari pertanyaan Nindi," batin Rendra yang segera pergi meninggalkan Nindi tanpa berpamitan.

"Mas, kamu jangan pergi dulu. Aku ingin berbicara denganmu," ucap Nindy sambil memegang tangan suaminya, yang akan pergi meninggalkannya.

Rendra  menghentikan langkah kakinya, yang akan masuk ke dalam kamar.

"Apa yang mau kamu bicarakan dengan Mas, Sayang? Kamu kangen sama Mas ya?" tanya Rendra sambil menengok ke arah Nindi, yang berada di belakangnya.

Rendra pun segera memeluk Nindi, ia berharap dengan cara itu bisa membuat Nindi tidak menanyakan tentang Mawar, yang akan tinggal di rumahnya.

"Kenapa Mas mengajak Mawar tinggal di sini? Emangnya dia itu siapa?" Nindi yang penasaran langsung menanyakan tentang Mawar, sambil melepas pelukan dari Rendra suaminya.

"Mawar itu anak Adit teman kerjaku. Adit dan istrinya menitipkan Mawar padaku ..."

"Kenapa teman Mas menitipkan anaknya sama Mas? Memangnya teman Mas tidak mempunyai keluarga. Sampai harus menitipkan anaknya sama Mas?" Nindi menyela jawaban Rendra, yang mau saja menitipkan anak teman kerjanya, tanpa memberitahukan tentang hal itu kepadanya terlebih dahulu.

"Kamu dengarkan dulu penjelasan, Mas. Jangan langsung menyela ucapan Mas, yang belum selesai berbicara. Istri temannya, Mas. Sedang dirawat di rumah sakit, dan tidak ada orang yang menjaga Mawar. Karena keluarga temannya Mas jauh. Maka dari itu, Mas memutuskan untuk mengajak Mawar tinggal di sini bersama kita. Maaf sayang, Mas belum sempat memberitahukan tentang ini padamu. Mas harap kamu mengijinkan Mawar tinggal di sini," jawab Rendra sambil memegang tangan Nindi. Karena ia berharap, Nindi mengijinkan Mawar tinggal di rumahnya.

"Sampai kapan dia tinggal di sini, Mas?" tanya Nindi lagi.

"Mawar tinggal di sini cuman sementara saja kok, sampai ibunya sembuh dan pulang dari rumah sakit. Apakah kamu mengijinkan Mawar tinggal bersama kita?" jawab Rendra sambil bertanya balik pada Nindi.

"Ya sudah. Tapi beneran ya, cuman sementara saja," ucap Nindi yang mengijinkan Mawar tinggal di rumahnya.

Nindi yang awalnya senang bisa bertemu dengan suaminya, kini malah pergi meninggalkan suaminya seorang diri. Karena ia benar-benar di buat kaget dengan kedatangan Mawar, yang di bawa pulang oleh suaminya.

Saat Nindy akan pergi ke dalam kamar anaknya, ia mendengar suara keributan di dalam kamar anaknya.

"Ini punyaku. Kak Mawar jangan mengambilnya," ucap Rara yang berusaha merebut boneka yang di pegang oleh Mawar.

"Iya, itu punya adikku. Kamu ambil mainan yang lain saja," timpal Arsen yang membela Rara adiknya.

"Rara itukan banyak bonekanya, aku cuman minta satu saja masa tidak boleh sih. Pokoknya aku mau boneka ini," sahut Mawar yang bersikeras menginginkan boneka milik Rara.

"Tidak boleh, ini punyaku!"

"Boneka ini sekarang punyaku."

"Itu boneka punyaku. Jangan di ambil!"

"Ini boneka punyaku."

Rara dan Mawar saling menarik boneka, mereka berdua bersikeras dengan keinginannya yang menginginkan boneka yang sama.

"Aduh, Non Rara sama Mawar jangan berebut boneka seperti itu. Di kamar ini masih banyak boneka dan mainan yang lainnya, jadi jangan berebut." Bi Narsih berusaha melerai mereka berdua, yang tidak mau melepaskan boneka itu.

"Gak mau, ini punyaku." Mawar tetap bersikeras menginginkan boneka milik Rara.

"Tapi boneka itu punyaku, lepaskan!" Rara juga berusaha merebut boneka yang di pegang Mawar.

"Ada apa ini?" tanya Nindi yang baru masuk ke dalam kamar anaknya. Karena mendengar suara keributan di dalam kamar anaknya.

"Bunda, boneka Rara di ambil sama kak Mawar." Rara mengadu pada Nindi sambil berderai air mata. Karena boneka miliknya di ambil oleh Mawar.

"Aku cuman pinjam satu boneka saja. Tapi Rara dan Arsen tidak meminjamkan boneka untukku, Tante." Mawar mengatakan itu sambil melemparkan boneka ke arah Rara, dan ia segera keluar kamar sambil menangis.

"Kak Arsen, Rara. Bunda kan sudah bilang, kalian berdua ajak Mawar bermain bersama. Tapi kenapa jadi berebut mainan seperti ini?" tanya Nindi pada kedua anaknya.

"Kak Mawar duluan Bun, yang mengambil boneka punyaku. Aku tidak mau memberikan boneka ini kepadanya. Karena boneka ini hadiah ulang tahunku dari Ayah," jawab Rara sambil mengambil boneka yang terjatuh, dan memeluk boneka yang di inginkan oleh Mawar.

"Mungkin maksud kak Mawar itu pinjam boneka, bukan mau mengambil boneka Rara," ujar Nindi yang berusaha meluruskan.

"Tidak Bun. Kak Mawar memang menginginkan boneka punyaku, tuh buktinya tangan bonekanya rusak." Rara memperlihatkan bonekanya, yang rusak akibat saling tarik dengan Mawar.

"Yang di katakan Rara benar, Bun. Kak Mawar memaksa Rara memberikan boneka itu kepadanya," timpal Arsen yang membela Rara.

"Boneka pemberian dari Ayah. Jadi rusak seperti ini, Bun." Rara bersedih melihat bonekanya yang rusak.

"Sudah, sudah Rara jangan menangis. Nanti boneka yang rusak, akan Bunda jahit. Toh itu hanya sedikit saja yang rusaknya. Kalian berdua main lagi di sini, tapi ingat! Jangan berantem," kata Nindy sebelum ia keluar dari kamar. Untuk bertemu dengan Mawar, yang sudah lebih dulu keluar dari kamar anaknya.

Saat Nindy akan menghampiri Mawar, ia mendengar pembicaraan antara suaminya dengan Mawar.

"Mawar kenapa menangis?" tanya Rendra pada Mawar, yang datang menghampirinya sambil berlinang air mata.

"Mawar mau pinjam boneka punya Rara, tapi Rara dan Arsen tidak meminjamkannya. Papa tolong belikan Mawar boneka seperti Rara yah," jawaban Mawar yang meminta di belikan boneka pada Rendra membuat Nindy kaget. Karena ia mendengar ucapan Mawar, yang memanggil Rendra dengan sebutan Papa.

Degh.

"Kenapa Mawar memanggil Mas Rendra dengan sebutan Papa?"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!