Malam Pertama

...Air mata, kenapa kau selalu memaksa untuk keluar....

...Tidak tahukah, kalau aku ingin menyunggingkan senyum dibibir....

...Jika seperti ini, bagaimana caranya aku bisa tersenyum....

...Saat mata dan hatiku selalu saja tak pernah setuju....

...Benarkah, apa yang aku lakukan?...

...Salahkah, jika aku memilih jalan terjal demi setitik cahaya kebahagiaan?...

...Hati, berbahagialah! Karena saat kamu bahagia, mulut akan tersenyum dan mata akan menyipit....

...-Viona Kamelia-...

...-------------------------------------------------------------------...

Sehari rasanya seperti sebulan. Ah, bahkan ini semua belum genap sehari dia di rumah itu. Tapi rasanya, ia sudah merindukan hari-harinya bersama sang ibu, setiap waktunya yang ia habiskan untuk bekerja. "Tunggu, Vio. Saat ini kamu juga sedang kerja, bukan?" katanya menyemangati diri sendiri.

"Ya, aku harus semangat. Demi pengobatan ibu, agar cepat sembuh," sambung gadis yang saat ini sudah berganti pakaian dan berdiri di depan jendela kamar.

Entah sampai kapan dia di rumah itu, bisa dibayangkan jika malam nanti ia mulai melayani Ethan, dan bulan depan sudah langsung hamil. Bisa di pastikan ia hanya akan sepuluh bulan saja di sana. Namun, jika sampai bulan depan dia belum juga mengandung, maka, akan lebih lama lagi.

Lagi-lagi wanita cantik yang mengenakan jilbab instan itu mengembuskan napas kasar. Sebenarnya ia masih sedikit heran, saat bisa-bisanya tanpa menanyakan kepadanya, namun di lemari kamar itu sudah penuh dengan baju yang sangat ia sukai. Yaitu celana yang tidak ketat dan atasan yang longgar, juga jilbab instan yang pastinya mudah saat di pakai sehari-hari. Satu lagi, da la man yang sangat ngepas, sesuai ukurannya.

"Bu Erina benar-benar sudah memikirkan segalanya, bahkan menyiapkan dengan baik semuanya. Sebenarnya, kenapa bu Erina tidak bisa hamil? Benar-benar mandul, kah?"

Ia memutar tumit dan mencoba untuk kembali duduk di ranjang, ia lantas membuka ponselnya. Begitu banyak pesan yang menanyakan dirinya, kenapa tidak lagi bekerja. Namun, semuanya ia balas dengan kata, [aku pindah tempat.] begitu balasan yang ia berikan pada semua temannya di toko kue.

Kendati banyak lagi pernyataan yang diajukan oleh teman-temannya, namun ia hanya tanggapi dengan emot senyum.

Hingg akhirnya, malam menyapa. Seharian ini gadis itu menuruti apa yang Ethan perintahkan. Dia tidak membantu para asisten rumah tangga, ia hanya turun saat waktu makan tiba. Walaupun, dia tidak selera, namun, tetap saja meski sedikit ia paksa untuk memasukan nasi ke dalam mulutnya.

Tidak akan ia biarkan tubuhnya sampai sakit dan akan merepotkan Erina juga Ethan. Terlebih pasti akan memperlama waktunya di sana.

Saat jam delapan tiba, di mana dia baru saja selesai shalat isya. Ia mendengar suara mobil berhenti di bawah sana. Bisa dipastikan kalau itu adalah Ethan, suami kontraknya.

Rasanya gadis itu deg-degan tidak karuan. Dia juga seperti masih tidak rela untuk melakukan hubungan suami-istri dengan lelaki yang jauh lebih tua darinya. Tapi ....

Suara pintu kamar terbuka, membuat gadis yang masih mengenakan mukenah itu menoleh ke sumber suara.

"Hai, baru selesai?" tanya Ethan yang saat ini baru masuk. Wajahnya terlihat lelah, bajunya bahkan belum ganti, masih mengenakan pakaian tadi pagi.

Viona tak menjawab apapun selain sebuah anggukan kepala. Lantas dia bisa mendengar embusan napas kasar yang keluar dari mulut lelaki itu.

"P-Pak Ethan, butuh minum?" tanyanya takut-takut.

Ethan menggeleng. "Enggak perlu. Saya hanya butuh mandi. Bisa kamu siap-siap, setelah mandi saya tidak mau membuang waktu. Karena setelahnya saya harus pulang."

Viona terdiam, "siap-siap?" gumamnya tak terdengar.

Lelaki yang tadi duduk itu kini sudah masuk ke dalam kamar mandi, dan itu semua semakin membuat Viona kebingungan. Dia menelan ludahnya kasar, dan yang dia lakukan selanjutnya adalah melepas mukenah dan memakai jilbabnya kembali.

Nyatanya dia tak menyiapkan apapun, karena dia sungguh tidak mengerti apa yang harus ia siapkan untuk sebuah penyatuan.

Viona duduk dengan tidak tenang, kakinya mengetuk lantai, tangannya ia r e m a s-r e m a s karena gugup. Sampai mana saat pintu kamar mandi terbuka dan Ethan keluar dengan handuk yang ia lilitkan sebatas pinggang dan atas lutut saja. Badan kekarnya masih sedikit basah, air dari helaian rambutnya pun menetes, membuat gadis cantik itu menunduk menghindari pemandangan indah itu.

Karena, walaupun usia Ethan sudah banyak. Namun, pesonanya tak kalah jauh dengan yang masih muda.

"Kamu belum siap-siap?" tanya Ethan seraya mendekat.

"Sa-saya 'kan tidak tahu, Pak. Siap-siap seperti apa?" tanyanya polos.

"Ya ampun, Erina memberiku anak bayi," gumam Ethan yang masih bisa didengar dengan baik oleh Viona.

"Sini, kamu." Ethan yang sudah berdiri di depan wanita yang duduk menunduk itu mengulurkan tangannya. "Berdiri," sambung pria itu.

Dengan kembali menelan ludahnya secara kasar, Viona membalas uluran tangan itu dan berdiri. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya, rasanya ia benar-benar takut dan belum siap. Namun, juga pasrah.

Tanpa ba-bi-bu, Ethan lantas membuka jilbab Viona. Percayalah saat itu, dia sedikit tertegun saat mendapati wajah istri rahasianya itu secara keseluruhan, begitu cantik dan imut. Apalagi dengan rambut sebahu yang tergerai indah. Namun, itu hanya sebentar. Karena ia mengingatkan dirinya akan Erina, sang istri sah dan istri yang sangat ia cinta.

Lanjut, lelaki itupun lantas membuka semua bungkus yang ada. Bahkan sampai kaca mata kuda dan segitiga bermuda. Viona menangis saat itu, saat dirinya sudah tanpa apapun di depan lelaki yang akan membawanya terbang ke atas awan.

Pria tampan itu sangat mengagumi bentuk dari t u b u h Viona, namun ia tak mengatakannya. Justru, yang Ethan lakukan adalah mematikan lampu terang, ia hanya menyisakan cahaya lampu tamaram yang memaksa masuk melalui celah-celah fentilasi dari arah balkon.

Ethan tahu, ini adalah kali pertama bagi Viona. Maka dari itu, ia melakukan segalanya dengan sangat lembut. Saking lembutnya, air mata yang tadi keluar begitu saja kini berubah jadi kicauan burung yang menyenangkan di indra pendengaran lelaki itu.

Seandainya saja, yang tengah ia bawa terbang adalah Erina, mungkin ia akan mengatakan kalau rasa saat ini sangatlah indah. Bahkan ia ingin mengulang lagi dan lagi.

Tapi, ia sadar. Ini hanyalah sebatas kontrak belaka. Hingga saat sudah selesai ia mencapai puncak nirwana, ia lantas melepaskan diri dari rasa indah itu. Membiarkan Viona dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Bahkan, Ethan lantas membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu pergi begitu saja dari sana. Tanpa sepatah kata, apalagi sebuah kecupan. Tidak ada sama sekali.

Meninggalkan wanita yang masih lemas dan lemah itu sendirian dalam keadaan kamar yang masih gelap.

Tiba-tiba saja, air mata itu kembali keluar. Membasahi ujung mata sampai membasahi bantal yang ia tiduri.

"Hah, tak ada bedanya dengan p e l a c u r," ucap Viona dengan tangis yang kencang.

Menahan rasa sakit di bawah sana, di sekujur t u buh dan di dalam hatinya.

Terpopuler

Comments

Mamah Kekey

Mamah Kekey

bismillah jlnin ini takdir dari yang kuasa viona.. semoga nasib mu kedepannya akan bahagia

2024-07-10

0

Sandisalbiah

Sandisalbiah

poor Viona... pasrah pd takdir kan ke egoisan bosnya.... semoga ketidak bersamaan nya bisa membuatnya jd lebih kuat... semangat Vio... di Bismillah om aja... biar Allah ya menuntun langkahmu kedepannya... mintalah yg terbaik pd sang pemilik hati, krn DIA sang maha membolak balikan hati...

2023-10-12

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

miris banget jadi Vio

2023-09-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!