Sementara itu masih di rumah sakit yang sama tapi beda lantai,
Zeevan didalam kamar inapnya mulai gelisah lantaran sang mommy tak lekas kembali, hanya ada Daddy Devan yang tengah sibuk memainkan ponselnya . Meski sedang liburan namun Daddy Devan tetap memantau langsung laporan perusahaan yang dikirim via e mail oleh sang asisten kepercayaan.
"Dad, dimana mommy.. " ucap Zee yang tidak bisa tidur,
"Mommy sedang menemani Vanya, gadis yang kamu tabrak. Why ? " tanya Daddy Devan tanpa Mengalihkan fokusnya dari layar ponsel.
"Heumm Dad.. bagaimana kondisi mereka saat ini, a.. aku.. "ucapan Zee terpotong merasa ragu menanyakan hal tersebut.
"Vanya baik baik saja hanya mengalami luka ringan dan trauma pasca kejadian, Ayahnya kini sedang di rawat di ruang intensif karena penyakit bawaan yang ternyata selama ini bersarang ditubuhnya lalu Ibu gadis itu, meninggal di dalam ruang penanganan. " ucap Daddy Devan sesekali melirik sang putra yang menekuk wajahnya.
"Apa menurut Daddy, mereka akan menuntut ke jalur hukum ?" Zee tampak melangkah mendekati tempat duduk sang ayah.
"Bisa saja, atau juga kita selesaikan lewat jalur kekeluargaan. Biasanya orang orang dengan kasta rendah seperti mereka akan menerima jalan damai jika kita menuruti keinginan mereka. Tapi apapun itu kamu akan tetap menanggung akibat dari perbuatanmu sendiri son, jadi.. " Ucapan Daddy Devan terjeda saat terdengar suara pintu kamar dibuka dari luar.
Kedua pria itu menoleh bersamaan, ternyata dokter Made. Dokter Made menyampaikan jika pasien bernama Beni telah siuman dan ingin bertemu pihak keluarga dari pelaku penabrakan.
"Dad.. " tampak Zee meragu saat harus mengikuti langkah kaki sang ayah dan dokter ke arah lantai tempat ruangan intensif steril berada.
"Everything is gonna be fine son, come on. " Daddy Devan meraih tangan sang putra lalu berjalan bergandeng beriringan.
Tiba di lorong lantai khusus tempat ruanga perawatan steril, dokter Made meminta Ayah dan Anak tersebut untuk bersiap.
Usai mengenakan pakaian medis steril sekali pakai, kini Dokter Made, Daddy Devan dan Zee berdiri di dekat ranjang pasien yang tampak membuka lemah kedua matanya.
"Tuan Beni, perkenalkan ini adalah tuan Sanders dan putranya. Mereka adalah pihak keluarga yang akan siap menerima segala tuntutan yang anda ajukan. " dokter Made berucap pelan dan sopan sembari membantu menaikkan sedikit ranjang pasien agar dalam posisi setengah duduk.
Tampak bapak Beni menatap lemah satu persatu dua pria di hadapannya. Sorot netra pak Beni tampak sedih, guratan keriput disekitar wajah semakin menandakan betapa rapuhnya beliau.
"Kami sangat meminta maaf, dan kami berjanji akan mengabulkan apapun keinginan anda pak. Mau itu lewat jalur hukum atau kekeluargaan yang pasti semua masalah harus segera di selesaikan secara damai. " ucap sopan Daddy Devan.
"Ughuk.. saya sangat sedih kala mendengar berita tentang istri saya yang meninggal dunia diruang operasi. Saya merasa gagal menjadi pelindung keluarga kecil saya, terlebih kondisi saya sekarang ini yang.. ughuk.. bisakah saya meminta satu hal pada anda tuan ?" ucap lemah pak Beni yang terdengar pelan tapi berusaha tegar sambil menatap lekat kearah Zee yang menunduk usai beradu pandang.
"Katakan pak.. apapun itu demi selesainya permasalahan ini bagi dua belah pihak.. " Daddy Devan mendekatkan diri saat pak Beni ingin membisikkan sesuatu.
Entah apa yang pak Beni bisikkan pada Daddy Devan tapi saat ini Zee tampak mengkerutkan sedikit keningnya meraba raba apa yang akan terjadi nanti.
Daddy Devan tampak mengangguk serius sesaat sebelum menarik diri dan kembali berdiri ke posisi semula.
"Saya akan penuhi keinginan anda pak, dan sebagai buktinya asisten saya akan membuatkan surat pernyataan secara resmi dan sah. Saya selaku ayah dari Zeevan Sanders pasti akan bersikap tegas dan adil percayalah. " senyum tegas Daddy Devan membuat Zee sang putra semakin penasaran.
Apa yang sebenarnya terjadi.. batin Zee pensaran.
Selanjutnya pak Beni tampak kembali berbaring dengan perasaan yang lebih tenang setidaknya masa depan putri kesayangan semata wayang akan terjamin seandainya harus menyusul sang istri pak Beni sudah merasa siap.
Maafkan bapak Vanya, semoga kamu bisa menerima keputusan bapak secara legowo. Gusti sang hyang widhi akan senantiasa menyertaimu anakku.. batin pak Beni yang sejurus kemudian tampak kembali beristirahat memejamkan mata dengan nafas teratur.
Ketika kembali ke ruang inap, Zee memberanikan diri bertanya pada sang ayah, "Dad, apa yang kalian bicarakan tadi ? kesepakatan apa sih ? "
"Tunggu saja besok, saat asisten Daddy tiba kamu akan tahu." Daddy Devan terkekeh sedikit menggoda sang putra yang masih penasaran.
"Jangan memutuskan hal yang aneh aneh tentangku tanpa persetujuan dariku Dad, aku serius. " respon Zee membalas kekehan sang Daddy.
Sampai menjelang pagi mommy Lucy tak juga kembali ke ruang inap sang putra. Zee yang gelisah lantaran tidak bisa tidur mencoba mencari sang mommy keruang inap gadis yang malang itu.
Vanya.. ya aku akan ingat nama itu baik baik.. batin Zee sambil melenggang santai menuju lantai lain tempat Vanya dan sang mommy berada.
Sementara itu, Mommy Lucy sejak lima belas menit yang lalu sudah terbangun lantaran merasakan pergerakan dari ranjang pasien.
Mommy Lucy yang tertidur sambil duduk dikursi mengerjapkan mata berkali kali saat bertanya pada Vanya yang ternyata ingin kekamar mandi.
Selesai dari kamar mandi Vanya kembali duduk disebuah sofa bersama mommy Lucy. Temaram sinar jingga tampak dari luar jendela rumah sakit pertanda matahari mulai terbit.
"Tante.. bagaimana dengan proses pemakaman ibuku ? apa aku bisa ikut mengantarkan beliau ke pusara peristirahatan terakhirnya ?" tanya Vanya sendu menatap keluar jendela.
Mata sembab tidak bisa disembunyikan, Vanya benar benar puas menangis sejak semalam dan kini hatinya harus bisa belajar mengikhlaskan agar sang ibu juga tenang di alam keabadian.
"Asal kamu berjanji, tidak akan histeris atau emosional maka aku akan dampingi kamu sampai ke pusara orang tuamu. Tapi kalau kamu tidak bisa maka sebaiknya kamu tetap dikamar ini saja. " ucap mommy Lucy keibuan sambil menepuk lembut pucuk kepala Vanya.
"Aku pasti bisa menahan diri tante, aku akan berusaha ikhlas meski sulit tapi aku tidak mau ibuku sedih melihat aku terus menangis. " Vanya tersenyum dan senyuman kali ini terlihat sangat manis.
Baru saja mengakrabkan diri dengan tante baik hati yang sejak semalam menemani dirinya tiba tiba terdengar suara kaki yang melangkah masuk usai memutar kenop pintu tanpa permisi.
"Mommy !!"
Suara seorang pria bule muda yang tampan membuat Vanya membelalakkan netranya, bukan karena tahu jika pria itu adalah pelaku penabrakan tapi jujur saja jarang sekali Vanya melihat pria setampan itu.
Astaga Gusti Sang Hyang Widhi, ganteng sekali..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
🦋⃟Fly🍾⃝Kͩᴀᷞᴛͧɪᷡᴇͣ
up lagi dong thor.. semangat👍
2023-06-02
2