Bertengkar Hebat

"Ma, aku kangen banget sama Mama. Aku sedih ma melihat Mama Riana dan Papa berantem hanya gara-gara aku, maaf ya Ma aku sudah jadi anak nakal. Aku sayang Mama, Mama tenang ya di surga," ucap Alana menangis sembari memegang pigura yang terdapat fotonya bersama ayah dan ibu kandungnya

Riana sangat sedih melihat akan hal itu, hingga ia pun membuka pintu kamar Alana dan masuk ke dalam sana.

"Mama," ucap Alana yang cukup terkejut dan memandang ke arah Riana.

"Sayang, maaf ya soal ucapan Papa kamu tadi. Itu semua salah Mama, seandainya saja Mama mengerti kondisi kamu pasti Papa tidak akan marah. Maaf juga ya akhir-akhir ini Mama dan Papa suka berantem di depan kamu," ucap Riana yang saat ini sudah duduk di samping Alana.

"Mama nggak salah Ma, yang salah itu Alana. Aku yang sudah buat Mama dan papa berantem. Maafkan aku ya Ma, aku nggak bisa jadi anak yang baik," ucap Alana dengan tangis sesenggukan.

"Sayang, kamu sama sekali nggak salah. Kamu adalah anak yang baik, anak pintar, kamu anak kebanggaan Mama Devina, Mama Riana dan Papa. Mama yakin sebenarnya Papa itu tidak marah sama kamu, Papa hanya khawatir takut kamu kenapa-napa karena Papa sangat menyayangi Alana. Papa juga sedang kecapean aja setelah seharian bekerja, makanya jadi terbawa emosi," ucap Riana mencoba untuk menenangkan hati sang anak.

"Beneran Ma? Jadi Papa nggak marah sama aku?" Tanya Alana.

"Nggak Sayang, Mama yakin nanti pasti mood Papa akan baik lagi. Jadi Alana jangan sedih ya, jangan menangis lagi dong, hapus air matanya," ucap Riana sembari mengusap air mata Alana dengan lembut.

"Terimakasih ya Ma," ucap Alana.

Riana mengangguk lalu meraih tubuh Alana ke dalam dekapannya. Setelah itu pun Riana menemani Alana, sampai bocah tersebut tertidur barulah ia keluar dari kamar anaknya dan langsung menuju ke kamarnya.

 

Saat masuk ke dalam kamar, Riana melihat Steve yang sudah berada di kamar terlebih dulu. Tidak seperti biasa jika habis bertengkar ia akan lebih memilih tidur di sofa atau tidur bersama dengan anaknya. Kali ini ia sudah berada di kamar, meskipun mereka selalu menjaga jarak saat di tempat tidur dan Steve yang selalu membelakangi Riana. Karena Riana menganggap Steve sudah tidur, setelah mencuci wajahnya dan menggunakan serangkaian skin care malam, Riana langsung merebahkan dirinya di samping pria tersebut.

"Bagaimana keadaan Alana?" Tanya Steve tiba-tiba.

"Kau belum tidur Mas? Sekarang Alana baik-baik saja kok, dia sudah tidur. Tadi aku menemani Alana dulu sebentar, kasihan dia terlihat sangat sedih karena kau tadi memarahinya dan juga karena melihat pertengkaran kita akhir-akhir ini. Seharusnya kau bisa lebih bersabar sedikit Mas, kasihan Alana kalau dia terus saja melihat pertengkaran kita hanya masalah sepele yang tidak ia mengerti. Aku nggak tahu ya kenapa akhir-akhir ini kau mendadak menjadi emosian, kau selalu bersikap dingin dan sekarang kau jadi pemarah Mas. Kau sangat berbeda saat dulu masih hidup bersama dengan Devina, tidak seperti sekarang saat hidup bersamaku. Bahkan dulu kau juga bersikap baik padaku sewaktu aku masih menjadi sahabatmu, tapi sekarang kau seolah-olah menganggap semuanya salah, Alana yang masih kecil saja selalu menjadi korbannya," ucap Riana yang membuat emosi Steve tiba-tiba saja memuncak.

"Apa maksudmu berbicara seperti itu? Jadi kau menyalahkanku yang membuat Alana menjadi sedih. Kau itu siapa Riana berani berbicara seperti itu. Jangan mentang-mentang aku menikahimu dan selama ini aku mencoba untuk bersikap sabar bertahan hidup bersamamu, kau malah bersikap ngelunjak ya. Kau semakin tidak sadar diri, bahkan kau berani sekali menceramahiku soal anak kandungku. Perlu aku tegaskan sekali lagi, kau itu hanya istri yang aku nikahkan karena keinginan mendiang istriku, bahkan sampai sekarang ini aku masih sangat mencintainya. Jadi jangan pernah berharap jika kau bisa menggantikan posisinya dan 1 lagi kau sama sekali tidak berhak untuk mengaturku mendidik Anakku sendiri, apalagi mengatakan hal menyangkut Alana adalah hal sepele, kau tidak merasakannya karena kau tidak memiliki anak. Jika kau sudah tidak tahan lagi hidup berumah tangga denganku, kau bisa pergi dari rumah ini!" Bentak Steve yang saat ini posisinya sudah berdiri dan menatap ke arah Riana dengan tajam, tentunya Riana juga sudah berdiri di saat melihat Steve terbangun dari tempat tidurnya tadi.

"Ya Mas, aku sadar posisiku di rumah ini. Aku hanyalah ibu sambung Alana dan seorang istri yang tak diakui oleh suaminya sendiri, statusku adalah seorang istri tetapi aku sama sekali tidak pernah mendapatkan hakku sebagai seorang istri. Aku sadar itu, tapi aku menyayangi Alana dan aku juga istri yang sah. Kau tidak lupa 'kan Mas waktu itu kau menikahiku di depan penghulu dan juga di depan para saksi, jadi apa tidak bisa sama sekali, sedikitpun, kau menghargaiku, menerimaku sebagai layaknya seorang istri. Waktu itu aku juga terpaksa menikah denganmu karena mengikuti permintaan Devina, tapi aku berusaha ikhlas untuk menjalaninya. Kenapa kau sama sekali tidak bisa seperti itu Mas? Jika sampai saat ini kau masih mencintai Devina, sama sekali tidak bisa belajar untuk mencintaiku, untuk apa kita mempertahankan rumah tangga ini. Toh bayang-bayangan dirinya selalu saja ada di dalam pikiranmu. Aku juga sama sekali tidak bermaksud untuk menggeser posisi Devina di hati kamu ataupun Alana, tapi paling tidak kamu terima aku Mas, aku yang sekarang istri kamu, Devina juga sudah tidak ada, dia tidak akan pernah kembali," tukas Riana yang akhirnya mengeluarkan unek-unek di dalam hatinya selama ini.

Steve mengepal erat kedua tangannya menahan emosi yang kian memuncak karena mendengar ucapan-ucapan yang keluar dari mulut istrinya itu. Akan tetapi Steve tak menjawab apapun lagi, ia langsung saja keluar dari kamar serta membanting pintu dengan sangat kuat. Sedangkan Riana duduk di tepi ranjang dan menangis sejadi-jadinya.

"Ya Tuhan, apa aku masih bisa bertahan? Apakah salah jika nantinya aku tidak kuat dan pergi meninggalkan ini semua," batin Riana menahan perih yang begitu mendalam, rasanya siksaan jiwanya itu sama sekali tak pernah henti malah semakin bertambah.

*****

Pagi-pagi sekali setelah menyiapkan sarapan, sebelum steve dan Alana bangun karena hari ini merupakan hari libur, Riana sudah pergi ke rumah orang tua Devina yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Karena memang Devina merupakan anak tunggal, sehingga hanya Riana lah yang dapat mengobati rasa rindu kedua orang tuanya itu.

"Terima kasih Ma, seharusnya nggak usah repot-repot seperti ini, aku bisa kok buat sendiri," ucap Riana di saat ibu angkatnya itu membuatkan minuman untuknya.

"Sama-sama, ini sama sekali tidak merepotkan kok Sayang. Sayang, kenapa kau tidak mengabari Mama dulu mau ke sini, jadinya Mama bisa menyiapkan sarapan untukmu. Mama tahu kau pasti belum sarapan 'kan?" Ujar Lily yang merupakan ibunya Devina.

"Nggak perlu Ma, lagipula aku datang ke sini pagi-pagi hanya merindukan Mama saja," ungkap Riana yang merasa jika hanya Lily lah yang bisa membuatnya hatinya lebih tenang. Rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk menyimpan masalah sendirian.

"Mama juga merindukan kamu Sayang. Lalu dimana Alana dan Steve? Kenapa mereka tidak ikut, padahal ini 'kan hari libur," tanya Lily.

"Mereka belum bangun Ma," jawab Riana apa adanya.

"Ri, kamu kenapa? Kamu sedang ada masalah dengan Steve?" Tanya Lily yang sudah bisa menebaknya.

Riana menganggukkan pelan kepalanya, "Iya Ma, tadi malam kami bertengkar hebat. Sampai saat ini Steve masih belum bisa menerima kehadiranku, apa yang aku lakukan selalu saja salah di mata Steve apalagi soal mendidik Alana. Ma, apa aku salah kalau aku hanya ingin meminta hakku sebagai seorang istri. Selama ini aku bertahan, aku berusaha mencoba untuk mengerti disaat Steve terus saja membanding-bandingkan aku dengan Devina, aku mengerti karena bagaimanapun juga Devina adalah istri yang sangat dicintai Steve waktu itu bahkan sampai sekarang. Tapi sudah setahun lamanya dan sekarang aku adalah istri sahnya. Aku saja bisa berusaha untuk ikhlas menjalaninya rumah tangga bersamanya menerima Alana sebagai anak Aku sendiri meskipun awalnya itu sama sekali nggak mudah. Tapi kenapa Steve sama sekali tidak bisa melakukan hal yang sama? Aku minta maaf Ma, aku sama sekali tidak bermaksud untuk menggeser posisi Anak Mama di hati Steve ataupun di hati Mama dan Alana, aku hanya minta kehadiranku diterima," ucap Riana dengan air matanya yang tak dapat lagi di bendung, sehingga mengalir deras begitu saja bak air sungai.

Tanpa sadar Lily juga ikut menangis karena ia merasa sangat sedih atas apa yang menimpa anak angkatnya itu. Lalu ia pun meraih tubuh Riana ke dalam rekapannya, mengusap pundaknya dengan lembut, mencoba memberikan kenyamanan agar anak angkatnya itu merasa lebih tenang.

"Kau ada di sini Riana?"

Suara seseorang telah mengejutkan Riana hingga melerai pelukan mereka.

Bersambung …

Terpopuler

Comments

Ririn Nursisminingsih

Ririn Nursisminingsih

pergi aja riana

2024-07-04

0

Resti Maizola Tanjung

Resti Maizola Tanjung

baguuus

2023-10-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!