Empat

Happy Reading!

Author POV

Oxel sedang mencuci pakaian keluarganya saat ini. Jangan bayangkan jika dia sedang mencuci pakaiannya dengan menggunakan mesin cuci, karena itu tidak akan pernah terjadi.

Oxel masih mencuci dengan cara manual. Ya, kalian pasti sudah paham cara manual dalam mencuci.

Masih dengan tangan yang lecet, dia menggosok pakaiannya hingga bersih. Tangannya terasa sangat perih, karena luka itu terkena sabun cuci.

Beberapa kali dia merintih menahan rasa sakit. Dia tidak bisa mengeluh disini. Keadaan seakan tak pernah berada di pihaknya.

Lalu kemana kedua adiknya, bukankah tadi mereka berada di rumah?

Ya mereka berdua telah pergi keluar entah apa yang mereka lakukan, mungkin berkumpul dengan teman-temannya?

Di tengah-tengah kesibukan mencuci, tiba-tiba ibunya memanggil dengan berteriak.

“OXEEEEELLLL!!!" panggilannya. Oxel yang mendengar teriakkan maut hanya mampu menghela nafas.

“Iya Nyonya." jawab Oxel sembari menghampiri dengan berjalan tertatih.

“Ada apa?" tanya Oxel begitu sudah berhadapan dengan ibu tirinya.

“Apa kau memiliki uang?" tanya Maria tanpa tedeng aling-aling.

“Bukankah aku sudah memberikan semua padamu, Nyonya?" tanya Oxel bingung.

“Uang itu sudah habis. Kau tahu bukan, jika adikmu itu selalu minta uang saku? Belum lagi untuk kebutuhan arisanku dan untuk kebutuhan makan kita sehari-hari," jelas Maria.

“Arisan? Mengapa kau ikut arisan? Kau tahu bukan keuangan kita itu sangat tipis, bagaimana bisa kau menggunakannya untuk arisan?" tanya Oxel tidak mengerti dengan jalan pikiran ibu tirinya itu.

“Hei! Itu untuk kebutuhanku, aku memang ikut arisan sedari dulu dengan kawan-kawanku," jelas Maria lagi.

“Jika begitu mengapa kau tidak keluar saja dari arisan itu?" tanya Oxel.

“Apa? Kau menyuruhku keluar? Bagaimana mungkin kau bisa menyarankan seperti itu? Mau di taruh dimana wajahku? Mereka pasti mengira aku sudah miskin dan bangkrut. Lalu mereka akan menghinaku," jawab Maria tak terima.

“Memang kenyataannya kita sudah bangkrut dan tidak memiliki uang, Nyonya. Untuk makan sehari-hari saja sudah sulit," balas Oxel merasa jengah.

“Kau! ini semua gara-gara kau, aku sudah membesarkanmu dengan susah payah. Tapi kau tidak bisa memberiku uang sebagai bentuk balas budi," ujar Maria emosi.

“Tapi, aku benar-benar tak memiliki uang saat ini. Semua uangku sudah kuberikan padamu, Nyonya. Jika kau dapat memanfaatkan uang itu sebaik mungkin, kita pasti tidak akan kekurangan," balas Oxel lagi.

Dia merasa kesal, jika keuangan sedang tidak lancar selalu saja dia menjadi pihak yang disalahkan.

“Seharusnya kau lebih giat bekerja agar lebih menghasilkan banyak uang untuk kami," protes Maria.

“Kalau begitu mengapa kau tidak menyuruh putramu untuk bekerja? Dia itu sarjana, untuk apa menjadi pengangguran?" balas Oxel dengan nada yang sangat kentara tengah menahan emosi.

Oxel sudah tidak mempedulikan ocehan ibunya. Dia memutuskan untuk kembali mencuci pakaian.

“Dasar bocah sialan! Tidak bisa membanggakan orang tua, tak bisa diharapkan," gerutu Maria.

...******...

Hari ini Oxel kembali ke toko bunga milik tetangganya setelah melewati tugas harian mencuci, kemudian dilanjutkan dengan mengepel.

“Selamat pagi, Bibi," sapa Oxel ramah. 

“Pagi Oxel. Ya, ampun ada apa denganmu, kenapa tubuhmu penuh luka?" tanya bibi pemilik toko bunga.

“Oh, ini aku tadi jatuh di jalan saat mengantar susu dan koran, karena tidak hati-hati." jelas Oxel sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Bibi itu menghela nafas melihat Oxel.

“Seharusnya kau tidak perlu bekerja hari ini, biarkan lukamu sembuh dahulu, bagaimana bisa kau memaksakan diri untuk bekerja, di saat kondisimu seperti itu?" omel bibi.

“Itu tidak perlu, ini hanya luka kecil, Bibi tidak perlu khawatir," jawab Oxel.

“Dasar anak nakal. Jalanmu itu pincang, pasti kakimu terkilir. Kenapa kau masih keras kepala untuk bekerja?"

“Jangan terlalu sering mengomel, nanti Bibi cepat tua," seloroh Oxel.

Bibi pemilik toko itu mendelik galak dan pura-pura merajuk pada Oxel.

“Baiklah terserah kau saja, tetapi jika kau tidak kuat kau bisa istirahat. Biar pegawai lain yang menggantikan pekerjaanmu," ucap bibi itu.

Oxel hanya mengangguk dan kembali fokus pada pekerjaannya.

Dia terlihat sangat serius saat merangkai bunga, tangannya terlihat sangat lihai dan terampil.

Sang pemilik toko sangat kagum dengan kegigihan Oxel dalam bekerja. Dalam hati dia juga merasa prihatin dengan kehidupan Oxel yang diperlakukan berbeda oleh ibunya.

Pernah suatu ketika bibi melihat ada bekas memar di tubuh Oxel, tidak hanya satu, mungkin bisa lebih sampai bibi itu tak sanggup untuk menghitungnya.

Pada awalnya Oxel tak ingin jujur dan terbuka pada bibi pemilik toko, namun diam-diam bibi tersebut mengikuti Oxel ketika Oxel pulang ke rumah.

Saat itu bibi merasa terkejut karena mendengar sebuah bentakan nyaring karena pendapatan Oxel yang kecil jumlahnya.

Setelah bibi pemilik toko bunga mengintip dari celah jendela, beliau dibuat makin terkejut karena melihat Oxel sedang dihukum tanpa ampun.

Bahkan ibunya sampai hati memukul Oxel kala itu.

Tak tahan dengan apa yang dilihatnya sang pemilik toko, pergi dari tempat tersebut.

Keesokan harinya, bibi bicara berdua dengan Oxel untuk membahas hal yang dilihatnya tadi malam, dan dia mengatakan bahwa dia melihat semuanya.

Dari situlah Oxel bercerita tentang kehidupannya, termasuk keluarganya. Bibi itupun merasa geram dan hendak melaporkan ibu dan saudara Oxel ke pihak berwajib atas dugaan kekerasan dan penganiayaan.

Namun, itu semua dilarang oleh Oxel dengan alasan bagaimanapun juga mereka adalah keluarga Oxel. Hanya merekalah yang Oxel miliki.

Sejak saat itu bibi pemilik toko sangat memperhatikan dan menyayangi Oxel seperti anaknya sendiri.

“Oxel," panggil bibi.

“Iya, Bi."

“Kemari dan duduklah!"

Oxel menghentikan pekerjaannya dan berjalan ke arah bibi, kemudian duduk disampingnya.

Tangan bibi yang cekatan langsung mengobati beberapa luka di tubuh Oxel dengan hati-hati.

Tentu saja perlakuan bibi membuatnya terkejut, seumur-umur dia belum pernah merasakan yang namanya diperhatikan.

“Kau harus segera mengobati lukamu, agar tidak infeksi," kata bibi itu.

Oxel merasa matanya memanas. Dia mengira, dia takkan mendapatkan perhatian seperti itu lagi.

“Nah, selesai. Jangan lupa kau ganti sore nanti, agar tetap bersih dan tidak infeksi," peringat bibi itu.

“I-iya," jawab Oxel dengan suara bergetar.

Bibi itu tersenyum, dia tahu jika Oxel ingin menangis saat ini.

“Tak perlu merasa sungkan denganku, anggaplah aku ini ibumu. Kau sudah seperti anakku sendiri, nak," jelasnya.

“Ya," jawab Oxel lirih. Tak ayal air matanya mengalir melihat kebaikan sang bibi.

“Tak perlu menangis. Aku sangat menyayangimu, kau adalah anak yang baik dan tekun. Orang tuamu pasti merasa bangga padamu saat ini, di atas sana."

Oxel hanya memeluk bibi dengan erat, seperti dia sedang memeluk ibunya. Hatinya merasa hangat. Sudah lama dia tidak merasakan pelukan sehangat dan setulus ini.

Bibinya pun membalas, beliau mengelus kepala Oxel dengan sayang. Dia tahu jika Oxel adalah anak yang berhati lembut dan mudah rapuh.

Tetapi dia juga merasa bangga, karena Oxel mampu bertahan di kehidupannya yang keras.

“Nah, sudah jangan menangis lagi. Kau terlihat jelek jika menangis, lihat lah hidungmu itu, ya ampun sampai memerah."

“Aku tidak menangis, Bibi. Mataku kemasukan debu," sangkal Oxel.

“Oh, benarkah? Apa debunya banyak? Bibi kira tadi ruangan ini sudah dibersihkan, bahkan sebelum toko dibuka."

“Bibi, aku tidak menangis, aku, kan laki-laki," jawab Oxel cemberut.

“Tetapi jika aku boleh jujur, wajahmu itu terlihat cantik untuk ukuran pria, bahkan kau terlihat sangat menggemaskan."

“Bibi," Oxel mulai merengek.

“Ya, ampun bayi besar sudah mulai merengek. Lihat, siapa tadi yang berkata bahwa dia laki-laki? Mana ada lelaki yang merengek sepertimu," goda bibi pemilik toko.

Teman-temannya yang lain, yang juga merupakan pegawai toko bunga itupun juga tertawa melihat tingkah Oxel.

Oxel mereka sangat menggemaskan, bukan?

...***********...

Tiba saatnya istirahat untuk Oxel. Hari ini dia merasa kepalanya sangat pusing, akan tetapi dia berusaha menahannya karena tak mau membuat teman-temannya khawatir.

Hari ini pula dia tidak pulang ke rumah untuk memasak makan siang, memang apa yang akan dimasak? Uang saja tidak punya.

Entah mengapa dia bisa terjebak dengan ibu tirinya serta adik-adiknya yang hanya bisa berfoya-foya. Sementara dia sendiri lelah bekerja.

“Oxel, ada apa denganmu? Apa kau sakit?" tanya teman perempuan Oxel, sebut saja namanya Dara.

“Aku baik."

“Kau yakin? Bibirmu nampak pucat? Apa kau belum makan sejak tadi?"

“Aku tidak apa-apa, sungguh! Hanya sedikit pusing, tapi aku bisa menahannya."

“Pembohong yang buruk, kita semua sudah bersama selama 2 tahun ini, dan ini bukan pertama kalinya kau seperti ini, Oxel. Apa maag mu kambuh lagi? Atau karena kau terjatuh tadi pagi?"

“Hmm... Terima kasih atas perhatian mu Dara, tetapi aku masih baik-baik saja. Aku masih kuat menahannya. Kau tahu, kan?"

“Aku heran kenapa ada manusia keras kepala sepertimu, bukankah membantu orang itu wajar, karena kita sesama makhluk hidup harus saling tolong- menolong?" tanya Dara.

“Ya itu memang benar. Tetapi kita sebagai manusia pasti memiliki rasa tak enak hati pada orang lain," jawab Oxel.

“Kau selalu memiliki jawaban atas setiap pertanyaan, aku benci padamu," kesal Dara.

“Ha-ha-ha..." tawa Oxel meledak karena melihat temannya mulai kesal.

“Suara tawamu benar-benar indah, Oxel. Bagai sebuah kidung nyanyian untukku," batin Dara tersenyum kala melihat Oxel tertawa.

Saat tawa Oxel sudah mereda, Oxel melihat ke arah Dara yang sedang tersenyum sendiri.

“Dara, ada apa denganmu? Jangan melihatku seperti itu, nanti kau menyukaiku." ujar Oxel sembari menepuk pundak Dara hingga membuat Dara terkejut.

“Aish.. kau ini menyebalkan! Dan apa katamu? Aku menyukaimu? Huh.. bermimpilah Oxel. Mana mungkin aku menyukai seseorang yang wajahnya, bahkan lebih cantik dariku," kesal Dara sekaligus merasa malu.

Kemudian dia beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam toko. Sebelumnya dia melempar obat maag pada Oxel.

“Ini minumlah!" ujar Dara. Oxel pun menerima dengan senang hati.

“Terima kasih, Dara," ucap Oxel, namun Dara tak menanggapi.

Ketika sudah berada di dalam toko, Dara pun mengumpati dirinya sendiri, “Bodoh kau Dara, bagaimana mungkin kau bisa kepergok melihat Oxel dengan tatapan mendamba? Aish.."

Author POV end

Dara Agnesia

Terpopuler

Comments

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

kasian banget sih hidupnya oxel😔😭 kalau aku dah kabur dari dulu2....atau tak kasih kopi sianida tuh ibu tiri sama 2 biji adiknya🤭 biar metong sekalian🙄🙄 jahaaat....

2023-11-08

0

Ney 🐌

Ney 🐌

lebih cantik dr cwe😲😲

2023-10-31

0

🍒⃞⃟🦅🥑⃟🔥owlucup🦉𝐕⃝⃟🏴‍☠️

🍒⃞⃟🦅🥑⃟🔥owlucup🦉𝐕⃝⃟🏴‍☠️

klu it kbthn mu, cri lh uang sndri

2023-09-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!