Situasi didalam ruang tindakan operasi darurat tidak selancar yang seharusnya, kondisi ibu Rahma mengalami penurunan usai ditemukan pendarahan di bagian dalam kepala yang merusak sistem syaraf dibagian belakang otak.
Selain itu pada bagian punggung yang awalnya hanya tampak lebam lecet ternyata juga terdapat patah di beberapa bagian tulang, operasi yang seharusnya berlangsung kurang dari tiga jam kini sudah lebih dari enam jam dan lampu operasi diatas pintu ruang tindakan belum juga padam.
Hal yang sama namun sedikit berbeda, Bapak Beni sudah dipindahkan keruangan intensif dengan beberapa peralatan medis yang masih menempel ditubuh.
Luka yang dialami pak Beni mampu diatasi dengan baik hanya saja sayangnya, pak Beni menderita penyakit bawaan yang membuat dirinya tidak bisa langsung dipindah ke ruang perawatan justru harus mendapatkan penanganan intensif disebuah ruangan steril khusus yang tidak seorangpun boleh masuk kecuali tim medis.
Sedangkan Vanya..
Sudah sejak satu jam yang lalu dia sadarkan diri namun kondisinya seakan mengalami rasa trauma yang membuat Vanya tidak mau merespon dokter yang menangani.
Vanya hanya terbaring dengan pandangan kosong menatap langit langit kamar yang berwarna biru pucat , seakan Vanya belum bisa menerima kejadian naas yang dialami keluarganya.
Hiks.. hiks...
Perlahan Vanya mulai terisak kala teringat bagaimana saat kecelakaan itu terjadi,
..."Awas !!!" teriakan bapak kala itu yang seketika membuat ibu memeluk Vanya yang juga terkejut lantaran sebuah mobil melaju terlalu kencang dan tiba tiba menghantam mereka sekeluarga....
Sebelum pingsan Vanya sempat melihat bagaimana bapak dan ibu tetap tersenyum meski tubuh mereka pasti menahan sakit yang luar biasa demi melindungi dirinya.
"Bapak~ Ibu~ hiks.. " Vanya mulai menangis, suara sesegukan mengiringi air mata yang semakin membasahi wajahnya.
Sekelebat ingatan tentang perayaan hari ulang tahun yang sederhana namun meriah, semakin membuat Vanya larut dalam rasa kesedihan dan tiba tiba saja..
"Bapak~ Ibu~ Aku harus mencari dimana mereka di rawat. " Vanya berjalan tertatih dengan selang infus yang masih menancap dan beberapa luka berbalut perban di tangan dan kepala.
Sepi..
Lorong rumah sakit tempat kamar Vanya berada sepi dan itu semakin membuat Vanya kebingungan kemana dia harus bertanya untuk menemukan kamar rawat kedua orang tuanya.
Perasaan cemas, gelisah bercampur khawatir Langkah Vanya yang tertatih itu tertahan saat sepasang orang dewasa bersama seorang dokter berjalan menuju kearahnya.
"Dok.. Dokter !! tolong bantu saya menemukan kamar rawat bapak dan ibu dok, tolong... hiks... " lirih Vanya berucap tak mampu menahan emosi kesedihannya.
"Nak, tenangkan dirimu ayo kita kembali ke kamarmu dan bicara. " ucapan lembut seorang wanita paruh baya yang cantik dan sangat keibuan.
"Tante.. tolong antarkan saya ke tempat resepsionis, saya harus mencari keberadaan bapak dan ibu, kami kerumah sakit ini bersama harusnya berada diruangan yang sama tapi saya tidak menemukan mereka huhuhuuu..." Vanya lagi lagi menangis tapi kali ini sebuah pelukan hangat seolah mengurangi sedikit kecemasan yang Vanya rasakan.
Pasangan orang dewasa itu adalah Lucy dan Devan Sanders, orang tua dari pelaku kejadian.
"Sshhh.. tenang ya semua pasti akan baik baik saja, ayo.. " Mommy Lucy membantu memapah Vanya kembali ke kamarnya.
Sedangkan Devan Sanders berjalan dibelakang bersama seorang dokter yang diperintahkan secara khusus untuk merawat Vanya.
Daddy Dev dan dokter sempat saling melempar pandang usai masuk ke dalam ruang perawatan.
Vanya di rawat di kamar VIP, tentu saja keluarga Sanders yang menanggung semua biayanya tanpa sepengetahuan Vanya yang bahkan tidak mungkin menyadari hal tersebut.
Kini Vanya sudah kembali duduk diatas ranjang pasien dengan mommy Lucy yang menggenggam erat tangan Vanya seolah menyalurkan kekuatan.
"Nak.. kami memiliki kabar bersangkutan dengan kedua orang tuamu, Pasien bernama Beni saat ini tengah mendapatkan perawatan intensif di ruang steril. Kondisi pasien stabil meski memiliki riwayat penyakit bawaan namun tindakan operasi berjalan dengan lancar. " ucap sang dokter berusaha mengatakan dengan cara yang sehalus mungkin agar jangan sampai Vanya semakin histeris emosional.
"Hiks~ bapak~ huhuhuuu... " Vanya menangis lagi tersedu dan mommy Lucy masih senantiasa menguatkan lewat usapan lembut di punggung tangan.
Ketiga orang dewasa itu kembali saling tatap seolah saling meyakinkan satu sama lain jika satu lagi berita tentang ibu pasien yang harus di sampaikan,
"Dan untuk pasien ibu Rahma, maaf tapi beliau tidak bisa diselamatkan. Tim dokter sudah berusaha lebih dari yang seharusnya namun pendarahan dibagian kepala merusak susuan syaraf otak dan itu membuat pasien gagal merespon hingga meninggal dunia saat masih dalam ruang tindakan. " ucapan dokter terdengar seperti suara petir yang menggelegar memekakan telinga,
NGIIINGGGG..
Vanya seperti tersetrum aliran listrik dahsyat dan membuat tubuhnya mematung tak percaya, "ibu~ ibu pasti baik baik saja kan dok, apa dokter sedang bercanda karena ini adalah hari ulang tahun saya ? hahahaaa itu sama sekali tidak lucu dokter !!"
Sekejap ekspresi Vanya seperti ingin menangis lalu sekejap lagi tertawa menganggap apa yang diucapkan dokter hanyalah bualan semata.
"Ibu dan bapak pasti Selamat kan dok, ayolah bawa saya menemui mereka. Bapak dan Ibu memang sering bercanda dirumah tapi kali ini candaan mereka sama sekali tidak lucu. Hahahaa.. saya harus memastikan langsung, tolong bawa saya menemui mereka dokter. " tubuh Vanya gemetar berusaha menutupi kabar buruk yang disampaikan dokter tentang kedua orang tuanya.
Nafas Vanya terasa sesak naik turun, seperti dirinya ingin menolak semua fakta yang terjadi lalu tiba tiba ,
Brugh..
Tubuh Vanya terkulai pingsan tepat ke arah mommy Lucy yang kemudian dengan sigap menangkap punggung Vanya.
Daddy Devan dan dokter juga sigap membenarkan posisi pasien lalu menyuntikkan satu dosis cairan obat penenang lewat selang infus.
"Kasihan sekali gadis kecil ini, dalam satu kejadian dia harus kehilangan sosok ibu yang pasti sangat dia sayangi. Sayangku... " Mommy Lucy menatap sang suami dengan netra penuh harap harap cemas.
"Kita akan lakukan yang terbaik sayang, kamu ingin menunggui gadis kecil ini atau ikut aku kembali ke kamar Zee ?" suara Daddy Devan selalu terdengar lembut dan hanya pada mommy Lucy dia bersikap selembut itu.
"Dokter, pastikan pasien ini beserta ayahnya mendapatkan perawatan terbaik, soal administrasi anggap saja beres. Asistenku akan mengurus semuanya. " tatap tajam Daddy Devan membuat dokter mengangguk hormat setuju.
"Baik tuan Dev, lalu bagaimana dengan proses pemakaman pasien bernama Rahma apakah kita tunggu pasien ini sadar atau kita lakukan tindakan sekarang juga ?" jasad ibu Rahma masih bersemayam di kamar jenasah.
Pihak rumah sakit masih menunggu keputusan selanjutnya karena tim medis tidak berani mengambil tindakan tanpa persetujuan pihak keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
mama Al
ya Allah yang sabar Vanya
2023-06-24
2
🦋⃟Fly🍾⃝Kͩᴀᷞᴛͧɪᷡᴇͣ
pasti tuh hari paling sedih disaat hari ultah nya yang seharusnya bahagia harus kehilangan ibunya tuk selamanya🥺🥺.. lanjut semangat💪👍👍
2023-06-02
1